SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI SEBENARNYA ?
ruqyah-online.blogspot.com-Abdul Qadir al-Jailani lahir di daerah Jailan, daerah terpecil di belakang Thabrastan Irak pada Tanggal 1 Ramadhan 471 H. Dia diberi nama orang tuanya Abdul Qadir. Ayahnya bernama Abu Shalih Musa bin Abdullah bin Janki Dausat at-Jiili. Ibunya bernama Fatimah binti Abdullah bin Abu Jamaludin. Ada yang menyangkal kalau silsilah nasabnya nyambung ke Fathimah binti Muhammad. Tapi banyak juga yang menyatakan bahwa ia adalah keturunan Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah binti Muhammad. Di usia remaja ia hijrah ke Baghdad dan menetap di sana sampai akhir hayat. (Siyaru A’lamin Nubala’ : XX / 439).
Di telah menimba ilmu dari banyak guru, diantaranya Abu Khathab bin Ahmad al-Baghdadi, Abu Sa’id al-Mubarak bin Ali al-Makhzumi, Abul Wafa’ Ali bon Aqil al-Bahgdadi, Hammad bin Muslim ad-Dabbas, Abu Muhammad Ja’far bin Ahmad al-Baghdadi, Abu Qasim Ali bin Ahmad al-Baghdadi, Abu Abdillah Yahya bin Imam al-Baghdadi. Sedangkan murid-muridnya yang terkenal adalah, al-Qadhi Abu Hamasin Umar bin Ali al-Qurasyi (ulama’ ahli Fiqh dan hadist), Taqiyuddin Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Ahmad al-Maqdisi (penulis kitab Fiqh yang terkenal dengan nama al-Mughni). Ia mempunyai 49 anak, 29 laki-laki dan 20 perempuan.
Dia menghabiskan waktunya sehari-hari untuk mengajar dan memberi nasihat. Hidupnya dihabiskan untuk kepentingan dakwah dan menyebarkan ilmu. Sehingga karya tulisnya tidak banyak. Kalau ia mau membekukan ilmu seperti ulama’-ulama’ lainnya yang sezamannya, tentu sekarang ini kita jumpai karyanya yang banyak dan berjilid-jilid dibaca dan dipelajari oleh kaum muslimin di belahan dunia ini. Namun masih ada juga karya ilmiah yang ditulisnya di tengah kesibukan ceramah dan dakwahnya. Di antaranya adalah, Kitab Azzawa Jalla (terdiri dari 2 juz dan terbagi menjadi 5 bagian), Kitab Futuhul Ghaib dan Kitab al-Fathur Rabbani wa al-Faidhr Rahmani. Sedangkan pemikirannya yang telah ditulis oleh murid-muridnya dalam bentuk buku adalah, al-Auradul Qadiriyyah, as-Safinatul Qadiriyyah dan al-Fuyudhatur Rabbaniyyah fil Ma’atsiri wal Auradil Qadiriyyah).
Dia adalah seorang ulama’ besar yang tidak larut oleh glamournya dunia danb hiruk pikuk putaran roda penyimpangan dan kesesatan di sekitarnya. Walaupun ia hidup di masa yang terlumuri pemikiran shufi, ilmu kalam dan filsafat yang berkembang pesat. Ilmu perdukunan dan sihir serta ramalan juga tumbuh subur. Tetapi ia tidak tercemari, ia tetap memilih tinggal di sekolahnya dengan mengajar dan memberi nasihat kepada yang hadir di majlis ta’limnya dengan materi yang berpegang teguh kepada aqidah pada ulama’ salaf shalih dan shahabat. Yang tidak mau berkompromi dengan bid’ah dan khufarat.
Mereka berbicara tentang sosok Abdul Qadir
Syekh Ibnu Qudamah (Penulis kitab al-Mughni) berkata, “Ketika saya masuk kota Bahgdad tahun 561 H, yang menjadi pemuka dan pembesar ulama di sana adalah Syekh Muhyiddin Abdul Qadir ail-Jailani, baik dalam ilmu, amal, maupun fatwa. Seorang penuntut ilmu cukup belajar darinya saja tanpa belajar kepada yang lain, karena banyaknya ilmu yang dikuasainya. Kesabarannya menghadapi para murid luar biasa. Allah telah mengumpulkan dirinya sifat-sifat yang baik dan akhlak yang mulia. Saya tidak melihat sesudahnya orang sepertinya, karena segala sesuatu yang diinginkan oleh para penuntut ilmu, ada pada dirinya”. (adz-Dzail ‘a,a Thabaqatil Hanabilah : 1/294).
