12/19/2007

Hakikat Was-was dan Pengobatannya


WAS-WAS, kata tersebut disebut dalam Al-Qur’an sebanyak lima kali. Dua kali dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja yang sudah berlalu), yaitu dalam surat al-A’raf ayat 20 dan surat Thaha ayat 120. Dua kali dalam bentuk fi’il mudhari’ (kata kerja yang berlaku sekarang dan yang akan datang), yaitu dalam surat Qaf ayat 16 dan surat an-Nas ayat 5 dan sekali dalam bentuk isim mashdar (kata benda), yaitu dalam surat an-Nas ayat 4.

Dalam surat al_a’raf dan Thaha, Allah SWT menceritakan kembali kepada kita (ummat Muhammad saw) tentang was-was syetan yang telah menimpa Bapak – Ibu kita, Adam dan Hawa alaihiwassalam. Dengan was-wasnya, Iblis atau syetan telah berhasil mengeluarkan Adam dan Hawa dari surga. Dengan sangat liciknya ia berpura-pura menjadi sosok yang baik sebagai ‘penasihat spiritual’ dan ahirnya Adam dan Hawa terpedaya. Setelah sadar keduanyapun segera bertaubat kepada Allah SWT. Dan Allah SWT pun menerima taubat keduanya. (lihat surat al-A’raf ayat 20-23).

Sedangkan dalam surat Qaf dan surat an-Nas, Allah mengingatkan kita agar senantiasa waspada dengan was-was syetan yang mengintai diri kita, sebagai keturunan anak-cucu adam ‘alaihissalam’. Waspada agar was-was syetan tidak selalu hadir dan mempengaruhi kehidupan kita dengan berlindung kepada Allah SWT. Melalui dzikir, do’a dan wirid harian, pagi dan sore. Begitu juga saat was-was syetan hadir, hanya kepada Allah semata, kita memohon bantuan dan pertolongan. Bukan kepada antek-antek syetan, dukun dan orang pinter dan orang sejenis mereka.

WAS-WAS SYETAN ADA DUA MACAM

Was-was syetan dalam kehidupan manusia ada dua macam. Was-was dari dalam dan was-was dari luar. Was-was dari luar itu datangnya dari syetan. Syetan datang kepadanya kemudian menimbulkan was-was atau membisikkannya. Rasulullah saw bersabda, “Salah satu dari kalian bisa saja didatangi syetan seraya bertanya kepadanya, ‘siapa yang menciptakan kamu?’ Maka dia menjawab, ‘Allah’. Lalu syetan bertanya lagi, ‘siapa yang menciptakan Allah?’ Apabila salah satu diantara kalian mendapati hal itu pada dirinya, hendaknya ia berkata, ‘Saya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya’. Ucapan itu akan menghilangkan (was-was) tersebut. (HR. Ahmad dan disahihkan al-Albani).

Sedangkan was-was dari dalam juga bisa disebabkan oleh syetan. Was-was jenis ini pernah dialami oleh salah seorang Rasulullah saw yang bernama Utsman bin Abil ‘Ash. Dia menceritakan venomena was-was syetan yang ada dalam dirinya melalui hadits berikut.

Utsman bil Abil ‘Ash bercerita: “ketika Rasulullah saw menugaskan ke Thaif, aku mengalami suatu gangguan dalam shalatku. Sehingga aku tidak tahu shalat apa yang sedang aku laksanakan. Ketika aku menyadari gangguan tersebut aku segera pergi menemui Rasulullah saw (di Madinah). Beliau bersabda: ‘Ibnu Abil ‘Ash?’. Aku menyahut:’Ya, wahai Rasulullah!’. Beliau bertanya, ‘Apa yang membuatmu datang kemari?’. Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah aku mengalami suatu gangguan dalam shalatku, sehingga aku tidak tahu shalat apa yang aku laksanakan’. Rasulullah bersabda, ‘itulah syetan, mendekatlah kemari’.

Maka akupun mendekat kepadanya, dan aku duduk di atas kedua telapak kakiku. Rasulullah memukul dadaku dengan tangannya, dan meludahi mulutku seraya berkata, ‘keluarlah musuh Allah!’. Beliau melakukan hal tersebut tiga kali, kemudian mengatakan, ‘sekarang lanjutkanlah tugasmu!’ Utsman berkata, “Demi Allah, setelah itu saya tidak pernah mengalami gangguan lagi”. (HR. Ibnu Majah, dan Imam al-Haitsami dalam kitab az-Zawaid menyatakan sanad haditsnya sahih dan perawinya terpercaya). Dari sabda Rasulullah saw, “keluarlah musuh Allah”, kita bisa memahami bahwa syetan tersebut telah berada dalam diri Utsman bin Abil ‘Ash. Sehingga Rasulullah saw menyuruhnya keluar dari dalam jasad Utsman bil Abil ‘Ash.

