Kurma adalah termasuk kebutuhan pangan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Arab sebagai makanan pokok, oleh karena itu kurma termasuk bahan makanan untuk zakat fitrah.
Sebagaimana hadits.
“Artinya : (Kategori makanan yang termasuk) zakat itu ada empat macam, tepung gandum, terigu, kismis, dan kurma kering” [1]
Sedangkan kurma sebagai gambaran dari kebaikan terkandung dalam hadits berikut ini.
Dari Al-Mundzir bin Jarir, dari ayahnya,ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada permulaan siang yang terik”. Lalu ia melanjutkan : ‘Lalu datanglah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu kaum dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak memakai baju, hanya memakai kain selimut (yang nampak dari yang memakainya hanya bagian kepala saja), atau mantel dari karung sambil menyandang pedang, kebanyakan mereka dari kabilah Mudhar, bahkan semuanya dari Mudhar. Melihat kondisi demikian, wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berubah (karena merasa iba) melihat kefakiran yang menimpa mereka. Beliau masuk dan keluar kembali, kemudian menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan dan iqamat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat kemudian diikuti dengan khutbah, beliau bersabda : “ Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari seroang diri… hingga akhir ayat …. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu” (An-Nisaa : 1) (Juga membaca ayat dalam surat Al-Hasyr), “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) ; dan bertakwalah kepada Allah..” [Al-Hasyr : 18]
Beliau melanjutkan,’Ada seseorang bershadaqah dari dinarnya, dirhamnya, pakaiannya, dari satu sha gandumnya, satu sha kurma (sampai beliau mengatakan) … walaupun hanya dengan sebutir kurma kering”.
Perawi berkata : “Kemudian seorang laki-laki dari kaum Anshar membawa sekantung penuh kurma, hampir-hampir telapak tangannya tidak kuat untuk membawanya, bahkan benar-benar lemah, maka hal ini diikuti silih berganti oleh banyak orang. Aku pun melihat raut wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bergembira seakan-akan berbinar cerah sekali, kemudian beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang mencontohkan suatu sunnah dalam Islam dengan sunnah yang baik, maka baginya pahala sunnah tersebut dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mencontohkan suatu sunnah dalam Islam dengan sunnah yang buruk, maka dosanya akan ditanggungnya dan juga dosa orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun”[2]
Hadits tersebut menurut Imam An-Nawawy dalam Syarh Shahih Muslim [3] berkaitan dengan hadits yang lain.
“Artinya : Barangsiapa yang mengajak kepda petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa yang sama dengan dosa orang-orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikitpun pun dosa mereka dari dosa-dosanya” [4]
Hadits tersebut adalah nash (dalil) yang sangat jelas kepada anjuran untuk memberikan contoh yang terpuji (baik) dan peringatan sekaligus larangan untuk membuat contoh yang jelek, dan hal ini berlaku hingga Kiamat kelak.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani memberikan keterangan tentang hadits tersebut : “Maksud dari hadits-hadits tersebut, yaitu kalimat : ‘Man sanna fil Islam,’ adalah orang yang membuka jalan kepada kaum muslimin dengan mengajak mereka kepada sunnah yang baik, maksudnya adalah dien (agama), inilah makna shahih yang menjadi maksud secara bahasa dan makna hadits tersebut.
Sedangkan orang yang menafsirkan dengan pendapat : “Man ibtada’a fil Islam bid’atan hasanatan’ barangsiapa yang mekakukan bid’ah dalam Islam berupa bid’ah hasanah (bid’ah yang baik)”. Adalah pendapat orang-orang belakangan yang bathil. Karena hal itu bertentangan dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Dan setiap kesesatan itu tempatnya di Neraka” [Mukhtashar Shahih Muslim no, 410]
Penafsiran (bathil) tersebut adalah penyandaran yang tercela atas nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segi makna.
