1. Teks Asli dari Fatwa Badan Riset Ilmu, Dakwah, dan Bimbingan Agama, Kerajaan Saudi Arabia Tentang Masalah Ini
ruqyah-online.blogspot.com-Syaikh Majdi Muhammad asy-Syahawi menulis surat kepada Syaikh ‘Abdul’Aziz ibn Baz, ketua umum Badan Riset Ilmu, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan Agama, Kerajaan Saudi Arabia, untuk menanyakan kepadanya tentang hakikat masalah ini, hukum syari’atnya, serta dalil-dalilnya dari Al-Qur’an dan Sunnah. Alhamdulillah, beliau menanggapinya dengan baik dan mengirimkan sebuah surat balasan kepada Syaikh Majdi Muhammad asy-Syahawi yang berisi fatwa-fatwa dari Badan Riset Ilmu, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan Agama menyangkut pertanyaan-pertanyaan yang Syaikh Majdi Muhammad asy-Syahawi ajukan, di antaranya adalah tentang kerasukan Jin dan hukumannya menurut Islam, yang bunyi teks aslinya adalah sebagai berikut :
Bismillahirrahmanirrahim
Kerajaan Saudi Arabia
Ketua Umum Badan Riset Ilmu, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan Agama
Kantor Pimpinan Umum
Penjelasan Tentang Kebenaran Kerasukan Jin dan Bantahan Terhadap Orang-orang yang Mengingkarinya
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, sahabat-sahabat, dan orang-orang yang setia mengikuti petunjuknya.
Amma Ba’du
Pada bulan Sya’ban tahun 1407 H ini, sebagian Koran, baik Koran-koran dalam negeri maupun luar, telah memberitakan secara ringkas atau pun terperinci tentang seorang jin yang menyusup ke dalam tubuh seorang perempuan yang mempersaksian ke-Islamannya di hadapanku, di Riyadh. Sebelumnya, ia telah mempersaksikannya juga dihadapan Saudara Abdullah ibn Musyrif al-Umri yang bermukim di Riyadh, yaitu setelah ‘Abdullah itu membacakan ayat-ayat Al-Qur’an kepadanya dan berdialoq dengannya serta mengingatkannya kepada Allah dan memberikan pengajaran-pengajaran kepadanya. Ia juga telah mengkabarkan kepadanya bahwa kezaliman itu adalah haram dan merupakan salah satu dosa besar, lalu mengajaknya keluar dari agamanya dan masuk ke dalam agama Islam. Ajakan ini timbul darinya setelah ia tahu dari pengakuan jin itu sendiri bahwa ia adalah beragama Budha. Jin itu bersedia memenuhi ajakan tersebut lalu mempersaksikan keislamannya kepadanya.
Kemudian, ia (Abdullah) beserta kerabat perempuan itu berkeinginan untuk membawakan perempuan itu ke hadapanku dengan maksud agar aku pun ikut mendengar persaksian jin tersebut. maka hadirlah mereka bersama perempuan itu ke tempatku, lalu aku tanyakan kepada jin yang ada di dalam tubuhnya itu mengapa ia sampai mau masuk Islam. Dia pun menjelaskannya kepadaku, tapi dengan suara yang mirip suara laki-laki, bukan suara perempuan, padahal, secara zahir, yang berbicara adalah perempuan itu. Saat itu, perempuan itu duduk di kursi yang terletak di sampingku, disaksikan oleh saudara laki-laki dan saudara perempuannya serta Abdullah sendiri dan beberapa orang syaikh.
Jin itu pun menjelaskan bahwa sebenarnya ia adalah berasal dari India dan beragama Budha, lalu menyatakan masuk Islam dengan suara yang jelas. Maka itu aku nasehati ia dan aku wasiatkan kepadanya agar bertaqwa kepada Allah dan keluar dari tubuh perempuan ini serta tidak mengganggu dan menyakitinya lagi, dan ia pun menyanggupinya. Di samping itu, aku juga mewasiatkan kepadanya agar mengajak teman-temannya untuk masuk Islam setelah ia sendiri diberi hidayah oleh Allah SWT. Ia berjanji untuk melaksanakannya, lantas keluar dari tubuh perempuan itu. Kata-kata terakhir menjelang ia keluar adalah ‘Assalamu’alaikum’.
Begitu jin itu keluar, perempuan itu langsung bisa berbicara seperti biasa dengan suaranya yang asli.