Pemahaman itu diperkuat oleh sabda Rasulullah saw dalam riwayat shahih lainnya, “Sesungguhnya syetan mengalir dalam tubuh manusia melalui aliran darah.” (HR Muslim). Dalam riwayat lainnya, “Adapun menguap itu datangnya dari syetan, maka hendaklah seseorang menahannya selagi bias. Apabila ia berkata hah…, berarti syetan tertawa dalam mulutnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Dua hadits di atas memberitahukan bahwa syetan bias masuk ke tubuh manusia melalui peredaran darah atau melalui mulut saat menguap dan tidak ditutup.

BAHAYA WAS-WAS

“Was-was adalah biang kejahatan, sangat kuat pengaruhnya dan sangat luas dampak negative yang ditimbulkannya.” Begitulah Ibnul Qayyim menggambarkan bahaya was-was pada diri manusia dalam kitab tafsirnya.

Banyak sekali bahaya was-was diantaranya:

1. Menjerumuskan manusia dalam kemaksiatan.

Apabila yang bersangkutan tidak segera menepisnya. Sudah banyak kejadian yang menghebohkan suasana dan membelalakkan mata kita. Ada orang yang kita kenal sebagai orang baik-baik, pendiam dan tidak banyak ulah. Lalu tiba-tiba terdengar berita bahwa orang tersebut telah melakukan kemaksiatan atau tindakan criminal. Seorang pemimpin pesantren melakukan pelecehan seksual pada muridnya sendiri. seorang bapak menodai anaknya sendiri. seorang ulama’ besar terjerumus dalam kasus bau mistik dan sarat syirik. Pejabat pemerintah yang selama ini dikenal baik, tiba-tiba sekandalnya terkuak. Kejadian demi kejadian itu terjadi dengan begitu cepatnya dan membuat kita terpana.

Was-was syetan yang bisa menjungkirbalikkan kondisi manusia dalam sesaat juga pernah dialami oleh dua orang sahabat Rasulullah saw dari kaum Anshar. Menurut Ibnul Athtahr, nama kedua sahabat itu adalah Usaid bin Hudhair dan ‘Abbad bin Bisyr, inilah cerita langsung dari istri Rasulullah saw yang bernama Shafiyyah binti Huyai.

Ketika Rasulullah melakukan I’tikaf , pada suatu malam Shafiyyah mendatanginya untuk membicarakan sesuatu. Lalu aku bangkit dan mau pulang, Rasulullah juga bangkit dan mengantarkanku. Rumahku berada di rumah Usamah bin Zaid. Tiba-tiba lewatlah dua orang Anshar. Ketika keduanya melihat rasulullah saw, keduanya mempercepat langkahnya. Lalu Rasulullah saw bersabda, ‘Berhenti!’ Yang bersamaku adalah Shafiyyah binti Huyai’. Keduanyapun mengucapkan, ‘Maha suci Allah, wahai Rasulullah…’. (Rasulullah memotong ucapan keduanya) dengan sabdanya, “sesungguhnya syetan mengalir dalam tubuh manusia melalui aliran darah. Saya khawatir kalau (syetan itu) telah membisikkan yang negative kepadamu, atau berkata sesuatu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ya, sebelum keduanya berprasangka negative terhadap Rasulullah saw dan seorang wanita yang lagi bersamanya, Rasulullah saw menjelaskan duduk perkaranya, bahwa wanita itu adalah istrinya sendiri, Shafiyyah. Karena melihat langkah keduanya yang dipercepat, Rasulullah saw khawatir kalau keduanya telah diberi was-was oleh syetan (bisikan negative), lalu berburuk sangka kepada Rasulullah saw. Karena syetan itu bisa bercokol dalam diri manusia, dan bisa melakukan was-was setiap waktu.

2. Mengurangi dan mengacaukan aktifitas penderitanya

Orang yang dalam hidupnya dijangkiti was-was, yang paling dirugikan adalah jadwal aktifitasnya. Bila jadwal aktifitasnya amburadul, bisa jadi mengakibatkan kerugian secara materi. Seharusnya dia bisa melakukan perbuatan itu lima belas menit. Akhirnya bisa molor sampai dua jam atau tiga jam.

