12/03/2007

Ruqyah Syar'iyyah


A. DEFINISI RUQYAH


Makna Ruqyah Secara Terminologi

¨ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa 10/195 : “Ruqyah artinya memohon perlindungan. Al Istirqa’ adalah memohon dirinya agar diruqyah. Ruqyah termasuk bagian dari doa.”

¨ Sa’ad Muhammad Shadiq dalam Shira’Bainal Haq wal Bathil halaman 147 berkata : “Ruqyah pada hakekatnya adalah berdoa dan tawassul untuk memohon kepada Allah kesembuhan bagi orang yang sakit dan hilangnya gangguan dari badannya.”
¨ Ruqyah menurut para Ulama adalah suatu bacaan dan doa yang dibacakan dan ditiupkan untuk mencari kesembuhan. Ruqyah ada dua macam yaitu Ruqyah Syar’iyyah dan Ruqyah Syirkiyyah.

B. DALIL RUQYAH SYAR’IYYAH

1. Dari Al Qur’anul Karim

Al Qur’anul Karim adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berangsur-angsur dan kita diperintahkan beribadah dengan membacanya. Adab tilawah yang paling baik adalah dengan bacaan tartil disertai tadabbur maknanya, sehingga Al Qur’an merasuk dalam hati dan membersihkan penyakit-penyakitnya.
Al Quranul Karim diturunkan sebagai Al Huda (petunjuk) untuk orang-orang yang bertaqwa dengan ciri-ciri yang diterangkan dalam surat Al Baqarah ayat 1 sampai dengan 5. apabila kita mengfungsikan Al Quranul Karim yang kita imani sebagai kitab petunjuk, maka membacanya, mentadabburinya, mengamalkannya, dan mendakwahkannya, dan memperjuangkan tegaknya hukum Al Qur’an adalah ia sebagai Asy Syifa’ (obat) dan Ar Rahmah (kasih sayang) dari Allah bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman dalam Surat Al Isra’ ayat 82 :

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan kami turunkan Al Qur’an yang dia itu sebagai obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Dan Allah berfirman dalam surat Fushshilat ayat 44 :

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Katakanlah : Dia (Al Qur’an) bagi orang-orang yang beriman sebagai petunjuk dan obat.”
Syekh Asy Syinqithi rahimahullah berkata : “obat yang mencakup penyakit-penyakit hati seperti ragu-ragu, kemunafikan, dan yang lainnya, juga obat yang mencakup penyakit-penyakit fisik apabila diruqyahkan kepadanya, sebagaimana kisah seorang yang terserang binatang berbisa kemudian diruqyah dengan Al Fatihah.” (Lihat Adhwaul Bayan 3/624).

2. Dalil Dari As Sunnah

1. Berobat dengan bacaan Al Qur’an adalah bagian dari mengamalkan Al Qur’an sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meniup kedua tangannya dengan membaca Al Ikhlash. Al Falaq, dan An Nas disaat beliau sakit menjelang wafatnya, kemudian beliau mengusapkan kedua tangannya ke seluruh tubuhnya.

Dari Aisyah ra berkata : “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah peniup untuk dirinya dalam keadaan sakit menjelang wafatnya dengan bacaan Al Mu’awwidzat, surat Al Ikhlash dan Al Mu’awwidzatain. Maka ketika beliau kritis, akulah yang meniupkan bacaan itu dan aku usapkan kedua tangannya ke tubuhnya karena keberkahan tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim).

2. Al Malak Jibril as diutus oleh Allah untuk meruqyah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit :

Dari ‘Asiyah ra berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sakit, jibril meruqyahnya. Ia berkata : “Dengan nama Allah, dia membebaskanmu, dan dari setiap penyakit dia menyembuhkanmu, dan dari setiap orang yang dengki ketika dengki, dari setiap orang yang punya mata berbahaya.” (HR.Muslim, dalam Syarah An Nawawi 4/1718)

3. Para shahabat juga memahami bahwa Al Qur’an adalah obat, maka ketika Abu Sa’id Al Khudry ra meruqyah pimpinan kaum yang terkena gigitan ular berbisa dengan membacakan Al Fatihah dan mengumpulkan ludahnya kemudian meludahkannya, hadiah sekelompok kambing dan disampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau menyambut :“Kenapa kamu tahu bahwa ia (al Fatihah) itu ruqyah ?” Kemudian beliau bersabda : “Sungguh kalian benar, buatkan untukku satu bagian bersama kalian !” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa.” (HR.Bukhari dan Muslim). Secara jelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :“Fatihatul kitab obat untuk segala penyakit.” (HR.Ad Darimy)