Beberapa hari kemudian, perempuan itu datang lagi kepadaku bersama dua orang saudara laki-laki, seorang saudara perempuan, dan seorang pamannya, lalu mengabarkan kepadaku bahwa ia baik-baik saja dan jin itu tidak pernah lagi berada datang kepadanya. Saat aku tanya perasaannya ketika jin itu berada di dalan tubuhnya ia menjawab, “Aku menjadi berpikiran kotor yang bertentangan dengan syari’at dan cenderung kepada agama Budha serta berkeinginan untuk mempelajari kitab-kitab agama Budha tersebut. Setelah sembuh darinya, dengan izin dan karunia Allah, pikiran-pikiran kotor tersebut hilang dariku sama sekali.”
Telah sampai kepadaku bahwa Syaikh ‘Ali Thanthawi telah mengingkari kebenaran kejadian seperti ini, dan menyebutkan bahwa itu hanyalah penipuan dan kebohongan, dan boleh jadi suara itu hanyalah suara rekaman yang telah direkayasa sebelumnya, bukan suara perempuan itu sendiri.
Bagaimana mungkin suara itu adalah suara rekaman, padahal aku menanyakan kepada jin itu berbagai pertanyaan yang langsung dijawabnya. Bagaimanakah seorang yang berakal akan berpikiran bahwa sebuah kaset akan bisa ditanya dan menjawab seketika ? Ini adalah kekeliruan yang amat fatal dan kebatilan yang luas biasa.
Syaikh itu juga mengklaim bahwa Islamnya seorang jin di tangan seorang manusia bertentangan dengan firman Allah SWT tentang kisah Nabi Sulaiman yang berbunyi, “…..dan anugrahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku.” (QS. Shad [38] : 35)
Tidak diragukan lagi bahwa pemahaman ini adalah keliru dan batil. Keislaman seorang jin di tangan seorang manusia tidaklah bertentangan sama sekali dengan doa Nabi Sulaiman tersebut. Betapa banyak jin yang masuk Islam di tangan Nabi Muhammad sawa. Hal ini diterangkan secara jelas oleh Allah SWT di dalam surah al-Ahqaf dan surah al-Jin, disamping di dalam shahihain disebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya setan telah datang menggangguku untuk memutuskan shalatku, namun Allah SWT memberikan kemampuan kepadaku untuk melawannya, maka ia pun aku cekik lehernya. Lalu aku berkeinginan mengikatnya di pinggir jalan agar kalian bisa juga melihatnya sepertiku, namun aku teringat perkataan doa Nabi Sulaiman yang berbunyi, “dan anugrahkanlah kepadaku, kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku,” sehingga ia aku lepaskan kembali dari tanganku dan Allah mengembalikan setan itu dalam keadaan merugi.” (HR. al-Bukhari dari abu Hurairah)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau saw bersabda, “Sesungguhnya jin ‘Ifrit telah datang menggangguku untuk memutuskan shalatku, namun Allah SWT memberikan kemampuan kepadaku untuk melawannya, maka lehernya pun aku cekik. Lalu aku berkeinginan mengikatnya di halaman masjid agar kalian bisa juga melihatnya sepertiku, namun aku teringat perkataan doa Nabi Sulaiman tersebut sehingga ia aku lepaskan kembali dan Allah mengembalikan setan itu dalam keadaan merugi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
An-Nasa’I meriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa ketika Nabi Muhammad saw sedang shalat, datanglah seorang setan mengganggunya agar ia memutuskan shalatnya. Maka beliau saw membanting setan itu lalu mencekik lehernya. Setelah itu beliau saw berkata, ‘Kalau bukanlah karena doa Sulaiman, aku ikat setan ini supaya bisa dilihat oleh manusia.”
Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari abu Sa’id bahwa Rasulullah saw berkata, “aku cekik lehernya hingga air liurnya keluar mengenai jari-jariku.”