Imam asy-Sya’rani berkata, “Syekh Abdul Qadir al-Ajilani menguasai 13 disiplin ilmu. Murid-muridnya belajar darinya tafsir, hadist, ushul fiqh, nahwu dan masalah-masalah khilafiyah. Ia mengajar membaca al-Qur’an setelah Dhuhur dan memberikan fatwa berdasarkan madzab Ahmad bin Hanbal dan Imam Syafi’i. Fatwa-fatwanya banyak yang berseberangan dengan fatwa para ulama’ Irak, sehingga mereka sering tercengang saat mendengar fatwanya.” (ath-Thabaqatul Kubra : 109).
Abu Hasan an-Badawi berkata, “Syekh abdul Qadir al- Jailani adalah sosok yang berkepribadian bersih, semangat dan kuat pengaruhnya. Ia seorang yang zuhud, qana’ah dan kuat menahan syahwat. Orang yang beriman akan semakin bertambah imannya, dan orang yang yakin akan semakin kuat keyakinannya bila mereka hadir dalam pengajiannya. Sedangkan orang yang ragu akan menjadi mantap, orang yang hatinya gelisah dan terluka akan tenang dan terobati saat mendengar nasihatnya. Sedangkan orang yang suka mengumbar nasfu, menyia-nyiakan hidup dan bergelimang maksiat akan sadar dan menyesal serta bertaubat setelah menghadiri majlis ta’limya. Ia laksana menara iman dan mercusuar yang menerangi orang yang tersesat dalam kegelapan.” (Rijalul Fiqri was Da’wah fil Islam : 1/251).
Syekh Abdul Qadir al-Jailani wafat pada tanggal 8 Rabi’ul akhir 561 H (ada yang mengatakan Tanggal 10). Dia seorang ulama’ yang bermahdzab Hambali. Para ulama’ memberinya gelar Muhyiddin (PenghidupAgama), Al-Imam (Pemuka), Syaikhul Islam (Guru besar Islam), az-Zahid (seorang yang zuhud), ‘Alamul Auliya’ (panji para wali). Sedangkan julukannya adalah Abu Muhammad. Jenazah ia dimakamkan di dekat sekolah yang dia bangun dan dihadiri oleh manusia yang tak terhitung jumlahnya. Rahimahulahu Rahmatan Wasiah.
SANG PENGAWAL TAUHID DAN PEMBERANTAS SYIRIK
Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah sosok yang kuat dalam memegang teguh syari’ah. Ia belajar fiqih kepada seorang ulama’ yang menjadi tokoh rujukan dalam fiqh madzab Hanbali, Abu Khattab Mah-fudz bin Ahmad al-Baghdadi. Ulama’ yang lahir pada tahun 432 H dan meninggal pada tahun 510 H. Ia spesialis dalam ilmu hadist dan fiqh, dan juga seorang mufti (ahli fatwa). Dan dalam ilmu aqidah, Syekh Abdul Qadir menapaki jalan yang dilalui oleh para ulama’ salafus shalih, ia sangat membenci para mutakallimun atau kelompok-kelompok sempalan lainnya dalam berakidah.
Manhaj Syekh Abdul Qadir dalam beraqidah adalah manhaj salaf, ia mengkategorikan ilmu tauhid menjadi tiga bagian.
1. Tauhid Rububiyyah
Yaitu keyakinan yang pasti bahwa Allah adalah Tuhan segala sesuatu, Penguasanya, Penciptanya. Hanya Dia-lah yang mengatur alam semesta dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah yang mengatur dan mengendalikan seluruh yang ada.
Syekh Abdul Qadir berkata dalam kitabnya. “Jiwa seluruhnya tunduk kepada Tuhannya dan mengakui-Nya bahwa Dia adalah Pencipta dan Pembuatnya, dan jiwa ini sangat membutuhkan-Nya untuk disembah.” (Futuhul Ghaib : 21)
Yaitu keyakinan yang pasti bahwa Allah adalah Tuhan segala sesuatu, Penguasanya, Penciptanya. Hanya Dia-lah yang mengatur alam semesta dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah yang mengatur dan mengendalikan seluruh yang ada.