Kalau ada karyawan kantor yang menderita was-was dalam mengambil air wudhu misalnya. Yang mana ia punya waktu istirahat sekitar satu jam untuk makan siang dan shalat Dhuhur, bagi orang yang normal, proses berwudhu membutuhkan waktu tidak lebih dari lima menit. Tapi bagi orang yang was-was, proses wudhu bisa memerlukan waktu lebih panjang. Karena ia harus mengulang-ulang basuhan anggota badannya saat berwudhu. Belum lagi kalau air yang tersedia habis, karena ia selalu mengulang-ulang wudhunya.

Kalaupun ia masih punya waktu yang tersisa, maka shalatnya tidak akan tenang karena ia harus kembali masuk kantor lagi tepat pada waktunya. Begitu juga makan siangnya, ia tidak akan bisa menikmatinya dengan nyaman, karena harus berburu waktu. Itu kalau karyawan biasa. Kalau dia seorang pemimpin yang harus berjibaku dengan jadwal meeting atau pertemuan dengan relasi yang sangat padat. Tak ayal ia harus rela melepaskan tender proyek, karena amburadulnya jadwal agendanya. Dan orang lain akan menyerobotnya. Pernah ada seorang sopir pribadi yang datang ke kantor Majalah Ghoib, dan ia bercerita bahwa bosnya telah memecatnya, gara-gara penyakit was-was yang dideritanya saat berwudhu dan shalat. Sehingga ia sering telat.


3. Membuat hidup penderitanya tidak tenang

Disamping jadwal waktunya yang kacau, was-was bisa juga mempermalukan penderitanya. Bisa kita bayangkan, kalau ada orang yang menderita was-was dalam shalatnya, lalu ia shalat berjama’ah di mesjid besar, yang jamaahnya memenuhi ruangan. Saat imam sudah takbir, dan makmum lainnya segera mengikutinya dengan takbir. Kemudian mereka berusaha khusu’ dan berusaha memahami bacaan iftitah atau al-Fatihah yang lagi dibaca.

Tiba-tiba si penderita was-was mengulangi takbir pertamanya yang dirasa tidak sah. Lalu takbir lagi dan takbir lagi, karena merasa belum pas. Pasti ia akan menjadi tatapan mata jamaah lainnya saat shalat usai. Majalah Ghoib pernah bertemu dengan seorang laki-laki paruh baya, yang tidak mau lagi shalat berjamaah di masjid karena penyakit was-was yang ia derita saat memulai shalat. Dan iapun merasa sangat tertekan dalam hidupnya dengan kondisi yang dialaminya.

4. Mengganggu dan menyakiti hati orang lain
Kita bisa bayangkan, kalau lagi antri panjang untuk berwudhu, lalu di ujung sana, orang yang lagi berwudhu adalah orang yang terjangkiti was-was. Durasi wudhunya lama, airpun yang seharusnya cukup buat sepuluh orang, hanya cukup untuknya. Dan ketika tiba giliran kita, air itu ternyata stoknya habis.

Atau ketika sedang shalat, persis di samping kita melafazhkan niat dengan diulang berkali-kali, lalu saat takbir pun diulang beberapa kali. Pasti konsentrasi kita akan buyar, kekhusu’an kita akan terganggu, begitu juga bacaan shalat kita.

Ibnul Qayyim pernah bercerita dalam kitabnya, bahwa ada orang yang terjangkit was-was sedang shalat berjama’ah. Saat imam sudah takbir, orang tersebut melafazhkan niatnya. Dan ia adalah orang yang terjangkiti was-was dalam pengucapan kalimat. Sepertinya tidak cukup baginya untuk melafazhkan “ushalli” dengan satu kali. Ia selalu mengulang-ulanginya.

Dan ketika ia mengucapkan lafazh “Ada-an lillahi ta’ala” (Melaksanakan karena Allah ta’ala), dia salah mengucapkannya dengan kata, “Adza-an lillahi ta’ala” (Untuk menyakiti Allah ta’ala). Lalu makmum yang disampingnya merasa terganggu dan membatalkan shalatnya seraya berucap di dekat telinganya, “Wali rasulihi wa malaikatihi wa jamaatil mushallin” (Juga menyakiti Rasul-Nya, Malaikat-Nya dan jamaah lain yang sedang shalat). (Kitab Ighaatsatul Lahfan: 1/135).