4. Memohon ruqyah tanpa bergantung kepada orang lain bukanlah sesuatu yang tercela. Dari ‘Aisyah ra berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan aku agar aku minta diruqyah dari ‘ ain (pandangan mata yang berbahaya).” (HR.Bukhari 7/23 dan Muslim dengan Syarah An Nawawi 4/184)

5. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memberikan pelayanan ruqyah bagi para shahabatnya, ketika ada yang sakit. Dari ‘Aisyah ra berkatan : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila ada orang sakit diantara kami, beliau menyentuhnya dengan tangan kanannya, kemudian beliau berkata : Hilangkanlah sakit, wahai Tuhan manusia, dan sembuhkanlah, Engkaulah Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan tanpa meninggalkan rasa sakit.” (HR.Bukhari dan Muslim)

6. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meruqyah dengan tanah dan ludah bagi orang yang sakit.
Dari ‘Aisyah ra berkata : “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membacakan bagi orang yang sakit : “Dengan nama Allah, inilah tanah bumi kami, dengan ludah sebagian kami, orang sakit kami disembuhkan, dengan izin Tuhan kami.” (HR. Bukhari, Fathul Bari 10/208)

7. Diriwayatkan bahwa Abu Sa’id al-Khudri telah dipatuk ular dengan membacakan surah al-Fatihah dan perbuatannya ini dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

8. Muslim telah meriwayatkan dari Anas ibn Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperbolehkan ruqyah terhadap orang yang terkena sihir, racun, dan borok dirusuk. An-Nawawi, mengenai hadits dari Anas ini mengatakan ”Bukanlah maksudnya disini bahwa ruqyah hanya diperbolehkan pada ketiga keadaan tersebut. Dalam hadits ini, Beliau hanya ditanya tentang yang lainnya, tentu beliau pun mengizinkan pula.”

9. Dari Mathar bin Abdur Rahman, ia berkata: “Telah diceritakan kepadaku ummu Abbad dari bapaknya bahwa kakeknya Az-Zari pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa anaknya yang gila, diceritakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul punggung anak itu seraya berkata ”Keluarlah hai musuh Allah” Kemudian anak itu menatap dengan pandangan yg sehat tidak seperti sebelumnya.”

10. Dari jabir bin Abdullah, ia berkata: “Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Dzatur Riqa’. Ada wanita membawa anaknya yang dikuasai syaithan, maka Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ”Dekatkanlah anak itu padaku”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka mulutnya dan meludah kedalam mulut anak itu seraya berkata ”pergilah musuh Allah”.

11. Dari Ibnu Abbas bahwa wanita datang membawa anaknya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata ”Wahai rasul, ia terkena penyakir gila”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memantrainya (meruqyah) dan mengusap dadanya, lalu anak itu muntah dan keluar dari mulutnya seperti binatang kecil lalu bergerak. (kami tim ruqyah sering mendapati pasien muntah ketika dibacakan ayat-ayat ruqyah dan mengeluarkan berbagai macam benda-benda aneh)

12. Diriwayatkan dari ‘Utsman ibn Abi al-‘Ash ats-Tsaqafi mengenai terapy ruqyah untuk mengobati penyakit fisik bahwa ia berkata,”Aku telah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan sebuah penyakit yang hampir saja membinasakanku. Maka beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ”letakkanlah tanganmu di atas bagian tubuhmu yang sakit, lalu bacakanlah:“Dengan nama Allah (7kali) aku berlindung kepada Allah dan kodrat-Nya dari kejahatan berbagai penyakit, baik penyakit yang sedang menimpaku maupun yang akan datang.”‘Utsman ibn Abi al-Ash melanjutkan,”Maka aku amalkan petunjuk Rasulullah tersebut sehingga Allah SWT menghilangkan penyakit itu dariku. “

13. Diriwayatkan dari Fudhalah ibn ‘Ubaid al-Anshari bahwa ia berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan sebuah ruqyah kepadaku dan menyuruhku untuk mempraktekkan ruqyah tersebut untuk mengobati orang lain. Ruqyah tersebut berbunyi:”Ya Tuhan kami,Tuhan yang nama-Mu suci di langit.Urusan-Mu terdapat di langit dan di bumi.ya Allah,sebagaimana urusam-Mu terdapat dilangit,maka turunkanlah rahmat-Mu kepada kami.Ya Allah,Tuhannya orang-orang yang baik!Ampunilah dosa-dosa kami,hilangkanlah penyakit yang menimpa kami,dan turunkanlah rahmat serta obat dari-Mu untuk menyembuhkan penyakit yang diderita si fulan ini agar ia sembuh dari penyakitnya.”Fudhalah ibn ‘Ubaid meneruskan, “Baliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk membacakan doa tersebut sebanyak tiga kali, kemudian dilanjutkan dengan membaca mu’awwidzatain (surah al-Falaq dan an-Nas) sebanyak tiga kali juga.”