Al-Bukhari menyebutkan di dalam kitab Shahihnya bahwa Abu Hurairah berkata ; Rasulullah saw telah mengamanahkan kepadaku untuk menjaga harta zakat fihrah di tempat penyimpanannya. Pada suatu malam, seorang laki-laki datang ke tempat itu lalu mencuri sebagian makanan darinya. Orang itu pun aku tangkap dan aku katakan kepadanya, ‘Demi Allah, sungguh akan aku hadapkan engkau kepada Rasulullah.” Saat itu ia meminta belas kasihan kepadaku agar aku melepaskannya. Ia berkata, “(tolong lepaskan aku) karena aku hanyalah seorang yang faqir dan mempunyai tanggungan (keluarga), kami sangat membutuhkan makanan. “Mendengar alasannya itu, ia pun aku lepaskan malam itu. Keesokannya, setelah aku laporkan kejadian itu kepada Rasulullah saw, beliau berkata kepadaku,”Apakah yang engkau perbuat terhadap tawananmu, wahai Abu Hurairah ?” Aku jawab, “wahai Rasulullah, sungguh ia mengadu kepadaku dengan begini begitu, sehingga aku pun menjadi kasihan kepadanya dan ia aku lepaskan.” Beliau saw berkata, “Ketahuilah bahwa ia telah berbohong kepadamu, dan akan kembali lagi mencuri nanti malam.” Mendengar perkataan beliau itu, aku pun berniat untuk mengintip orang itu lagi pada malam harinya.
Rupanya memang benar, orang itu datang lagi dan kembali mencuri seperti kemarin, sehingga ia aku tangkap lagi. Namun, kejadian malam sebelumnya terulang kembali pada malam itu, dimana ia meminta belas kasihan kepadaku dan akhirnya ia pun aku lepaskan kembali setelah ia berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya tersebut. Dan ketika aku laporkan kembali kepada Rasulullah saw, beliau tetap mengatakan perkatannya yang kemarin kepadaku.
Kejadian ini berulang kembali pada malam berikutnya, namun pada saat orang itu aku tangkap lagi, ia berkata kepadaku, “Lepaskanlah aku! Jika engkau melepaskanku, maka aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang sungguh berguna bagimu.” Setelah ia aku lepaskan, ia berkata lagi”, Jika engkau berbaring di atas tempat tidur (takni akan tidur), bacalah ayat kursi, niscaya seorang penjaga dari Allah (yakni malaikat) akan selalu bersamamu dan setan tidak akan mendekatimu sampai paginya.”
Ketika aku laporkan hal ini kepada Rasulullah saw, beliau berkata, “Ketahuilah bahwa kali ini ia benar, tahukah engkau siapakah orang itu, wahai Abu Hurairah ?” Aku jawab,”Tidak, ya Rasulullah.” Beliau saw berkata lagi, “Orang itu adalah setan”.
Rasulullah saw juga bersabda, “Sungguh setan itu menjalar di dalam tubuh Bani Adam seperti menjalarnya darah di dalam tubuhnya.”(HR.al-Bukhari dan Muslim dari Shafiyyah) Di dalam kitab Musnad-nya, Imam Ahmad meyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Utsman ibn Abu al-Ash bahwa ia berkata kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah ! Sungguh setan telah menghalangiku dari shalat dan bacaaku.” Beliau saw berkata, “Itu adalah setan Khanzab, jika engkau merasakan keberadaannya, maka berlindunglah kepada Allah dan hembuskanlah nafas ke arah kiri engkau sebanyak tiga kali.” “Maka aku mengamalkannya sehingga Allah menjauhkan setan itu dariku,”kata Utsman.
Telah sahih juga dari Rasulullah saw bahwa masing-masing manusia mempunyai seorang qarin (teman) dari kalangan malaikat dan seorang qarin dari kalangan setan, termasuk juga diri beliau sendiri. Cuma saja, Allah SWT telah menolongnya sehingga qarin-nya itu tidak menyuruhnya melainkan kepada kebaikan.
Dalil-dalil dari Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’
Tentang Kerasukan Jin
Tentang kebenaran perkara ini bahwa jin bisa menyusup ke dalam tubuh manusia lalu mengganggunya telah didukung oleh dalil-dalil yang terpercaya, baik dari Allah dan Rasul, maupun ijma’ulama, sehingga tidak ada alasan untuk mengingkarinya. Namun demikian, sebagian orang, dengan tanpa ilmu dan hidayah, tidak mempercayainya. Berikut ini aku sebutkan perkataan ahli ilmu tentang perkara ini.
Perkataan Para Mufassirin (ahli tafsir) tentang ayat Allah yang berbunyi,”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.”(QS.al-Baqarah [2]:275)
Abu Ja’far ibn Jarir, tentang tafsir ayat ini, mengatakan, ‘Mereka akan dibuat gila di dunia ini oleh setan.” Kata al-Mass di dalam ayat ini, menurutnya, adalah kegilaan. Al Baghawi juga mengatakan demikian.