Syekh Abdul Qadir berkata dalam kitabnya. “Jiwa seluruhnya tunduk kepada Tuhannya dan mengakui-Nya bahwa Dia adalah Pencipta dan Pembuatnya, dan jiwa ini sangat membutuhkan-Nya untuk disembah.” (Futuhul Ghaib : 21)
Dalam bukunya yang lain, ia berkata, “Kenalilah Allah da janganlah kamu bodoh tentang-Nya. Tatatilah Dia dn janganlah melanggar larangan-Nya. Setujulah dengan-Nya dan janganlah kamu menentang-Nya. Ridhalah kamu dengan keputusan-Nya dan janganlah kamu buruk sangka terhadap-Nya. Ketahuilah kebenaran dari apa yang diciptakan-Nya. Dialah Pnecpta, Pemberi rizki, yang Maha Awal dan yang Maha Akhir, yang Lahir dan Batin, yang maha dahulu dan Abadi. Yang Maha melakukan segala apa yang dikehandaki-Nya.” (al-Fathur Rabbani : 40).
2. Tauhid Uluhiyyah
Yaitu tauhid dalam beribadah, mengkhususkan ibadah kepada Allah dengan berbagai macam ibadah. Seperti shalat, zakat, puasa, haji, qurban, nadzar, takut, harap, cinta,doa dan iabdah-ibadah lainnya. Barang siapa yang menunjukkan ibadah-ibadah seperti itu kepada selain Allah, maka ia telah berbuat syirik.
Syekh Abdul Qadir berkata dalam kitabnya, : Yang pertama kali harus dilakukan oleh yang ingin masuk agama Silam adalah, mengucapkan dua kalimat syahadat “Asyhadu alla ilaha illallah wa ashadu anna muhammadar rasulullah”, dan melepas diri dari segala agama selainm Islam. Serta agama selain Islam. Serta meyakini di dalam hatinya tentang keesaan Allah. Allah berfirman, Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah berlalu. Dan jika mereka kembali lagi, sesungguhnya akan berlaku kepada mereka sunnah (Allah terhada) orang-orang dahulu’. (QS.Al-Anfal : 38).” (al Ghunyah : ½).
3. Tauhid Asma’ dan Sifat
Yaitu mengesakan Allah dengan nama dan sifat-sifat-Nya, yang tercantum dalam kitabulah dan sunnah rasulu-Nya. Dengan menegaskan bahwa nama-nama dan sifat-sifat yang dituegaskan Allah untuk diri-Nya, tanpa mengubah, meragukan, mempertanyakan, memalingkan makna aslinya atau membuat permisalan. Menegaskan apa yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, dan menolak apa yang dituolak oleh Allah dan rasul-Nya, yang bertentangan dengan kesempurnaan dan keagunganNya.
Syekh Abdul Qadir berkata dalam kitabnya, Tolaklah, kemudian tetapkanlah. Tolaklah darinya apa yang tidak layak untuk Allah dan tetapkanlah apa yang layak untukn-Nya. Yaitu apa yang diridhai Allah untuk diriNya atau apa yang sudah disebutkan Rasulullah tentang ini, maka keraguan yang ada di dalam hati kalian.” (al-Fathur Rabbani : 62).
STATEMENT SYEKH ABDUL QADIR TENTANG HAL YANG BERKAITAN DENGAN AQIDAH
1. Definisi Iman
“Kami yakin bahwa iman adalah perkataan dengan lisan, pembenaran dengan hati dan melaksanakan dengan aggota badan. Bertambah dengan ketaatan, berkurang dengan kemaksiatan, menguat dengan ilmu, melemah dengan kebodohan dan timbul karena adanya taufiq.” (al-Ghunyah : 1/62).
2. Keteguhannya dalam berperangan dengan Teks Al-Qur’an dan As-Sunnah
“Kami tidak akan keluar dari al-Qur’an dan as-Sunnah, kami mmebaca ayat dan hadist dan kami pun beriman kepada keduanya. Kami serahkan kepada Allah tentang bagaimana sifat-sifat-Nya” (al-gunyah : 1/57).
3. Mengikuti Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
“Hendaklah kalian mengikuti tanpa membuat bid’ah, dan hendaklah kalian mengikuti madzab salafus shalih serta berjalanlah di jalan yang lurus.” (al-Fathur Rabbani : 35)
4. Menolak Metode Takwil (Memalingkan Makana Tekstual) Para Mutakallimun
“Kita harus memutlakkan sifat istiwa’ (bersemayam) Allah di Arsy tanpa melakukan takwil.