14. Diriwayatkan mengenai terapy ruqyah untuk mengobati gangguan kejiwaan bahwa Ubay ibn Ka’ab berkata: Ketika aku berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datanglah seorang Arab Badui menemui beliau seraya berkata: “Wahai nabi Allah! Sesungguhnya saudaraku sedang sakit. ”Apa sakitnya” balas Beliau. Ia menjawab, ”Ia kerasukan Jin, wahai nabi Allah.” Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi, ”Bawa saudaramu itu kesini!”Maka orang itu pun membawakan saudaranya itu kehadapan baliau. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah untuk diri saudaranya itu dengan membacakan surah Al-Fatihah, empat ayat pertama dari surah Al-Baqarah, dua ayat pertengahan darinya, yaitu ayat yang ke-163 dan ke-164, ayat Kursi, dan tiga ayat yang terakhir dari surat Al-Baqarah tersebut. Kemudian ayat yang ke-18 dari surah Ali ‘Imram, ayat yang ke-54 dari surah al-A’araf, ayat yang ke-116 dari surah al-Mu’minun, ayat yang ketiga dari surah al-Jin, sepuluh ayat pertama dari surah ash-Shaffat, ayat yang ke-18 dari surah Ali ‘Imran, tiga ayat terakhir dari surah al-Hasyr, surah al-Ikhlas, dan mu’awwidzatain (surah Al-Aalaq dan An-Nas). ”Ubay ibn ka’ab menambahkan, ”Andaikata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan hal itu kepada kita, niscaya binasalah kita. Maka, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi sekalian alam.
Didalam fatwa nomor 8016 tertanggal 22/1/1405 dari badan Riset ilmu, Fatwa, Da’wah dan bimbingan agama, kerajaan Saudi Arabiya, disebutkan, ”Boleh meruqyah dengan membacakan Al-Qur’an, dzikir-dzikir, dan doa-doa yang datang dari Aabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melindungi diri dari kejahatan jin dan setan, atau untuk mengobati penyakit-penyakit yang disebabkan jin dan setan tersebut.”


C. KRITERIA RUQYAH SYAR’IYYAH

Ruqyah secara bahasa artinya bacaan. Kalau ada orang yang mengaku bahwa pengobatannya adalah ruqyah tapi dalam praktiknya dia tidak membaca sesuatu, berarti orang tersebut tidak paham sama sekali akan makna ruqyah. Karena bacaan adalah termasuk unsur pokok dalam melakukan praktik ruqyah sesuai dengan definisinya. Bukan ruqyah kalau dalam praktiknya dia tidak membaca sesuatu, walaupun dalam kenyataannya jin yang ada dalam tubuh seseorang keluar atau penyakit yang dideritanya sembuh. Dan bacaan ini bukan baca dengan hati atau tidak bersuara sama sekali. Seorang peruqyah harus membaca bacaan itu dengan bersuara, sehingga isteri, keluarga atau sahabat-sahabatnya mendengar materi bacaannya lalu meriwayatkan kepada yang lain.

Tapi perlu diketahui, bahwa tidak semua bacaan yang dibaca oleh seseorang saat pengobatan bisa dibenarkan oleh Islam, atau bisa dikategorikan sebagai ruqyah syar’iyyah. Apalagi kalau ada seseorang pada saat praktik tidak menyuarakan bacaannya, kita tidak tahu apa yang dibaca di hatinya. Atau sebagian do’a disuarakan, lalu sebagian lainnya tidak disuarakan atau bersuara tapi tidak jelas karena hanya kumat-kamit. Praktik seperti itu harus kita waspadai, jangan-jangan ia minta tolong kepada jin atau kepada lainnya selain Allah. Sebetulnya ada kriteria khusus dalam bacaan yang bisa dikategorikan sebagai ruqyah syar’iyyah. Kalau kriteria itu tidak terpenuhi dalam suatu bacaan, maka bacaan itu bisa dikategorikan sebagai ruqyah syirkiyyah atau ruqyah yang menyimpang dari syari’at islam.