Ibnu katsir mengatakan, “maksudnya, mereka tidak akan berdiri dari kubur mereka pada hari Kiamat melainkan seperti berdirinya orang-orang yang sedang digilakan oleh setan.”
Ibnu ‘Abbas mengatakan,”Orang yang makan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam kedaan gila dan leher tercekik.”(HR.Ibnu Hatim)
Al-Qurthubi, di dalam tafsirnya, mengatakan, “Ayat ini menjadi dalil atas kelirunya pendapat yang mengingkari adanya kerasukan jin dan mengklaim bahwa hal itu hanyalah sebuah kewajaran dan bahwa setan tidak dapat mengganggu manusia sama sekali.”
Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah, di dalam Majmu’al-Fatawa, bab Idhah ad-Dilalah fi Umum ar risalah li ats-Tsaqlain, jilid19, hal.6-65, mengatakan, “Karenanya, sebagian orang-orang Mu’tazilah, seperti al-Haba’I dan Abu Bakar ar-Razi, walaupun mereka menyakini akan kebenaran keberadaan jin, mereka mengingkari masuknya jin ke dalam tubuh manusia. Sebab, menurut mereka, tidak ada dalil sunnah yang menyatakannya, tidak seperti masalah keberadaan jin yang dengan jelas diterangkan oleh Rasulullah saw. Walaupun pendapat ini keliru, namun mereka tetap memakainya. Dan ‘Abdulah ibn Ahmad ibn Hanbal berkata kepada ayahnya, “sungguh sebuah kaum telah mengingkari kebenaran masuknya jin kedalam tubuh manusia. “Dijawab oleh ayahnya, “Wahai anakku ! Sungguh mereka telah berbohong. Bukanlah dia (Nabi Muhammad saw) telah menjelaskan perkara itu dengan lisannya sendiri.”
Ia (Ibn Taimiyah) juga menyebutkan di dalam Majma’al Fatawa-nya, jilid 24, hal. 276-277, “Keberadaan jin telah disebutkan oleh Allah dan Rasul, ulama-ulama salaf pun telah sepakat mengenai hal ini, begitu juga dengan masalah masuknya jin ke dalam tubuh manusia. Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.”(QS.al-Baqarah[2]:275) Rasulullah saw juga bersabda, “Sungguh setan itu menjalar di dalam tubuh bani Adam seperti menjalarnya darah dalam tubuhnya.”(HR.al-Bukhari dan Muslim dari Shafiyyah)
Imam Ibn al-Qayyim didalam bukunya yang berjudul Zad al-Ma’ad fi huda khair al-I’bad, juz 4, hal. 66-69, mengatakan, “Gangguan jiwa itu ada dua gangguan jiwa biasa dan gangguan jiwa yang berasal dari roh-roh jahat lagi keji (jin/setan). Gangguan jiwa yang pertama menjadi objek pengkajian dan pengobatan bagi bagi para dokter. Sedangkan gangguan jiwa kedua hanya ditangani oleh ulama-ulama dan orang-orang “pintar” yang mengakui keberadaan penyakit ini dan tidak mengingkarinya. Yaitu orang-orang mengakui bahwa pengobatannya adalah dengan jalan mempertemukan roh-roh yang baik, mulia, dan tinggi dengan roh-roh jahat lagi keji tersebut, sehingga roh-roh yang pertama akan mendepak pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh roh-roh kedua, menentang aksinya dan membatalkannya.
Hal ini diakui dan disebutkan oleh Baqrath (seorang dokter ahli di bidang penyakit jiwa) di dalam bukunya. Dia mengatakan, “Pengobatan yang saya sampaikan ii hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang terkena penyakit kejiwaan biasa, bukan penyakit kejiwaan yang berasal dari roh-roh jahat lagi keji (jin/setan).”
Adapun “dokter-dokter rendahan” dan orang-orang yang percaya kepada zandaqah (kekufuran), maka mereka mengingkari kenyataan ini dan dan tidak mengakui kebenarannya. Kesimpulan mereka bahwa hal itu bukanlah disebabkan karena jin, melainkan oleh depresi mental atau gangguan kejiwaan semata adalah benar (berlaku) untuk sebagian saja, bukan untuk keseluruhan. mereka (dokter-dokter zindiq) itu tidak mengakui selain depresi mental atau gangguan kejiwaan saja, sebuah kesimpulan bodoh yang orang-orang berakal dan mempunyai ma’rifat menjadi tertawa dibuatnya.
