12/11/2007

Pembuktian Adanya Kesurupan Secara Pragmatis


Ruqyah-online.blogspot.com-Sesungguhnya berpegang teguh dengan keyakinan bahwa jin mampu menjadikan seseorang kesurupan dan menampakkan dhahirnya dalam diri manusia itu, hal itu akan mengekspos akidah salah mengenai jin. Ciri khas orang yang kesurupan adalah sebagai berikut :


a. Lisan dan Dialeknya Berubah

Lisan, dialek, dan bahasa orang yang kesurupan itu berubah menjadi bahasa yang tidak biasa dipakainya. Ini merupakan hal yang nyata. Dalam salah satu kuliah yang disampaikan Syekh al-Umir, salah seorang dokter bertanya, “Apakah anda mendapatkan bahwa anda ada salah satu jin yang berbicara tidak dengan bahasa Arab ?”

Syekh al-Umri menjawab, ‘Pernah seseorang menceritakan seorang wanita dari badui yang menceritakan ini adalah orang Amerika-aku tidak memahami bahasanya hingga datang perawat menerjemahkan omongannya kepada kami…….. ‘Lelaki itu bertanya kepada wanita kesurupan, ‘Anda dari mana ….?” Dari Amerika, “Demikian pula datang kepada saya orang Pakistan yang berbicara dengan wanita dari Amerika.”

b. Pandangan Orang yang Kesurupan Berubah

Hal ini jelas tampak pada setiap orang yang kesurupan karena jin. Pandangannya benar-benar berbeda dengan penglihatan orang yang kesurupan. Perubahan ini mencakup raut wajah yang awalnya lebar menjadi menyempit atau sebaliknya. Dalam Sunnah, hadits Umm Abban, ia berkata mengenai anak yang sembuh dengan doa Nabi saw., “Sesungguh ia melihat kembali dengan pandangan yang benar, bukan seperti pandangannya yang pertama.” (HR.ath-Thabrani)

c. Merasa Sakit ketika Mendengar Ruqyah

Ia berteriak karena mendengar ayat-ayat azab atau ayat-ayat yang membatalkan sihir atau ayat-ayat yang mencela agama Yahudi dan Nasrani. Orang yang sakit itu tidak mengingkari hal itu sama sekali ketika ia sembuh.

d. Merasa Sakit ketika Minum Air yang Diruqyah

Menurut berbagai eksperimen, apabila jin muncul di dalam tubuh orang yang kesurupan, bisa jadi hal itu karena orang yang mengobatinya memberi minum air yang diruqyah dengan ayat-ayat yang membatalkan sihir. Dengan begitu, jin akan berteriak dan kesakitan. Apabila diberikan air yang diruqyah itu dengan ayat-ayat yang menyembuhkan, maka ia merasa tenang. Hal ini berarti bahwa orang yang kesurupan itu minum untuk dirinya. Ia telah menguasai kembali badannya. Ketika orang kesurupan itu sembuh, ia berkata, “Aku tidak minum dan tidak merasa sakit.”

e. Pengakuan Jin Bila Muncul di Badan Orang Kesurupan

Terkadang jin menyebut nama, jenis dan agamanya. Kadang ia menyebutkan penyebab ia masuk ke dalam orang yang kesurupan itu. Ia juga menyebutkan ilmu yang tidak diketahui si sakit apabila diberitakan mengenai ilmu itu.

Jin memiliki sifat yang masyhur ketika ia keluar dari badan orang yang kesurupan. Banyak orang yang mengobati menyaksikannya pada banyak orang yang kesurupan. Ini merupakan sifat yang konstan. Terkadang jin itu berkata, “Aku tidak dapat menghimpun diriku, aku berusaha kemudian ia mulai dengan kaki kiri, kemudian ia menariknya, kemudian ia memulai keluar lagi dengan teriakan yang menyebabkan orang sakit mulai sadar.”

Allamah Syekh Abdullah al-Jibrain mengungkap hal ini. Ia menyatakan sebagian orang yang dapat disembuhkan dengan memukul, menyakiti, dan mengancamnya, sehingga jin itu keluar dan dapat disaksikan keluarnya dari salah satu jari-jari, yaitu mencelupkan tangan itu ke dalam tanah, dan meloncat dari jasad. Kebanyakan mereka mati dengan pukulan atau bacaan dan terbakar dengan doa-doa serta wirid yang dibaca. Disaksikan pula jin berkumpul di bagian badan tertentu seperti benjolan yang terasa sakit sehingga menonjol secercak darah. Semua ini dapat diketahui dengan melihatnya. Hal ini tidak diingkari kecuali oleh orang jahil atau orang yang ingkar.