Syekh Ibnu hajar al-‘Asqalani berkata, “Para ulama’ telah sepakat (ijima’) bahwa ruqyah dibolehkan apabila memenuhi tiga kriteria”. (Fathul Bari : 10/206). Kesepakatan (consensus) tersebut disampaikan oleh beberapa ulama’ besar dan terkenal. Di antara mereka adalah Imam as-Suyuthi (Penulis kitab Tafsir ad-Durrul Mantsur), Imam Nawawi (Pensyarah Kitab Shahih Muslim), Imam as-Syaukani (Penulis Kitab Akidah Taisirul ‘Azizil Hamid), Syekh Ibnu Taimiyyah (Pemilik Kitab Majmu’ul Fatawa), dan begitu juga Syekh Nashiruddin al-Albani (Pakar Hadits), serta masih banyak sederetan ulama’ terkenal lainnya.

Yang dimaksud dengan tiga syarat dan telah menjadi consensus para ulama’ tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bacaanya Terdiri Kalam Allah (al-Qur’an) atau Kengan Asma’ dan Sifat-Nya atau Hadits Rasul

Bacaan yang dibaca oleh seorang peruqyah dengan ruqyah syar’iyyah adalah ayat-ayat Allah yang dibaca sesuai dengan kaidah bacanya, atau ilmu tajwid. Karena kita tidak boleh membaca ayat-ayat al-Qur’an kecuali sesuai dengan kaidah tajwidnya. Apabila ada seorang peruqyah membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan cepat seperti seorang dukun membaca mantra, maka rusaklah makna dari ayat tersebut dan ia tidak akan dapat pahala, justru ia berdosa. Dan Islam juga melarang seorang peruqyah untuk membaca al-Qur’an dengan memenggal-menggal ayat yang bisa merubah maksud dan makna ayat tersebut.

Maka dari itu terkadang, kita jumpai seorang dukun juga membaca ayat al-Qur’an, tapi ia potong-potong ayat itu seenaknya. Atau mencampurnya dengan mantra yang ia baca atau rajah yang ia tulis. Ini termasuk pelecahan ayat suci yang sangat disukai oleh syetan. Apalagi bila ayat itu susunanya dibolak-balik, sebagaimana yang dikenal dengan istilah “Qulhu Sungsang”, yaitu surat al-Ikhlas yang dibolak-balik susunannya. Bacaan seperti itu, maka yang dipraktikkannya termasuk ruqyah syirkiyyah yang harus dijauhi, karena Islam telah mengharamkannya.

Di samping ayat al-Qur’an, seorang peruqyah juga bisa menjadikan do’a-do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai materi bacaannya. Karena hal itu telah dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga dipraktikkan oleh shahabat-shahabat serta para ulama’ pewaris ilmu mereka. Para ulama’ hadits telah membukukan do’a-do’a tersebut dalam kitab-kitab hadits yang mereka susun. Dan para ulama’ lain juga telah memasukkannya sebagai bacaan ruqyah dalam kitab-kitab mereka saat mengupas tentang materi ruqyah syar’iyyah
.
Syekh Nashiruddin al-Albani berkata, “Ruqyah adalah do’a yang dibaca untuk mencari kesembuhan yang terdiri dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Sedangkan apa yang bisa dibaca oleh seseorang yang terdiri dari kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat yang tidak jadi ada unsur kekufuran dan kesyirikannya, maka hal itu termasuk ruqyah yang dilarang.” (Kitab Dhaif Sunan Tirmidzi : 231).

Imam Nawawi juga telah berkata, “Ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur’an dan dengan do’a-do’a yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu hal yang tidak terlarang. Bahkan itu adalah perbuatan yang disunnahkan. Telah dikabarkan para ulama’ bahwa mereka telah bersepakat (ijma’) bahwa ruqyah dibolehkan apabila bacaannya terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an atau do’a-do’a yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi : 14/341).

Hal senada juga dinyatakan oleh Syekh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dengan mengutip perkataan Imam Qurthubi, “Termasuk ruqyah yang dibolehkan adalah terdiri dari kalam Allah (al-Qur’an) atau asma’-Nya, atau yang do’a yang telah diajarkan Rasulullah.” (Kitab Fathul Bari : 10/196).

2. Bacaannya Terdiri Dari Bahasa Arab

Para ulama’ sepakat bahwa bacaan ruqyah harus terdiri dari bahasa Arab, sebagai bahasa al-Qur’an dan as-Sunnah. Dan mereka berbeda pendapat jika bacaan ruqyah itu bukan bahasa Arab. Tapi yang perlu dicatat dan digaris bawahi adalah, tidak setiap bacaan yang berbahasa Arab itu benar maknanya atau tidak mengandung kesyirikan. Karena banyak masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam yang mempunyai persepsi bahwa yang berbahasa Arab iti pasti benar dan dilegalkan oleh Islam. Persepsi seperti itu tidak benar adanya, karena banyak juga mantra-mantra kesyirikan yang berbahasa Arab, karena pemilik atau pembuatnya orang Arab atau bisa berbahasa Arab.