Yaitu bersemayamnya Dzat di ‘Arsy bukan berkamna duduk, seperti yang dikatakan kelompok Mujassimah dan Karamiyyah. Bukan bermakna menaiki dan meninggi seperti yang dikatakan kelompok al-Asy’ariyyah. Dan bukan bermakna menguasai dan memenangkan seperti yang dikatakan kelompok Mu’tazilah, karena syari’at tidak menjelaskan seperti itu”. (al-Gunyah : 1/56).
5. Menahan Diri dari Sesuatu yang tidak Disebutkan Allah dalam Kitabnya atau Sunnah Rasul-Nya
“Kami berlindung kepada Allah dari mengatakan tentang-Nya dan tentang sifat-sifat-Nya dengan perkataan yang tidak diberituakan Allah atau Rasulya kepada kita.” (al-Gunyah : 1/57).
6. Mencela dan Menentang Ilmu Kalam
“Saya bukanlah ahlul kalam dan saya tidak melihat kalam dalam halini, kecuali yang ada di Kitabullah dan hadist Rasul-Nya atau dari sahabat-sahabatnya atau para tabi’in. sedangkan selaijn itu, kalam di dalamnya tidak terpuji, sehingga tidak perlu dipertanyakan sifat Allah itu bagaimana.” (al-gunyah : 1/56).
Itulah pertanyaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam masalah yang sangat pokok dalam kehidupan seorang muslim, yang berkaituan dengan aqidah yang shahi
STATEMANT SYEKH ABDUL QADIR JAILANI TENTANG GOLONGAN SUFI SESAT
Syekh ‘Abd al-Qadir al-Jailani menjelaskan orang-orang yang mengikuti perjalanan ruhani menuju Allah terbagi menjadi dua golongan.
Yang pertama, ialah golongan Ahlas-Sunnah Wal-Jama’ah. Mereka mematuhi ajaran Aquran dan mematuhi amalan dan peraturan yang dicontohkan dari perilaku dan kata-kata Nabi Muhammad Saw. Mereka mengikuti panduan tersebut dalam perkataan, dalam bertindak, dalam pemikiran dan dalam perasaan mereka. Mereka mengikuti maksud di dalam hati atau intisari yang tersirat dan yang terpendam Islam.Mereka sangat paham dan tidak mengikuti begitu saja ajaran-ajaran Islam.Mereka mematuhi ajaran Islam sepenuhnya, menghayati dan menikmati manisnya ajaran dan prinsip agama. Mereka melakukan ibadah bukan karena paksaan, tetapi mereka merasa nikmat melakukannya. Inilah jalan mistik (keruhanian) yang mereka patuhi. Mereka adalah kaum pecinta Allah yang sebenarnya.
Ada sebagian dari mereka yang dijanjikan dengan Surga tanpa dihisab terlebih dahulu di Hari Pengadilan. Ada sebagian merasakan sedikit azab di Hari Pembalasan, kemudian dimasukkan ke surga. Ada pula yang terpaksa merasakan azab Neraka untuk sekian lama guna membersihkan dosa-dosa mereka sebelum dimasukkan ke Surga. Tetapi tidak ada yang berada selama-lamanya dalam Neraka itu. Yang kekal dalam Neraka ialah orang-orang kafir dan orang-orang munafik.
Yang kedua, ialah kaum yang sesat atau kaum sufi yang palsu yang terdiri dari berbagai golongan. Mereka ini adalah kaum yang sesat di zaman ini.
Golongan yang sesat
Banyak golongan orang-orang sesat, antara lain:
Golongan Hululiyyah: Mereka berpendapat adalah halal melihat badan orang yang bukan mahramnya, yang menggiurkan nafsu, dan paras yang cantik yang bisa mendorong kepada zina, baik laki-laki maupun perempuan, siapa pun baik anak atau istri orang. Mereka berbaur antara lelaki dan perempuan dan menari bersama-sama. Hal ini jelas sekali berlawanan dengan ajaran dan prinsip Islam.
Golongan Haliyyah: Mereka ini gemar menyanyi, menari, memekik, menjerit dan menepuk tangan. Konon, dalam keadaan demikian mereka dapat mengatasi dan melampui hokum-hukum syari’at Islam. Tidak perlu lagi bersyari’at karena telah melampui peringkat syari’at.Hal ini jelas sesat karena Nabi Muhammad Saw. Sendiri pun mengikuti syari’at, walaupun ia kekasih Allah Swt.