5. Meninggalkan sunnah Rasul dan mengikuti was-was syetan

Dan inilah dampak yang paling membahayakan. Misalnya orang yang terjangkiti rasa was-was dalam wudhunya. Ia merasa bahwa membasuh anggota wudhu dengan air tiga kali merasa tidak cukup. Akhirnya ia membasuhnya berkali-kali melebihi yang disunnahkan Rasulullah saw, yaitu tiga kali. Karena terjangkiti rasa was-was itu, akhirnya terpola dalam pikirannya bahwa cara wudhu yang seperti itulah yang lebih utama. Padahal itu adalah bentuk dari pemborosan dalam menggunakan air, walaupun untuk berwudhu atau bersuci.

Perhatikanlah bagaimana para sahabat Rasulullah saw menjauhi penggunaan air yang boros. Abdullah bin Umar berkata, kami dan sekelompok laki dan perempuan pernah berwudhu (bergantian) dan membasuh tangan-tangan kami dalam satu wadah air pada zaman Rasulullah saw. (HR. Ibnu Khuzaimah). Dan dalam riwayat lain, Amr bin Syueib bercerita dari kakeknya bahwa, “Ada seorang arab Badui datang ke Rasulullah saw, ia bertanya tentang wudhu. Lalu beliau memberinya contoh tiga kali tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Beginilah cara berwudhu, barang siapa yang melakukan lebih dari itu, berarti ia telah menyalahi (sunnahku), zhalim dan melampaui batas.” (HR. Ibnu Majjah).

6. Menyeret penderitanya pada jurang kekufuran

Apabila was-was yang diderita seseorang itu adalah was-was dalam keimanan atau akidah, maka was-was tersebut akan menjadikannya keluar dari iman dan akidah yang benar. Inilah dampak yang paling membahayakan dan fatal. Ia bisa meragukan ke-Esaan Allah SWT, meragukan kebenaran ayat-ayat Allah SWT. Bahkan akan meragukan bahwa hanya Allah lah sebagai tuhan yang berhak disembah, karena ia juga mengakui tuhan-tuhan lainnya yang disembah pengikut agama lain, dengan membenarkan ajaran agama lain tersebut.

Maka dari itu, Rasulullah saw memberikan solusi yang tegas, apabila seseorang mengalami was-was dalam akidah atau keimanannya kepada Allah SWT. Solusi sedini mungkin untuk menghentikannya dan berlindung kepada Allah SWT, agar bisikan jahat dan pikiran yang merusak itu tidak punya ruang gerak untuk menggelincirkan iman pemiliknya.

Dalam hadits, Rasulullah saw menegaskan, “Syetan akan selalu mendatangi salah seorang dari kalian seraya bertanya, ‘Siapa yang menciptakan ini?’ ‘Siapa yang menciptakan ini?’ sampai pada pertanyaan: ‘Siapa yang menciptakan Allah?’ Barang siapa yang mendapati dalam dirinya pertanyaan tersebut, maka berlindunglah kepada Allah (baca isti’adzah), dan hendaklah menghentikannya (mengakhirinya)’. “(HR. Bukhari).

Semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita dari penyakit was-was syetan, dan melindungi kita semua dari dampak buruk yang diakibatkan oleh was-was, apapun bentuknya dan darimanapun sumbernya, syetan jin atau syetan manusia. “Katakanlah! Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia (QS. An_Nas:1-6).

ALLAH BERFIRMAN, “ Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. “(QS. An-Nas: 5). Dalam ayat tersebut, Allah SWT memberitahukan kepada kita bahwa tempat bisikan syetan pada manusia ada di dadanya. Allah SWT telah memberikan kemampuan bagi syetan untuk bisa masuk ke tubuh manusia, bahkan sampai menembus hatinya. Hati merupakan bagian yang sangat fital fungsinya bagi manusia. Kalau hati yang fital itu telah dikuasai syetan, maka pemiliknya akan menjadi mainan syetan seperti anak kecil yang memainkan bola di tangannya.

Dalam haditsnya Rasulullah saw bersabda, “Ketahuilah, bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Apabila (segumpal daging) itu baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.“ (HR. Bukhari dan Muslim).

Berikut ini uraian mengenai 6 jenis penyakit was-was:

1. WAS-WAS PEMICU KEMAKSIATAN

Allah SWT berfirman, “Tidakkah kamu lihat, bahwasanya kami telah mengirim syetan-syetan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasut mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh?” (QS. Maryam: 83).