Sifat itu masyhur pula di kalangan ahlul kitab. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Almasih Isa as memerintahkan jin dan menggertaknya agar ia keluar dari badan si penderita. Jin itu lalu berteriak dengan suara lantang, kemudian si penderita yang kesurupan pun tenang dan sembuh.

Dalam Injil Markus 1/23 : dalam perkumpulan mereka orang yang dihuni roh najis pada dirinya, ia pun berteriak. Yasu’ (Isa) menghardiknya seraya berkata,”Tuli engkau, keluarlah darinya.”Roh najis itu keluar dari orang itu seraya berteriak dengan suara lantang.

8. Kesurupan Jin dan Histeri Nafsiah (Pribadi)

Sebagian orang sulit membedakan antara kesurupan jin dan histeri pribadi. Mereka menyangka bahwa yang dinisbatkan kepada jin oleh pengobatannya itu sebenarnya hanyalah histeri pribadi. Hal yang benar adalah jin dapat berada dalam tubuh manusia untuk mendiaminya, menimbulkan beberapa penyakit, dan menggerakkan beberapa tingkah laku. Begitu pula dengan nafsiah. Ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat, sebab, gerakan yang ditimbulkannya, serta cara penyembuhannya, yakni sebagai berikut :

Yang Pertama : Dari Segi Sebab

Sebab ini membedakan antara yang timbul dari jin dan yang timbul dari akal batini.Akal dapat menggerakkan peristiwa histeris (pribadi) akibat beberapa peristiwa emosional dari orang lain, ditambah dengan adanya masalah lain. Hal ini tidak hanya berasal dari diri orang itu sendiri, namun jin ikut menimbulkan dan mengadakan gangguan yang mengakibatkan terjadinya kesurupan, khususnya bagi orang yang tidak pernah berzikir kepada Allah dan jiwa yang lemah.
Perbedaan antara yang dimunculkan jin dan yang dimunculkan akal batin.

Dalam ilmu kejiwaan dapat ditemukan unsur-unsur akal batini dan perasaan melalui suntikan abstraski yang menghilangkan kesadaran pada titik tertentu. Dengan begitu, memungkinkan akal batin untuk melalu dapat diketahui hakikat dari penyakit dan penderitaan yang di alaminya.

Dr. Adil Shadiq mengatakan bahwa suntikan abstraksi itu merupakan esensi untuk memunculkan akal batini secara berhadapan tanpa pengawasan. Tujuannya adalah untuk mengetahui faktor perasaan dan kesurupan yang terpendam serta keinginan yang dicapai. kebiasaan membaca beberapa ayat-ayat Al-Quran akan memberi bekas kepada penderita. Penderita itu pun tidak mampu untuk menahan diri (dengan tidak berbicara) dibandingkan dengan penderita lainnya yang disebabkan oleh tukan sihir. Orang kesurupan akan berbicara dan menahan diri ketika hilang kesadarannya.

Apabila orang kesurupan itu hilang kesadaran tanpa disuntik, maka kita tidak berbicara dengan alam batini namun kita berbicara dengan hal-hal yang berkaitaan dengan itu. Dengan begitu, maka tidak lain hanyalah yang berteriak dengan bacaan Al-quran dan menjadi kerdil dengan bacaan basmalah serta terbakar dengan zikir dan doa. Hal itu karena Al-Quran tidak menjadikan akal hilang kesadaran, karena semua takkif (beban syara) bergantung kepada akal. Tidak diragukan bahwa Al-Quran akan menampakkan akal batini karena merupakan penyembuhan dan obat.

Yang Kedua : Dari Sisi Harga Diri

Perbedaan antara percakapan dengan jin dan percakapan dengan akal batin.
Di sela-sela dialog, jin menimbulkan permusuhan dengan orang yang kesurupan dan orang yang menyembuhkannya. Jin mengancam atau menjelaskan kecintaannya dan sikap ihsannya kepada orang kesurupan itu dengan dialek dan keyakinan-keyakinan yang bermacam-macam. Jin tidak menimbulkan permusuhan dengan orang yang menyembuhkannya tidak pula dengan akal kesadaran tidak pula menjadikan akal sadar sebagai penanggungjawab keluarnya (akal batini) dari tempat hunian yang dalam, dan tidak mengaku dirinya sebagai akal batini, tidak pula mengaku bahwa dirinya merupakan penyebab timbulnya masalah histeris itu, tidak pula mengaku kecintaannya terhadap orang sakit, dan tidak pula kebencian kepadanya.