Golongan Awliyaiyyah: Mereka ini mendakwakan diri dekat dengan Allah. Dengan kata lain telah mencapai peringkat Auliya’ Allah.Apabila telah jadi waliyullah tidak perlu lagi salat, puasa, haji, dan beribadah lainnya. Mereka berpendapat bahwa seorang Wali menjadi anak Allah dan dengan itu mereka lebih tinggi derajatnya dari Nabi. Mereka mengatakan bahwa ilmu dan wahyu sampai kepada Nabi melalui Malaikat Jibril, tetapi waliyullah menerima ilham atu hikmah langsung dari Allah. Itulah dakwaan mereka. Pendapat mereka ini adalah silap, salah, dan sesat yang akan membawa mereka kepada kebinasaan dan akan menjerumuskan mereka ke lembah bid’ah dan kafir.
Golongan Syamuraniyyah: Mereka percaya kalam (perkataan) adalah kekal dan barangsiapa menyebut kalam yang kekal (kalam Allah) itu tidak terikat dengan hokum atu syar’at agama. Mereka tidak peduli dengan hokum halal dan haram. Dalam upacara ibadah mereka menggunkan alat musik.Perempuan dan lelaki berbaur menjadi satu. Tidak ada hijab lelaki denga perempuan. Ini sudah jelas sesat dan menyimpang jauh dari ajaran alquran.
Golongan Hubbiyyah: Golongan ini berkata bahwa apabila seseorang sampai ke peringkat cinta, mereka tidak lagi berada di bawah hokum syari’at. Mereka tidak peduli dengan pakaian. Kadang-kadang mereka bertelanjang bugil. Tidak ada lagi perasaan malu pada diri mereka. Inilah ajaran sesat dan menyesatkan.
Golongan Hurriyyah: Mereka senang berteriak-teriak, memekik-mekik, menyanyi, dan bertepuk tangan, konon katanya untuk mendapatkan Zawq (ektase). Mereka mendakwa bahwa dalam keadaan Zawq itu mereka bersenggama atau bersetubuh dengan bidadari. Setelah mereka keluar dari keadaan Zawq, mereka pun mandi hadas. Mereka ini tertipu oleh nafsu mereka sendiri. Sesatlah mereka.
Golongan Ibahiyyah: Mereka ini tidak menyuruh berbuat baik dan tidak melarang berbuat jahat. Sebaliknya mereka menghalalkan yang haram.Zinapun dihalalkan. Bagi mereka, semua wanita halal untuk semua lelaki. Inilah golongan yang sesat dan miskin yang meminta sedekah dari rumah ke rumah. Mereka beranggapan bahwa mereka menerima azab Allah yang hina.
Golongan Mutakassiliyyah: Mereka mengamalkan prinsip bermalas-malasan dalam mencari nafkah. Mereka telah meninggalkan dunia dan keduniaan. Maka musnahlah mereka dalam kemalasan mereka sendiri.
Golongan Mutajahiliyyah: Mereka berpura-pura bodoh dan berpakaian tidak senonoh dan bersikap seperti orang kafir. Padahal Allah berfirman:
“Janganlah kamu cenderung meniru orang-orang yang zalim, kelak kamu akan disentuh (dijilat) api Neraka.” (Hud:113)
Nabi pun bersabda:
“Barangsiapa mencoba menyerupai sesuatu kaum, maka mereka dikira sebagai ahli kaum itu.”
Golongan Wafiqiyyah: Mereka berpendapat bahwa Allah yang mampu mengenal allah. Dengan itu mereka tidak mau berusaha mencari hakikat atau kebenaran. Karena kebodohan mereka itu, mereka terseret ke jurang kerusakan dan kesesatan.
Golongan Ilhamiyyah: Mereka ini mementingkan ilham. Tidak mau menuntut ilmu dan tidak mau belajar. Mereka menggunakan puisi karangan mereka sebagai ganti Alquran. Mereka membuang Alquran dan meninggalkan ibadah salat, dan lain-lain. Mereka mengajarkan anak-anak mereka berpuisi sebagai ganti alquran. Maka sesatlah mereka.(Sirr al-Asrrar fi maa yahtaj ilayh al-abraar)
SYAIKH ABDUL QADIR JAILANI DAN ILMU METAFISIK?