Banyak orang yang dalam kesendiriannya, atau dalam kesulitan yang melilitnya, setra kesempatan yang menghimpitnya kemudian berbuat nekat. Ia menghalalkan segala cara agar memenuhi gelora syahwatnya. Ia akan menempuh semua jalan untuk keluar dari kesulitan, ia akan melakukan apa saja agar terbebas dari himpitan hidup.

Syetan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Ia mengobral janji, memberi harapan-harapan yang menggiurkan, menabur kenikmatan semu yang melenakan. Akhirnya manusia terjebak, dan mengikuti bujukan syetan. Padahal kenikmatan semu tersebut berada dalam kubangan maksiat. “Syetan itu memberikan janji-janji kepada mereka dengan membangkitkan angan-angan kosong kepada mereka, padahal syetan itu tidak menjanjikan kepada mereka kecuali tipuan belaka.” (QS. An-Nisa’ : 120)

Ibnul Qayyim al-Jauziyyah membeberkan kronologi syetan saat melakukan was-was dan menghasung para hamba Allah SWT untuk berbuat kemaksiatan dan dosa. “Was-was adalah pemicu keinginan. Disaat hati seorang hampa dan belum terbersit keinginan untuk berbuat sesuatu, maka syetan melakukan was-was. Lalu terlintaslah dalam benaknya untuk berbuat kemaksiatan dan dosa. Syetan mengiming-imingnya dengan kenikmatan dan menghiasnya dengan syahwat, sehingga terbayang olehnya dan kelezatan dan kepuasan nafsu, dan ia pun terlena dan lupa akan dampak buruk dari perbuatan yang akan dilakukan. Segala akibat negative dan menyakitkan tertutup oleh gelora nafsu.

Tidak ada gambaran baginya kecuali kelezatan dan buah maksiat. Sehingga keinginan yang terlintas dalam hatinya itu menguat dan mengkristal. Syetanpun semakin sibuk untuk memprovokasinya agar niat itu segera diwujudkan. Jika niatnya itu redup, syetan dan tentaranya sibuk untuk mengobarkannya. Sampai ia betul-betul mewujudkan niatnya dan melakukan dosa dan kesalahan.”(Tafsir al-Qayyim: 609).

Waspadalah was-was jenis ini, karena syetan sangat licik. Allah menceritakan bahwa Nabi Adam dan isterinya juga pernah menjadi korban was-was ini, “Maka syetan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya. Dan syetan berkata, ‘Tuhan kamu tidak melarangmu untuk mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga).” (QS. Al-A’raf: 20).

2. WAS-WAS PERUSAK IDEOLOGI (AQIDAH)

Aqidah adalah unsur yang sangat prinsip dalam kehidupan seorang muslim. Para umat terdahulu serta sahabat-sahabat Rasulullah saw rela mempertaruhkan jiwa dan raga mereka untuk mempertahankan aqidah yang benar. Mereka tidak silau dengan kemilau dunia, langkah mereka tidak mundur walaupun badai permusuhan orang-orang kafir terus datang menerpa.

Karena aqidah merupakan unsure yang vital, maka syetan pun menjadikannya sebagai sasaran utama untuk menjerumuskan anak-cucu Adam. Iblis berkata, “Karena Engkau telah menghukumku sesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (QS. Al-A’raf : 16).

Rasulullah menegaskan kepada kita akan was-was syetan untuk merusak aqidah kita, agar kita selalu waspada. “Manusia akan senantiasa bertanya-tanya. Sampai materi pertanyaan adalah, “Kalau Allah yang menciptakan semua makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah? Barang siapa yang menemukan hal itu pada dirinya, maka katakanlah: “Saya telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya’. “(HR. Muslim dan Abu Daud).

Imam al-Khattabi berkata, “Hadits tersebut menjelaskan bahwa apabila syetan melakukan was-was (pada seseorang) dengan pertanyaan seperti itu, hendaknya ia berlindung kepada Allah darinya, lalu mengcutnya (menghentikannya), tidak usah diperpanjang. Karena itulah cara menghentikan was-was (syetan). Hal ini berbeda apabila yang melakukan was-was adalah syetan manusia. Karena kita dapat mematahkan was-wasnya dengan dalil dan argument yang kuat. Apabila argumennya kalah, ia akan berhenti. Tapi was-was syetan itu tiada akhirnya. Bahkan bila kita beri argument, ia malah memberi was-was lain sampai kita dibuatnya bingung. Semoga Allah melindungi kita dari was-was jenis ini.” (Fathul Bari: 6/341).