Seorang ahli Hadits yang bernama Syekh Hafizh bin Ahmad Hakami berkata, “Ruqyah yang terlarang adalah ruqyah yang tidak terdiri dari al-Qur’an atau as-Sunnah dan tidak berbahasa Arab. Ruqyah seperti itu termasuk bacaan untuk mendekatkan diri kepada syetan. Sebagaimana yang dilakukan oleh pata dukun dan tukang sihir. Bacaan seperti itu juga banyak dijumpai dalam kitab-kitab mantra dan rajah seperti Kitab Syamsul Ma’arif dan Syumusul Anwar dan lainnya. Hal itu merupakan upaya musuh Islam untuk merusak Islam, padahal sesungguhnya Islam bersih dari hal semacam itu.” (Kitab A’lamus Sunnah al-Mansyurah : 155).
Seorang ahli Fiqh dan Ushul Fiqh yang bernama Imam al-Qarafi berkata, “Ruqyah adalah kalimat-kalimat khusus yang dengannya akan diperoleh kesembuhan dari penyakit dan terhindar hal-hal yang merusak dengan izin Allah. Tidak bisa dikategorikan sebagai ruqyah bila menimbulkan bahaya, tapi justru itulah yang disebut dengan sihir. Dan kalimat-kalimat (bacaan ruqyah) ada yang dianjurkan, seperti surat al-Fatihah dan al-Mu’awwidzatain. Dan ada juga yang dilarang, seperti ruqyah orang-orang jahiliyyah, atau orang-orang India dan lainnya. Karena dikhawatirkan mengandung kekufuran. Maka dari itu Imam Malik dan yang lainnya melarang ruqyah yang berbahasa selain Arab, karena dikhawatirkan di dalamnya mengandung suatu yang haram.” (Kitab al-Furuq : 4/147).

Tapi bila bacaannya tidak terdiri dari Bahasa Arab atau ‘Ajamiyyah, maka sebagian ulama’ ada yang membolehkannya dan sebagian lain melarangnya. Ulama’ yang membolehkan ruqyah dengan bahasa selain Arab memberikan persyaratan yang ketat. Termasuk syaratnya adalah, bisa dipahami maknanya, tidak mengandung unsur kesyirikan dan kekufuran seperti di dalamnya mencatut nama jin, malaikat, nabi, atau orang shahih dan tokoh yang dikagumi sebagai sosok yang diyakini bisa memberi pertolongan. DR.Abdullah bin Ahmad at-Thayyar berkata, “Ruqyah syirkiyyah (yang mengandung syirik) adalah bacaan yang di dalamnya memohon pertolongan kepada selain Allah SWT. Dan termasuk memohon pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah, seperti meruqyah dengan nama-nama jin, malaikat, nabi dan orang-orang shahih.” (Kitab Fathul Haqqil Mubin : 106).

Ibnu Taimiyyah berkata, “Adapun pengobatan orang yang kesurupan dengan ruqyah, maka bacaan yang dibaca itu ada dua macam. Apabila bacaan ruqyah tersebut terdiri dari kalimat yang bisa dipahami maknanya dan dibolehkan oleh agama Islam, maka bacaan seperti itu dibolehkan. Karena telah ditegaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan penggunaan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan. (Lihat HR.Muslim No.2200, red). Tapi bila di dalamnya mengandung kalimat yang diharamkan, seperti ada kesyirikan atau maknanya tidak bisa dipahami atau mengandung kekufuran, maka tidak seorang pun diperkenankan untuk memakainya. Walaupun terkadang dengan kalimat tersebut jin mau keluar dari tubuh orang yang kesurupan. Karena bahaya kekufuran lebih besar adanya daripada manfaat kesembuhan yang diperoleh.” (Majmu’ul Fatawa : 23/277).

Imam Nawawi menukil perkataan Syekh al-Maziri, “Semua ruqyah itu boleh apabila bacaannya terdiri dari kalam Allah atau Sunnah Rasul. Dan ruqyah itu terlarang apabila terdiri dari bahasa non Arab atau dengan bahasa yang tidak dipahami maknanya, karena dikhawatirkan ada kekufuran di dalamnya.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi : 13/341).