Setiap apa yang dikerjakan oleh kaum Anshar dalam hadits tersebut adalah memulai shadaqah dan itu termasuk perkara yang telah disyariatkan sebelumnya dengan dalil-dalil nash (yang jelas). Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah menceritakan kisahnya kaum Anshar tersebut, maka manakah perbuatan kaum Anshar yang termasuk bid’ah? Sampai-sampai dikatakan bahwa itu termasuk perbuatan bid’ah hasanah? Dan apakah hadits ini mendorong untuk melakukan bid’ah hasanah? [5]
[b] Lafazh Kurma Tercantum Dalam Hadits Kematian Orang-Orang Shalih, Sebagai Bagian Dari Tanda-Tanda Akhir Zaman
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Orang-orang yang shalih akan meninggal (terlebih dahulu), satu demi satu, kemudian yang tertinggal hanyalah orang rendahan lagi hina, seperti ampas gandum dan kurma. Allah tidak akan mempedulikan mereka sama sekali”[6]
[c]. Lafazh Kurma Tercantum Dalam Hadits Yang Berkaitan Dengan Anjuran Untuk Senantiasa Membaca Al-Qur’an
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Perumpamaan seorang mukmin yang sedang membaca Al-Qur’an adalah seperti utrujah (lemon), baunya harum dan rasanya enak, sedangkan perimpamaan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti sebutir kurma, tidak ada baunya dan rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah seperti daun kemangi, baunya wangi namun rasanya pahit, sedangkan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti buah labu pahit (sejenis pare) yang tidak ada baunya dan rasanyapun pahit” [7]
Imam An-Naway menjelaskan maksud hadits tersebut sebagai anjuran tentang keutamaan membaca Al-Qur’an dan perumpamaan yang digunakan untuk mejelaskan tujuan hadits tersebut. [8]
[d]. Lafazh Kurma Tercantum Dalam Hadits Anjuran Untuk Tidak Berbohong Kepada Anak Kecil
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata, ‘Suatu hari ibuku memanggilku, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk diantara kami, maka ibuku berkata, ‘Kemarilah engkau, aku akan memberikan sesuatu,’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ibuku, ‘Apa yang hendak engkau berikan?’ Ibuku berkata, ‘Aku akan memberikan kurma’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Jika kamu tidak memberikan kepadanya sesuatu akan dicatat bagimu suatu kedustaan” [9]
[e]. Lafazh Kurma Tercantum Dalam Hadits Tertawanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Atas Pengakuan Seorang Sahabat Yang Berjima Di Siang Hari Ramadhan.
Hadits tersebut adalah hadits shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (tiba-tiba) datanglah seorang laki-laki dan berkata, ‘Wahai Rasulullah celakahlah aku’, Beliau bertanya, ‘Ada apa denganmu ? ‘Dia menjawab, ‘Aku telah mencampuri isteriku sementara aku sedang berpuasa (bulan Ramadhan), ‘Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah engkau mempunyai seorang hamba untuk dimerdekakan?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bertanya, ‘Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?’. Dia menjawab, ‘Tidak’ Beliau bertanya lagi,’Apakah engkau mempunyai makanan untuk diberikan kepada 60 orang miskin?’ Dia menjawab, ‘Tidak’. Berkata Abu Hurairah, “Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiam, maka ketika kami dalam keadaan itu, didatangkanlah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekeranjang kurma lalu beliau berkata, ‘Dimana orang yang bertanya tadi?’ Lalu ia menjawab, ‘Aku, wahai Rasulullah’, Beliau berkata, ‘Ambillah ini, lalu bershadaqahlah dengannya’. Lalu laki-laki tersebut berkata, ‘Kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada satu rumah pun dari satu ujung kota ke ujung yang lainnya yang lebih fakir dari keluargaku. ‘Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga kelihatan gigi taringnya, kemudian belaiu berkata, “Berikanlah makanan itu bagi keluargamu” [10]
[Disalin dengan sedikit penyesuaian dari buku Kupas Tuntas Khasiat Kurma Berdasarkan Al-Qur’an Al-Karim, As-Sunnah Ash-Shahihah dan Tinjauan Medis Modern, Penulis Zaki Rahmawan, Pengantar Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Media Tarbiyah – Bogor, Cetakan Pertama, Dzul Hijjah 1426H]
__________
Foote Note
[1]. HR Ad-Daruquthni (no. 201) dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahiihah (no. 879)
[2]. HR Muslim (no. 1017), Syarh Shahih Muslim (VII/104) oleh Imam An-Nawawy Kitabuz Zakat bab Al-Hatsu ‘ala Shadaqah, cet. Daar Al-Haitsam th. 2003M, At-Tirmidzi (no. 2675), Ibnu Majah (no. 203), Ad-Darimy (no. 515), Ahmad (IV/357), An-Nasa’i (no. 2553), dan yang lainnya dari Jabir bin Abdillah.
[3]. Syarh Shahih Muslim (XVI/226) Kitabul Ilmi bab Man Sanna Sunnatan Hasanatan au Syiatan
[4]. HR Muslim (no. 2674) dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
[5]. Mukhtashar Shahih Muslim (no. 533) cet Al-Maktabah Al-Islamy, th.397H
[6]. HR Al-Bukhari (no. 6434) dan Ahmad (IV/193) dari Sahabat Mirdas bin Malik Al-Aslamy
[7]. HR Al-Bukhari (no. 5020, 5059, 5427),Muslim (no. 797) Abu Dawud (no. 4830), At-Tirmidzi (no. 2865), An-Nasa-I (no. 5038) dan Ibnu Majah (no. 214) dari Abu Musa Al-Asy’ary
[8]. Syarh Shahih Muslim (VI/83-84), cet. Daar Ibnul Haitsam.
[9]. HR Abu Dawud (no. 4991), Ahmad (III/447). Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 9no. 748).
[10]. HR Al-Bukhari (no. 1936) dari Abu Hurairah
No comments:
Post a Comment
Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...