3. WAS-WAS DALAM BERWUDHU

Was-was dalam berwudhu bisa meliputi keraguan dalam niat, mengulang-ulang dalam membasuh anggota wudhu atau boros dalam menggunakan air.

Seseorang ulama’ fiqh, Mumammad bin’Ajlan berkata, “Orang yang mumpuni (faqih) dalam agama Allah, akan menyempurnakan wudhu dengan sedikit menggunakan atau menuangkan air.” Sedangkan imam Ahmad binHanbal berkata, “Termasuk tanda kurang mumpuninya seseorang dalam agama, borosnya dia dalam mengguakan air.” (Ighatsatul Lafhan: 1/4).

Dalam haditsnya, Rasulllah saw mengingatkan kita agar waspada dengan syetan air yang bernama Walhan. Karena syetan ini akan selalu menebar was-was untuk orang yang sedang berwudhu. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya dalam wudhu itu ada syetan, yang dinamakan Walhan. Maka hati-hatilah terhadap was-was air.” (HR. Ibnu Majah).

Penulis Sarah Sunan Ibnu Majah mengatakan, “Secara bahasa Walhan itu artinya yang hilang akalnya atau tamak untuk menguasai sesuatu. Syetan wudhu disebut Walhan, bisa jadi karena getolnya dia dalam menebar was-was pada orang yang berwudhu. Atau karena perbuatannya itu membuat orang yang wudhu jadi bingung dan linglung seperti orang yang hilang akalnya. Ia tidak tahu bagaimana syetan bisa ngerjain dia, sampai ia tidak tahu apakah air yang dituang sudah membasahi anggota wudhunya atau belum. Atau sudah berapa kali ia telah membasuh anggota wudhunya. (Syarh Sunan Ibnu Majah:1/34).

Abdullah bin Umar berkata, “saat Rasulullah melewati Sa’ad yang lagi berwudhu, Rasulullah menegurnya, ‘Wahai Sa’ad, kenapa kamu terlalu boros menggunakan air?’ ia menjawab, ‘Apakah dalam berwudhu juga ada mubadzir (boros)?’ Rasulullah bersabda, “ya, walaupun kamu berada dalam sungai yang mengalir.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal bercerita, “Saya pernah berkata pada ayahku, bahwa saya termasuk orang yang banyak menggunakan air wudhu. Lalu diapun melarangku untuk melakukan hal itu. Dia berkata, “Sesungguhnya dalam wudhu itu ada syetannya, yang dinamakan Walhan.” Ayahku sering mengingatkanku tentang masalah ini dan melarangku agar tidak boros dalam menggunakan air. Pernah dia menegurku, “Wahai anakku, iritlah dalam menggunakan air.” (Ighatsatul Lafhan: 1/42).

4. WAS-WAS DALAM MANDI

Mandi adalah salah satu cara untuk membersihkan badan dari kotoran dan menghilangkan bau badan. Ia juga merupakan cara sehat untuk mengembalikan kondisi badan yang loyo, agar fresh kembali. Kalau kategori mandinya itu mandi besar, maka tidak hanya kotoran fisik yang dihilangkan, tapi juga menghilangkan hadats besar, seperti mandi junub atau mandi setelah berhenti keluarnya darah nifas dan haid.

Karena mandi seperti itu merupakan bagian dari ibadah, syetan juga tidak akan membiarkan atau melewatkan momen itu begitu saja. Ia dan teman-temannya juga melakukan was-was terhadap orang yang mandi atau bersuci. Rasululah pernah bersabda, “Akan ada diantara umatku nanti kaum yang berlebih-lebihan dalam bersuci dan berdo’a.” (HR. Abu Daud).

Was-was dalam shalat bisa terjadi dalam niatnya, atau mengalirnya air ke seluruh tubuhnya, atau banyaknya debit air yang ia pakai mandi, sehingga ia ragu apakah air itu suci dan mensucikan?.

Abul Faraj Ibnul Jauzi bercerita, “ Ibnu ‘Aqil pernah cerita kepadaku, bahwa ada seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata, ‘Apa pendapatmu jika aku mandi besar dengan menceburkan diriku ke air berkali-kali, tapi aku masih ragu, apakah mandiku sudah sah apa belum?’ Ibnu ‘Aqil berkata, ‘Pergilah kamu! Kamu tidak berkewajiban untuk shalat,’ Dia bertanya keherana, ‘Bagaimana bisa begitu?’ Ibnu Aqil menjawab, ‘Karena Rasulullah telah bersabda, “Kewajiban tidak diwajibkan bagi tiga orang. Orang gila sampai ia sembuh, orang tertidur sampai ia bangun, anak bayi sampai ia baligh.” Orang yang telah menenggelamkan badannya ke air berkali-kali, lalu ia ragu apakah mandinya sudah sah apa belum adalah orang gila.” (Ighatsatul Lafhan: 1/ 34).