Mengenai cara pengobatan bagi penyakit jenis ini, harus dilaksanakan pada dua sisi, pertama dari sisi orang yang diobati, dan kedua, dari sisi orang yang mengobati. Sebab, ibarat berperang, seseorang tidak hanya diharuskan memiliki senjata yang tepat/cocok untuk berperang, melainkan juga harus mempunyai pendamping/pembantu yang kuat dalam peperangan itu. Kedua faktor ini harus dimiliki, yang jika kurang salah satu dari keduanya, maka tidak akan mendatangkan hasil yang diharapkan, apabila jika kurang kedua-duanya.
Pada sisi pertama, orang yang akan diobati itu harus membersihkan dan menguatkan jiwanya, benar-benar menghadapkan wajahnya kepada Sang Pencipta dan Penguasa jin/setan itu, dan berta’awwuzh (berlindung) kepada Allah SWT melalui hati dan lisannya sekaligus. Jika hatinya rusak (tidak bertauhid, bertaqwa, bertawakal, dan bertawajjuh (menghadap) kepada Allah, maka berarti ia tidak mempunyai senjata dalam berperang melawan musuh (jin). Sedangkan pada sisi kedua, yaitu pada orang yang bertindak mengobatinya, juga harus memiliki kedua faktor di atas. Semakin kuat kedua faktor ini pada dirinya, maka semakin mudahlah baginya untuk melaksanakan penyembuhan, bahkan ada yang hanya dengan mengatakan,”Keluarlah wahai jin!””Bismillah”, atau, “Lahaula wa la quwwata illa billah (tiada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah).” Rasulullah saw mengucapkan, “Keluarlah wahai musuh Allah ! Aku adalah Rasulullah,”saat mengobati.
Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, “Aku sendiri menyaksikan guruku yakni Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah, menyuruh jin yang berada di dalam tubuh seseorang untuk keluar darinya, dengan mengatakan kepadanya, “Keluarlah kamu dari tubuh orang ini, karena tidak halal bagimu bercokol di sana.’Karena jin itu tidak mau keluar, maka ia memukulnya dengan cara memukul tubuh orang itu dengan sebuah tongkat. Setelah itu, barulah jin itu keluar darinya, dan sembuhlah orang itu dari sakitnya, ia tidak merasakan sakit sama sekali sewaktu tubuhnya dipukul oleh Ibn Tamiyah. Kami, dan orang-orang lain selain kami, telah beberapa kali menyaksikan kejadian itu secara langsung darinya, sampai Syaikh ini berkata,’Ringkasnya, hanya orang-orang yang kurang ilmu akalnya dan ma’rifat saja yang mengingkari penyakit ini serta pengobatannya. Dan kebanyakan penderita penyakit ini adalah disebabkan oleh kurangnya agama pada diri mereka dan rusaknya hati serta lisan mereka akibat tidak tersentuh oleh dzikir, ta’awwuzh, dan ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga jin-jin jahat itu dengan mudah bercokol di tubuh mereka karena tidak bersenjata sama sekali.
Dari penjelasan di atas, tahulah kita bahwa apa yang dituliskan oleh Koran an-Nadwah pada edisi 14/10/1407 H, hal. 8, dari Dr. Muhammad irfan bahwa kata junun (gila) tidak terdapat di dalam kamus kedokteran, dan bahwa dakwaannya yang menyatakan bahwa masuknya jin ke dalam tubuh seseorang lalu berbicara dengan lidah orang itu adalah keliru seratus persen secara ilmiah, itu semua adalah sebuah kebatilan yang timbul akibat ketidaktahuannya terhadap syariat Islam dan ketetapan-ketetapan para ulama Ahlussunah wa al-Jamaah. Ketidaktahuan kebanyakan dokter tentang hal ini tidak ada, justru menunjukkan kebodohan besar dari mereka terhadap apa-apa yang diketahui oleh dokter-dokter / ulama-ulama yang terkenal amanah, jujur, dan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang agama.