Ada pertanyaan yang ditanyakan pada pengasuh majalah Ghaib (sekarang Al-Iman Bil Ghaib)mengenai hubungan Syaikh Abdul Qadir Jailani dan Ilmu Metafisik.
Pertanyaannya adalah:
Sewaktu saya ingin mempelajri ilmu kebal, saya diantarkan oleh teman ke salah satu tempat untuk menggembleng diri, oleh pengasuhnya, saya disuruh puasa 7 putih hari, lalu baca wirid tertentu yang diawali dengan mengirim al-Fatihah ke Rasulullah Syekh Qadir al-Jailani dan anaknya yang bernama Muhammad yang katanya kuburannya ada di Tasikmalaya. Setelah ritual itu saya jalani, pada malam terakhir saya tidak boleh tidur. Dan malam itu dilakukan atraksi, dengan membacokkan pedang ke tubuh saya dan teman-teman lainnya. Dan menakjubkan, badan saya kebal. Kata pengasuh, itulah karamah Syekh Abdul Qadir. Tapi anehnya, setiap saya shalat atau baca al-Qur’an, bagian tubuh yang kebal bacokan itu terasa panas, panas sekali,” begitulah ceritua seorang putri ke majalah Ghoib sebelum minta dituerapi ruqyah.
Ada yang menjadikan Syekh Abdul Qadir al-Jailani sebagai mediator untuk memohon kepada Allah (berdo’a). Dan bukan Cuma itu, mereka secara jelas malah memohon kepada Syekh Abdul Qadir itu sendiri dalam do’anya. “Adapun amalan yang saya lakukan adalah dengan mengirim al-Fatihah terlebih dahulu kepadanya,”ila hadratis Syekh Abdul Qadiral Jailani, al-Fatihah…”. Lalu baca ayat Kursi dan Alma nasyar, diikuti bacaan : “Ya Allah sampaikanlah pahala bacaan surat a-Fatihah,ayat Kursi dan Alam nasyrah kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Lalu dilanjutkan dengan berod’a seraya melangkah ke arah Barat 11 langkah dan memohon “Wahai Syekh Abdul Qadir al-Jailani ! Tolonglah aku”. Lalu berdo’a sesuai dengan keperluannya”, begitulah ceritua seorang kakek saat datang ke majalah Ghoib berkonsultasi tentang amalan yang dilakukannya selama ini.
“Ustadz, saya selalu dipesan oleh guru saya utnuk berwassul dalam do’a yang saya baca kapan saja. Tawassul kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Karena ia adalah waliyulullah yang posisinya sangat dekat kepada Allah kita manusia yang kotor dan banyak dosa, dengan bertawassul kepada orang shalih walaupun sudah meninggal, maka do’a kita akan cepat dikabulan oleh Allah. “Begitulah ceritua seorang ibu saat bertanya kepada Majalah Ghaib dalam suatu forum kejian Islam.
Dan masih banyak lagi amalan atau ritual yang mencatut nama besar Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Tapi benarkah amalan tersebut berasal dari Syekh qadir al-Jailani sendiri ? Atau ia mengajarkan amalan tersebut kepada murid-muridnya ? Atau itu pekerjaan orang yang tidak bertanggung jawab untuk mengotori dan menodai nama besar ia ?
Marilah kita simak pertanyaan Syekh Abdul Qadir sendiri dalam kitab yang telah ia tulis.
1. Syekh Abdul Qadir Memerangi Fenomena Kesyirikan
“Berbuatlah ikhlas, janganlah kalian berbuat syirik. Esakanlah Allah, dan jangan kalian menyelinap dari pintu-Nya. Mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan meminta pertolongan kepada selain-Nya. Bertakwallah kepada Allah dan jangan bertawakal kepada selain-Nya.” (al-Fathur Rabbani : 151)
2. Syekh Abdul Qadir Tidak Mengajurkan Rawassul kepada Dirinya atau ulama’ lain dalam Berdo’a, karena itu dilarang dalam Syari’at.
Syekh Abdul Qadir berkata, “Etika dalam berdo’a adalah menengadahkan kedua tangan dengan memuji Allah, kemudian meminta shalawat atas nabi, kemudian meminta apa yang kita inginkan dari Allah.” (al-Gunyah : 1/40).