5. WAS-WAS DALAM SHALAT

Was-was dalam shalat dalam shalat juga pernah menimpa salah seorang sahabat Rasulullah yang bernama Utsman bin Abil ‘Ash. Ia telah datang ke Rasulullah saw seraya mengadu kepadanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syetan telah hadir dalam shalatku dan membuat bacaanku ngaco dan rancu. ‘Rasulullah menjawab, :Itulah syetan yang disebut dengan Khinzib. Apabila kamu merasakan kehadirannya, maka meludahlah ke kiri tiga kali dan berlindunglah kepada Allah.’ Akupun melakukan hal itu, dan Allah menghilangkan gangguan itu dariku.” (HR. Muslim).

Dan dalam riwayat lain, Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda, “Jika salah seorang dari kalian shalat, syetan akan datang kepadanya untuk menggodanya sampai ia tidak tahu berapa rekaat ia telah shalat. Apabila salah seorang dari kalian mengalami hal seperti itu, hendaklah ia sujud dua kali (sujud sahwi) saat ia masih duduk dan sebelum salam, setelah itu baru mengucapkan salam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Termasuk tipudaya syetan yang banyak mengganggu mereka adalah was-was dalam bersuci (berwudhu) dan niat atau saat takbiratul ihram dalam shalat. Was-was itu membuat mereka tersiksa dan tidak nyaman. Dan juga bisa mengeluarkan mereka dari garis yang telah disunnahkan Rasulullah. Bahkan diantara mereka ada yang berfikir bahwa apa yang telah dicontohkan Rasulullah itu tidak cukup, mereka butuh sesuatu atau amalan tambahan untuk memantapkan niatnya. Akhirnya mereka terjerumus dalam presepsi yang salah, kepayahan dalam pelaksanaan ibadah serta pahala yang berkurang atau malah rusak.” (Ighatsatul Lafhan: 1/197).

6. WAS-WAS DALAM MEMBACA AL-QUR’AN

Was-was dalam membaca al-Qur’an terjadi dalam melafazkan huruf-hurufnya. Memang kita tidak boleh sembarangan dalam membaca al-Qur’an, ada kaidah baca yang harus kita ikuti. Allah SWT berfirman, “Dan bacalah al-Qur’an dengan perlahan-lahan (tartil).” (QS. Al-Muzzammil: 4). Ali bin Abi Thalib menafsirkan kalimat “Tartil” dengan mentajwidkan huruf dan mengetahui dimana harus berhenti. (Kitab Abjadul ‘Ulum:2/571). Sedangkan imam Qurthubi mengatakan, “Yang dimaksud dengan tartil adalah membacanya dengan pelan dan jelas disertai memahami maknanya.” (Tafsir al-Qurthubi: 19/37).

Abul Fajar Ibnul Jauzi berkata, “Terkadang iblis melakukan was-was dalam shalat seseorang dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an. Sampai ada yang membaca al-hamdu pada surat al-Fatihah dengan diulang-ulang. Dan ada juga berusaha keras dan sekuat tenaga sampai keluar air ludahnya dalam mengucapkan huruf “Dhad” dalam membaca “Ghairil Maghdubi”. Iblis telah mengalihkan perhatian mereka dari memahami makna, dialihkan ke pengucapan huruf yang berlebihan dan melampaui kaidah baca.” (Ighatsatul Lafhan : 1/60).

Waspadai 6 jenis was-was di atas, begitu juga was-was lainnya.jangan terpedaya oleh rayuan syetan. “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, bila mereka ditimpa was-was dari syetan, mereka ingat kepada Allah SWT. Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201).


MENGOBATI PENYAKIT WAS-WAS

IMAM Abu Hamid al-Ghozali berkata, “Was-was itu penyebabnya ada dua. Pertama, bodoh terhadap syari’at. Kedua, adanya kekacauan dalam akal atau pikiran. Dan keduanya merupakan kekurangan dan aib yang paling besar dalam diri seseorang.” (Ighotsatul Lafhan: 1 / 139).

Oleh karena itu, apapun bentuk dan macam dari was-was yang menimpa kita, kita bisa mengikis atau menganggulanginya dengan menghilangkan dua kekurangan yang menjadi penyebab seseorang terjerumus dalam was-was. Yaitu dengan ilmu dan ittiba’ (mengikuti) teladan kita, Muhammad Rasulullah saw.