Masalah ini sudah menjadi ijma (kesepakatan) para ulama Ahlussunnah wa al-Jamaah sebagaimana disampaikan oleh Ibn Taimiyah dari sekalian ahli ilmu (ulama). Ia (Ibn Taimiyah) juga menerima berita ijma ini dari Abu al-Hasan al-Asy’ari yang didapatkannya dari para ulama Ahlussunnah wa al-Jamaah. Guru besar Abu Abdulah Muhammad ibn Abdullah asy-Syalabi al-Hanafi (w.769 H), di dalam bukunya yang berjudul Akam al-Marjan fi Garaib al-Akhbar wa ahkam al-Jan, bab. 51, juga menerimanya dari Abu al-Hasan al-Asy’ari.
Di atas juga telah aku sebutkan perkataan Ibn al-Qayyim bahwa dokter-dokter terkemuka dan orang-orang pandai telah mengakui kebenaran perkara ini dan bahwa mereka-mereka yang bodoh saja yang mengingkarinya. Maka renungkanlah, wahai pembaca, dan berpegang teguhlah dengan kebenaran ini! Janganlah sampai berperdaya oleh dokter-dokter yang bodoh dan orang-orang seumpama mereka, juga oleh orang-orang yang berbicara tanpa ilmu tentang masalah ini, juga oleh sebagian orang-orang ahli bid’ah dari kalangan kelompok Mutazilah dan kelompok-kelompok lainnya.
Catatan :
Hadits-hadits sahih dan perkataan-perkataan ulama yang telah saya sebutkan di atas menunjukkan bahwa berdialog dengan jin, memberi pelajaran kepadanya, mengingatkannya, dan mengajaknya untuk masuk ke dalam Islam serta responnya terhadap itu semua, tidaklah bertentangan dengan firman Allah SWT di atas tentang doa Nabi Sulaiman. Begitu juga dengan tindakan menyuruhnya kepada kebaikan dan melarangnya berbuat kemungkaran serta memukulnya jika tidak mau keluar dari tubuh seseorang yang dihinggapinya, tidak bertentangan dengan ayat tersebut. bahkan, itu adalah sebuah kewajiban sebagai upaya pencegahan baginya dan perlindungan/pertolongan bagi manusia yang diganggunya. Di atas telah saya sebutkan bahwa Nabi saw telah mencekik leher setan hingga keluar air liurnya dan mengenai jari-jarinya, lalu beliau saw berkata, “Kalaulah bukan karena teringat kepada doa Nabi Sulaiman, sungguh telah aku ikat dia agar bisa dilihat oleh manusia.”
Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda, “Sungguh musuh Allah, iblis. Telah datang kepadaku membawakan sebuah percikan api untuk dilemparkan ke wajahku, maka aku mengucapkan “Audzu billahi minka (aku berlindung kepaada Allah dari kejahatanmu)”sebanyak tiga kali, dan “Al’anuka bi lanatillah al-ammah (aku laknat engkau dengan laknat Allah yang umum)”. Kemudian, kalaulah bukan karena teringat kepada doa Nabi Sulaiman, sungguh telah aku ikat dia agar bisa dipermain-mainkan oleh anak-anak Madinah.” (HR.Muslim dari Abu Darda)
Akhirnya, aku berharap kiranya semua yang telah saya sebutkan ini dapat memuaskan penanya, dan kepada Allah saya meminta melalui Asma’al-Husna-Nya agar Dia membantu kita, sekalian orang Islam, untuk memahami agama dan istiqamah di dalamnya, dan semoga Dia menuntun kita semua kepada perkataan dan amal perbuatan yang benar, terjauh dari perkataan sia-sia tanpa ilmu dan perbuatan-perbuatan mungkar, tanpa kita sadari. Sungguh Dia Maha mampu melakukannya. Kemudian salawat dan salam kepada nabi kita, Nabi Muhammad saw, sahabat-sahabat, dan orang-orang yang setia mengikuti petunjuknya.
Abdul ‘aziz ibn ‘abdullah bin ‘Abdurrahman Ali Baz
Kepala Dewan Pendiri Rabithah ‘Alam Islami di Makkah al Mukarramah
dan Ketua Umum Badan Riset Ilmu, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan
Agama Kerajaan Saudi Arabia
Dikeluarkan pada tanggal 21/1/1407 H
2. Fatwa Lain-nya dari Badan Riset Ilmu, Dakwah, dan Bimbingan Agama, Kerajaan Saudi Arabia
Pertanyaan :
Di antara manusia, ada orang yang tubuhnya dimasuki oleh jin sehingga dikatakan bahwa ia sedang dihinggapi oleh asyad, yakni seorang jin kafir. Masalahnya, setelah memasukinya, jin itu menyuruh orang tersebut untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan syari’at, seperti meninggalkan shalat, pergi ke gereja, atau melakukan hal-hal yang tidak disanggupinya. Jika orang ini tidak mau, maka ia akan menyiksanya. Bagaimanakah cara yang benar menurut syariat untuk mengatasi masalah ini ?”