3. Hendaklah Diyakini Bahwa Bacaan Ruqyah Tidak Berpengaruh Dengan Sendirinya, Tapi Berpengaruh Karena Kuasa dan Izin Allah

Karena hakikatnya yang bisa menyembuhkan penyakit, yang kuasa untuk menolak bahaya atau bencana, atau yang mampu untuk melindungi diri dari gangguan syetan hanyalah Allah SWT. Allah SWT mengabadikan keyakinan Nabi Ibrahim dalam al-Qur’an, “Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuh-kanku.” (QS. Asy-Sy’ara’ : 80). Di ayat lain, Allah berfirman, “Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri ….” (QS.al-An’am : 17). Hanya saja dalam usaha mencari kesembuhan, kita diwajibkan untuk mematuhi rambu-rambu syariat, jangan menghalalkan segala cara. Termasuk saat memilih praktik ruqyah yang menyimpang atau gadungan makin marak dan berkembang.

Kita harus memperhatikan criteria yang telah disepakati oleh para ulama’. Sebagaimana yang dipesankan oleh DR.Fahd bin Dhuwaiyyan (seorang ustadz akidah di Jami’ah Islamiyyah, Madinah al-Munawwarah). Ia menanggapi tiga syarat ruqyah di atas dengan mengatakan, “Sudah jelas, bahwa suatu hal yang sangat penting sekali untuk memahami tiga syarat yang benar. Apabila salah satu dari tiga syarat tersebut di atas tidak ada, maka kita harus berhati-hati dan waspada. Karena banyak tempat praktik ruqyah yang didatangi oleh banyak orang di berbagai belahan dunia, tapi tiga kriteria di atas tidak terpenuhi dalam praktik mereka. Padahal praktik seperti itu harus dijauhi oleh seorang muslim. Yakinlah terhadap firman Allah SWT, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS.at-Thalaq : 2).

Dari kriteria diatas maka jika ada orang yang menamakan metode pengobatannya dengan nama terapi ruqyah walaupun menggunakan bacaan Al-Qur’an dan doa-doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun menambahi metodenya dengan cara-cara yang bid’ah dan penuh kesyirikan seperti menggunakan jurus-jurus pernapasan tenaga dalam, menggetar-getarkan tangannya seolah-olah mengalirkan sesuatu kekuatan, memakai ilmu-ilmu metafisik, atau pun selain menggunakan bacaan Al-Qur’an dan doa-doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia juga menggunakan mantra-mantra aji kesaktian (Aji Kulhu Geni, Aji Kulhu Sungsang, dst) tetaplah dinamakan ruqyah syirkiyyah sebab sudah sangat melanceng dari apa-apa yang telah dituntunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selain itu jika ada orang yang mengaku mengobati dengan ruqyah syar’iyyah tetapi ia dengan sengaja dan tanpa berdosa sedikit pun memegang atau menyentuh bagian tubuh yang bukan muhrimnya secara langsung hingga banyak bersentuhan kulit pada saat prosesi pengobatan maka sungguh apa yang dia lakukan sangat berdosa dihadapan Allah Ta’ala. Maka bagaimana ruqyah yang dia katakan (walau berjubah ulama, kyai sekalipun) sebagai ruqyah syar’iyyah sedangkan larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersentuhan kulit mereka abaikan saja dan bagaimana pertolongan Allah akan datang jika dalam prosesi ruqyah fersi mereka sudah melakukan perbuatan dosa, sebab dengan dengan santainya menyentuh tubuh bukan mahramnya secara langsung.

Bersentuhan dengan wanita yang bukan mahram, meski pun dia muslimah, hukumnya jelas haram. Keharamannya bukan karena najisnya melainkan karena terkait dengan adab antara laki-laki dan wanita dalam Islam. Dalil yang terkuat dalam pengharaman sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah menutup pintu fitnah (saddudz-dzari'ah), dan alasan ini dapat diterima tanpa ragu-ragu lagi ketika syahwat tergerak, atau karena takut fitnah bila telah tampak tanda-tandanya. Selain itu ada hadits nabi yang melarang hal itu. Dari Ma'qil bin Yasar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR Thabrani dan Baihaqi)

Walau ada yang mengemukakan dalil bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjabat tangan wanita namun bukanlah dengan bersentuhan langsung hingga saling bersentuhan kulit melainkan ada pengistilahan khusus atau dari balik lapisan kain. Diriwayatkan dari Ibnu Hibban, al-Bazzar, ath-Thabari, dan Ibnu Mardawaih, dari (jalan) Ismail bin Abdurrahman dari neneknya, Ummu Athiyah, mengenai kisah bai'at, Ummu Athiyah berkata: "Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengulurkan tangannya dari luar rumah dan kami mengulurkan tangan kami dari dalam rumah, kemudian beliau berucap, 'Ya Allah, saksikanlah.'" Demikian pula hadits sesudahnya - yakni sesudah hadits yang tersebut dalam al-Bukhari - dimana Aisyah mengatakan: "Seorang wanita menahan tangannya" Memberi kesan seolah-olah mereka melakukan bai'at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan mereka.