Kebodohan hanya bisa diperangi dengan ilmu. Ilmu yang bisa mengantarkan kita mengenal ajaran Allah SWT dan mengetahui sunnah Rasul-Nya, yaitu ilmu syari’at. Dengan ilmu itu, kita bisa memahami apa saja yang telah dilakukan oleh Rasulullah semasa hidupnya. Lalu kita mengikutinya dan menjadikannya sebagai imam dan teladan yang terus diikuti.

Allah SWT berfirman, “Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Ali Imran: 31).

OBAT MENGATASI WAS-WAS SECARA KHUSUS

1. Was-was Akidah
1. Mengedepankan yang yakin dan mengubur keraguan.
2. Membaca isti’adzah, dan segera menghentikan pikiran yang menyeret pada keraguan.
3. memantapkan hati dengan ucapan, “saya telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Was-was Dalam Shalat
1. Mengedepankan yang yakin daripada yang meragukan.
2. Berlindung kepada Allah SWT dengan membaca do’a Isti’
3. Merunduk dan meludah kearah kaki kiri tiga kali.
4. Kalau was-was atau keraguan datang lagi, maka lakukanlah tiga tindakan di atas atau ulangi lagi.
5. Lalu lakukanlah sujud sahwi swbelum salam, jika sebelum salam kita teringat bahwa ada rekaat yang kurang atau terlupakan serta kelebihan.
3. Was-was Dalam Wudhu atau Mandi
1. Bacalah Bismillah dan berlindunglah kepada Allah SWT dari was-was
2. Ikutilah etika Rasulullah saw dalam berwudhu atau mandi
3. Hindari pemborosan dalam penggunaan air
4. Kalau was-was muncul, maka segeralah tepis dan jangan diikuti.

Abu Abdillah bin Muflih al-Maqdisi berpesan, “Seyogyanya orang-orang yang berwudhu itu menyederhanakan dua hal. Pertama, niat. Karena aku pernah melihat sebagian orang yang ditimpa was-was, dia bersiap-siap untuk mengambil air wudhu mulai dari awal Shubuh sampai matahari hampir terbit, karena lamanya ia dalam meyakinkan niat.

Kedua, membasuh anggota wudhu. Ada orang yang berkumur, istinsyaq (memasukkan air he hidung), membasuh anggota wudhu dengan mengulang-ulang sampai dua puluh kali. Karena dia merasa bahwa apa yang dilakukannya belum sah dan tidak mengikuti sunnah. Padahal dia telah menyalahi sunnah.” (Mushibah Akibat Tipuan Syetan : 227).
4. Was-was Dalam Membaca Al-Qur’an

1. Belajarlah baca al-Qur’an pada ahlinya secara langsung, agar tidak ada keraguan dalam melafazhkan bacaannya.
2. Bersuci terlebih dahulu sebelum membaca al-Qur’an
3. Membaca Isti’adzah dan Basmalah
4. Tepis was-was syetan bila tiba-tiba hadir dalam membaca al-Qur’an.

OBAT MENGATASI WAS-WAS SECARA UMUM

1. Membekali diri dengan akidah yang benar dan lurus. Dengan begitu ia bisa menolak was-was syetan dengan segala jenis tipudayanya yang licik.
2. Berpegang teguh kepada syari’at Allah SWT, berlindung kepada-Nya dengan dzikir dan do’a.
3. Menjaga rutinitas bacaan al_Qur’an dan mempelajari sunnah-sunnah nabi-Nya.
4. Melakukan ruqyah syar’iyyah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw.

RUQYAH OBAT YANG PAS UNTUK WAS-WAS

Untuk langkah preventif agar was-was syetan tidak hadir, lakukanlah ruqyah syar’iyyah secara mandiri. Dengan membaca dzikir atau wirid pagi dan sore serta do’a lainnya yang sudah di ajarkan oleh Rasulullah saw. Begitu juga saat was-was telah menimpa diri kita. Lakukanlah ruqyah mandiri, atau meminta bantuan orang lain sebagaimana yang telah dilakukan oleh sahabat Utsman bin Abil Ash saat ditimpa was-was. Ia meminta bantuan Rasulullah saw untuk meruqyahnya. Dan diriwayat lain ia melakukan ruqyah secara mandiri, mengikuti apa yang telah diajarkan Rasulullah saw.

No comments:

Post a Comment

Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...