Jawab :
Jawab :
Menyusupnya jin ke dalam tubuh manusia adalah sebuah perkara yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Adapun jika jin itu menyuruh orang tersebut untuk melakukan hal-hal yang diharamkan menurut syari’at, maka orang itu wajib menolaknya serta tetap berpegang kepada syari’at, sekalipun dengan demikian ia akan mendapatkan penyiksaan darinya. Ia juga harus meminta perlindungan kepada Allah serta membentengi dirinya dengan membaca Al-Quran dan dzikir-dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah saw, di antaranya adalah membaca surah al-Fatimah, surah al-Ikhlas dan mu’awwidzatain (surah al-Falaq dan an-Nas).”Setelah itu, hendaklah ia menghembuskan nafasnya ke kedua telapak tangannya lalu mengusapkannya ke wajah dan seluruh tubuh.
Pertanyaan :
Pertanyaan :
Ketika seseorang sakit lalu mengucapkan perkataan-perkataan yang tidak biasa, orang-orang akan mengatakan bahwa dia kemasukan jin. Apakah ini benar atau tidak ? Lalu mereka mendatangkan orang yang hafal Al-Qur’an dan membacakannya hingga ia kembali sehat seperti semula. Begitu juga dalam pernikahan, mereka mengikat mempelai lelaki dengan bacaan-bacaan yang khusus hingga ia tidak dapat menyetubuhi istrinya pada malam pengantin, apakah ini benar atau tidak ?
Jawab :
Jawab :
Pertama : Jin adalah salah satu jenis makhluk Allah yang keberadaanya disebut dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka juga mukallaf, oleh sebab itu yang beriman di antara mereka akan masuk surga dan yang kafir akan masuk neraka. Adapun kemungkinan jin masuk ke dalam tubuh manusia termasuk hal yang sudah maklum dan terjadi. Adapun yang dipakai untuk mengobatinya adalah obat-obat yang berasal dari syariat, baik itu berupa doa-doa atau dengan membacakan Al-Qur’an kepadanya.
Kedua : Adapun seseorang membaca sesuatu pada malam pernikahan agar seorang suami terikat terhadap istrinya, hingga tidak dapat menyetubuhinya, hal itu merupakan bagian dari sihir. Sihir diharamkan dan tidak boleh menggunakannya. Larangan menggunakannya telah ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan hukuman sihir adalah dibunuh (dipancung).
Shalawat dan salam atas junjungan kita Muhammad Shallallahu Alaihiwa Sallam, keluarga dan para sahabatnya.
Komite Tetap Riset dan Fatwa
Ketua Wakil Ketua
Panitia Anggota Anggota
Abdul Aziz bin Abdul bin Baz Abdurraziq Afifi Abdullah bin Ghudayyan Abdullah bin
Qu’ud
B. FATWA SYAIKH ATHIYYAH SAQAR, KETUA DEWAN FATWA AL-AZHAR MESIR
Pertanyaan :
Aku mempunyai seorang anak yang kadang-kadang mengalami kejang-kejang, kemudian sadar kembali. Seseorang berkata kepadaku, “Bacakanlah kepadanya Al-Qur’an agar Allah menjaganya dari kerasukan jin. Apakah ini benar ?”
Jawaban :
Ada beberapa penyakit syaraf yang disebabkan oleh ganggunan fisik maupun psikis yang dapat diketahui oleh para dokter, dengan cara memeriksa dan mengobatinya dengan obat-obatan modern, atau dengan sarana lain yang diketahui oleh para ahli. Jadi, terlebih dahulu si sakit harus diperiksakan ke dokter. Apabila sembuh maka itulah penyakitnya, akan tetapi jika tidak, berarti penyebabnya adalah hal lain yang kebanyakan manusia masih meragukannya. Meski masalah kejiwaan dan rohani dapat dipastikan dan tidak diragukan lagi, karena saat ini ada metode dan ilmu khusus yang mempelajarinya.
No comments:
Post a Comment
Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...