Al-Hafizh (Ibnu Hajar) berkata: "Untuk yang pertama itu dapat diberi jawaban bahwa mengulurkan tangan dari balik hijab mengisyaratkan telah terjadinya bai'at meskipun tidak sampai berjabat tangan. Adapun untuk yang kedua, yang dimaksud dengan menggenggam tangan itu ialah menariknya sebelum bersentuhan. Atau bai'at itu terjadi dengan menggunakan lapis tangan.”

Penjelasan bai’at itu terjadi dengan menggunakan lapisan pada tangan, dari Abu Daud meriwayatkan dalam al-Marasil dari asy-Sya'bi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,. ketika membai'at kaum wanita beliau membawa kain selimut bergaris dari Qatar lalu beliau meletakkannya di atas tangan beliau, seraya berkata, "Aku tidak berjabat dengan wanita." Dalam Maghazi Ibnu Ishaq disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, memasukkan tangannya ke dalam bejana dan wanita itu juga memasukkan tangannya bersama beliau.

Namun demikian tidaklah walau menggunakan sarung tangan misalnya kita bisa menyentuh tubuh wanita sesukanya, melainkan tetaplah pada kondisi khusus berjaga-jaga sewaktu ruqyah berlangsung dari hal-hal yang tidak diinginkan (seperti mencegah pasien yang bukan muhrimnya mengamuk hingga tangan atau kakinya dapat menyentuh tubuh kita atau bahkan melukai tubuh kita jika tidak kita tangkis dengan tangan).


D. KEISTIMEWAAN RUQYAH SYAR’IYYAH

Ada sangat banyak keistimewaan jika kita mengobati seseorang yang menderita penyakit fisik, psikis baik secara medis maupun karena gangguan jin dan serangan sihir dengan menggunakan metode ruqyah syar’iyyah. Keistimewaan-keistimewaannya adalah sebagai berikut:

1. Melakukan ruqyah syar’iyyah adalah menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat ini hampir mati atau hampir punah dan tidak dikenal.

2. Melakukan ruqyah syar’iyyah secara benar dan ikhlash adalah sebagai terapi bagi orang yang terkena gangguan atau tempatnya, dan sebagai perlindungan terhadap dirinya dari gangguan syaithan manusia dan jin dengan kalimat-kalimat Allah.

3. Melakukan ruqyah syar’iyyah adalah pembacaan ayat dan doa, ini sebagai ibadah yang besar sekali keutamannya dan tinggi derajatnya disisi Allah Ta’ala, maka ia lebih cepat terkabulkannya, meskipun tidak harus seketika, sesuai dengan kesiapan yang diterapi dan yang melakukan terapi.

4. Melakukan ruqyah syar’iyyah adalah bukti pengaduan hamba yang lemah kepada Allah yang maha kuat dan maha perkasa, inilah hakekat pengabdian kita kepada Allah.

5. Melakukan ruqyah syar’iyyah bagi yang terbebas dari gangguan jin atau sihir, adalah sarana penguat benteng keimanan, ketenangan jiwa, dan sebagai refreshing rohani dengan membaca kalam illahi dan dzikrullah.

6. Melakukan ruqyah syar’iyyah bermanfaat untuk orang yang sakit medis, tekanan kejiwaan, penyakit mental, pembentengan diri, terapi gangguan jin dan serangan sihir, atau menghancurkan ilmu sihir yang pernah dipelajarinya (tenaga dalam, ilmu hikmah, ilmu ghoib, dan lain sebagainya).

7. Ruqyah syar’iyyah sangat efektif sebagai sarana da’wah Islam, untuk memberantas syirik dan perdukunan dimana pun kita berada, karena dua dosa besar itu ada di berbagai belahan dunia.

8. Ruqyah syar’iyyah adalah bukti kesempurnaan syar’at Islam dalam memberi solusi terhadap masalah gangguan ghaib atau serangan sihir, sehingga kita tidak butuh ‘orang pintar’ yang mengajak kepada kemusyrikan dan memeras harta ummat untuk kemunkaran.

9. Ruqyah syar’iyyah dengan landasan Al Qur’an dan As-Sunnah telah mendapat perhatian besar dari para ulama ahli fatwa di Timur Tengah, sehingga secara ilmiah telah banyak ditulis kitab-kitab mengenai ruqyah syar’iyah.