Pernyataan ia itu sekaligus menolak pernyataan yang disebutkan dalam suatu kitab, bahwa Syekh Abdul Qadir menyuruh pengikutnya untuk bertawassul dengan namanya saat berdo’a. Dalam buku itu tertulis, “Pada suatu ketika saat Syekh Abdul Qadir al-Jailani berada di atas kursinya, ia berpesan : Apabila kalian meminta kepada Allah, mintalah kepada-Nya dengan tawassul kepadaku.” (Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani : 146). Inilah contoh kedustaan yang di atas namakan pada Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
3. Syekh Abdul Qadir Melarang Sumpah dengan Selain Allah
“Dilarang bersumpah dengan nama orang tua atau dengan selain Allah. Lebih tegasnya, bila ingin bersumpah, bersumpahlah dengan nama Allah. Dan jika tidak, sebaiknya diam.
4. Syekh Abdul Qadir Memerangi Aktifituas Ramal-Meramal
“Jika seseorang merasa buruk nasibnya, hendaklah dia berdoa : “Ya Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali engkau, dan tidak ada yang dapat menghilangkan keburukan kecuali Engkau, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali Allah.” (al-Gunyah : 1/39).
5. Syekh Abdul Qadir Menganjurkan Ruqyah, Melarang Praktik Perdukunan
“Begitu juga meruqyah dengan ayat-ayat al-Qur’an dan dengan nama-nama Allah adalah boleh, karena Allah berfirman, “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi obat penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dna (al-Qur’an itu) tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalin selain kerugian.” (QS. Al-Isra’ : 82). (al-Gunyah : 1/40).
Karamah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Karamah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Ada kelompok lainnya yang fanatik terhadap Syekh Abdul Qadir banyak meriwayatkan karamah ia semasa hidupnya, ada yang benar, ada yang dusta dan ada yang tidak masuk akal. Sementara itu ada kelompok yang menolak adanya karamah yang dimiliki Syekh Abdul Qadir semasa hidupnya secara mutlak, bahkan mereka mencela dan mencaci maki Syekh Abdul Qadir sebagai bidang klebik. Fenomena ini berkembang karena banyaknya orang yang berlebihan dalam mencerituakan karamah ia. Sampai pada suatu peristiwa yang mustahil terjadi.
Sebetulnya kedua kelompok tersebut berlebihan, yang satu berlebihan dalam dusta akibat kultus individu. Dan yang satu berlebihan dalam mempecaryai yang mereka dengar tanpa menflie akurasi dari beritua tersebut. Padahal ulama’ sebesar dan sekaliber Syekh Abdul Qadir al-Jailani mungkin saja diberi Allah karamah dalam masa hidupnya, sebagaimana ulama’-ulama lain.
Tapi kita tidak boleh berlebihan dalam menanggapinya atau menambah dan membuat ceritua dusta. Karena tanpa mencerituakan karamah ia pun, keshalihan dan kebesarannya serta jasanya dalam mendakwahkan Islam dan mengkader ulama’ tak akan terkurangi. Karena ia adalah hamba Allah yang yang merasa cukup dengan kemuliaan yang diberikan Allah atas ketakwaan ia kepada-Nya. Karena Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujarat : 13).
Syekh Abdul Qadir al-Jailani sendiri berpesan kepada kita, “Janganlah meminta kemuliaan dan kebesaran untuk diri sendiri, lalu ia menyituir fiman Allah, “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk oang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash : 83).
Sikap kita yang benar adalah, jalan tengah. Artinya, jika ceritua karamah Syekh Abdul Qadir al-Jailani dinukil dan dicertituakan secara benar, sumbernya akutrat dan terpercaya maka kita menerimanya dan mengakuinya sebagai anugerah Allah yang dibnerikan kepada hamba-hamba-Nya yang shalih yang dikehendakinya. Tapi kalau sumbernya tidak jelas, riwayatnya tidak valid dan meragukan, maka kita tolak.
Dan perlu diingat, bahwa karamah tidak bisa dipelajari atau diminta, karena itu adalah bonus dan hadiah dari Allah kepada hamba-Nya yang shalih. Bila ada orang yang menguasai karamah yang dimiliki Syekh Abdul Qadir al-Jailani lalu dituawarkan kepada orang lain, maka itu merupakan suatu kebohongan, jangan percaya. Karena karamah tidak mungkin dipelajari atau dituransfer kepada orang lain. Apalagi kalau kita diberi amalan untuk diamalkan, yang isinya memohon kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani untuk diberi karamahnya, maka itu adalah suatu kesyirikan karena memohon kepada selain Allah.
No comments:
Post a Comment
Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...