10. Ruqyah syar’iyyah adalah terapi yang mudah dan murah dengan hasil yang sangat istimewa, ini sebagai bukti bahwa Islam sebagai agama yang mudah untuk dikaji dan mudah untuk diamalkan.

E. SYARAT YANG HARUS DIMILIKI SEORANG PERUQYAH

Syarat prilaku dan sifat yang harus dimiliki seorang mu’alij yang meruqyah syar’iyyah adalah :
1. Harus beraqidah lurus seperti salafus shalih, yang bersih, jernih, benar dan terbebas dari syirik dan bid'ah.
2. Harus mewujudkan tauhid yang murni dalam perkataan dan perbuatan.
3. Harus yakin bahwa Al-Qur'an dan Sunnah punya pengaruh besar pada jin dan syathan
4. Harus mengetahui perihal jin dan syaithan, jerat-jeratnya, kegemarannya melalui hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Harus mengetahui pintu-pintu masuk syaithan pada manusia.
6. Dianjurkan dengan sangat, sudah menikah supaya bisa menjaga suasana hati.
7. Menjauhi hal-hal yang diharamkan, dosa kecil maupun dosa-dosa besar, dan sebagainya.
8. Harus mendukung dan melaksanakan berbagai ketaatan (kepada Allah dan Rasul-Nya).
9. Harus senantiasa dzikrullah, instrospeksi dan bertaubat. Juga harus menjaga keikhlasan dan sabar.
10. Harus mengetahui wirid-wirid harian yang diajarkan Rasulullah, seperti dzikir pagi, do'a harian seperti do'a masuk WC dan keluarnya, do'a keluar rumah, sunnah menjelang tidur dan sebagainya.
11. Harus mengetahui ilmu-ilmu hati supaya tidak mudah terperdaya lawannya (jin dan syaithan), apa yang melemahkan dan menguatkan, ilmu tentang maksiyat dan sebagainya dari pemahaman salafus shalih.

F. NASIHAT BAGI ORANG YANG MERUQYAH

Berikut ini adalah nasihat Syekh Muhammad Ash-Shayim bagi orang yang mengobati dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Kepada setiap orang yang mempunyai keahlian pengobatan dengan Al-Qur’an, saya menghimbau agar menggunakan kesempatan ini dengan baik, yaitu menjadikannya sebagai sarana untuk berda’wah kepada Allah SWT. Karena orang-orang percaya kepada anda, dan si pasien pasti melaksanakan petunjuk-petunjuk anda. Maka jadilah anda orang yang menyerukan kebaikan kepadanya. Allah SWT telah berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl:125)

Pada mulanya jadikanlah diri anda sebagai panutan dalam hal kekuatan iman, kebersihan diri, kesucian tangan, etika berbicara, sepak terjang yang baik dan simpati orang-orang yang ada disekitar anda.

Apabila anda telah menyandang sifat-sifat tersebut yang dilandasi oleh akhlak yang tinggi dan mulia, maka ketauhilah bahwa anda adalah orang yang didengar perkataannya. Maka perintahkanlah kepada pasien anda dan keluarganya agar menepati shalat dan anjurkanlah dalam hati mereka kecintaan kepada rahmat Tuhan mereka dan takutilah mereka terhadap azab di hari pembalasan nanti.

Jadilah anda orang yang benar (jujur), agar orang-orang belajar kejujuran dari anda, dan janganlah sekali-kali anda diajari jin yang pendusta.

Janganlah anda mencari pasien yang anda obati, dalam arti kata anda mencari kasus-kasus penderitanya. Tetapi pergilah kepada orang yang mengundang anda untuk mengobatinya. Janganlah bersifat takabur terhadap orang lain, dan janganlah membuat batas atau hijab dengan mereka.

Hai orang yang mempunyai keahlian dalam bidang ini, sesungguhnya anda seperti orang yang berda’wah. Untuk itu diwajibkan berpenampilan baik, menetapi kesucian dan selalu berdzikir seraya memerintahkan orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Sesungguhnya mu’jizat-mu’jizat Al-Qur’an terus-menerus terbuka hari demi hari, dan sekarang terbukti berkahnya, ia dapat mengusir jin dan membakar setan bahkan dapat mengobati semua penyakit medis.

Jangan sekali-kali anda, hai saudaraku, menjadi seorang gadungan dalam hal ini (merasa sudah meruqyah secara syar’iyyah padahal ada banyak penyimpangan dalam prosesi ruqyahnya) maka bukanlah suatu keaiban bila anda belajar dari orang lain, agar anda tidak menimpakan mudharat terhadap diri sendiri maupun orang lain.

No comments:

Post a Comment

Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...