Ia tidak pula memiliki pengetahuan yang bermacam-macam dengan mengatakan bahwa dia dengan orang yang sakit itu merupakan dua hal yang berbeda. Kenyataannya, keduanya merupakan materi yang satu, tidak bergetar dengan bacaan ayat-ayat Al-Quran tertentu, tidak sama dengan yang kemasukan jin, dan tidak berubah bahasanya.

Perbedaan antara gambaran yang muncul akibat penyakit histeris dan kesurupan jin dengan semakin berkembangnya gambaran yang muncul dari jin terhadap badan orang yang kesurupan kadang kala tangan kanan atau kiri seperti lumpuh, kadang berbicara dengan suara lelaki atau perempuan, dan kadang dengan suara keras menantang. Setelah diruqyah maka tampak lemah menghina (diri) atau tetap. Akan tetapi pada penyakit histeris tidak mengubah kondisi si sakit. Jika si sakit muntah-muntah dalam keadaan sakit, maka inilah gambaran bentuk setiap kali penyakit itu datang. Jika dalam bentuk berubah akalnya, maka jika penyakit itu datang ia bersikap keragu-raguan, kecuali apabila si sakit dalam hidupnya mengalami segala macam musibah yang menimbulkan semua gambaran itu, dan sangat besar kemungkinannya.

Demikian pula disela-sela penyakit histeri insyiqaqiyah (ketika si sakit keluar dari kepribadian aslinya, ia melupakannya sama sekali. Ia sekarang itu berada dalam kepribadian baru yang tidak mengetahui orang-orang yang pernah dikenal sebelumnya ketika ia berada dalam keadaan kesurupan jin). Sebabnya adalah karena jin itu mengikat dhahirnya dengan orang yang kesurupan itu dengan hal-hal yang masa lalu dalam kehidupan si yang disurupi yang menunjukkan adanya hubungan kuat dengannya, dalam waktu yang bersamaan ia memberitakan tentang rahasia gaib tentang si sakit dan hadirin, kemudian ia mengerjakan perbuatan yang tidak pernah si sakit kerjakan sebelumnya, kemudian si sakit mengingkari hal itu semua, sebagaimana ia bertasbih di sungai atau berbicara dengan bahasa tertentu yang ia tidak mengetahui sebelumnya. Hal itu tidak mungkin terjadi pada penyakit histeri al-insyiqaqiyah.

Perbedaan antara berhentinya jin dari aksinya dan penyakit histeris dari perbuatannya. Penyakit histeris itu berhenti dengan suntikan bius opium atau lainnya, atau detakan listrik, sedangkan gangguan jin, maka pengaruhnya akan dihilangkan dengan membaca ayat-ayat Al-Quran dan azan atau dengan menekan pada dua urat leher.

Perbedaan antara kondisi keluar jin dari badan dan keluar akal batin dan dari areal dialog psikologi pada dokter. Ketika jin keluar dari badan orang yang kesurupan, maka ia menyampaikan salam kepada yang hadir, kadang kala memegang kaki kanannya, lalu melakukan beberapa gerakan sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya dari Syekh Abdullah al-Jibrain. Kemudian orang yang kesurupan itu sakit, dalam keadaan tidak sadar apa yang terjadi, terjadi antara dua periode, perbedaan waktu yang jelas menyebabkan perubahan sifat orang yang kesurupan itu ketika terjadi dialog pisikis dokter dengan akal batini, karena ia membutuhkan waktu perlahan-pelahan, sokongan dan rayuan, (kadang kala berulang beratus kali), kemudian membiarkannya. Jelasnya, dalam hal ini tidak ada perbedaan waktu antara gangguan akal batini yang muncul pada kondisi orang yang kesurupan karena jin.

Yang Ketiga : Dari Segi Obat dan Penyembahan

Obat dokter tidak dapat mencegah kesurupan jin. Disebutkan dalam Sunnah yang sahih, “Setiap penyakit ada obatnya, maka apabila obat itu tepat untuk penyakit tersebut maka sembuh dengan izin Allah Swt.”

Hal ini menunjukkan bahwa obat-obat itu tergantung kekuatan kerja dan efeknya juga dosis yang digantung obat itu, kriterianya, dan kekuatan sakit dan orang yang sakit. Kehendak Allah ada di atas itu semua. Berdasar hal itu, maka setiap penyakit ada obat yang cocok. Orang yang berpengalaman tentang orang yang ditimpa penyakit karena jin, tahu secara yakin bahwa banyak obat dokter tidak dapat menyembuhkan penyakit ini bahkan justru akan menambah sakitnya memburuk.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “mengenai kesurupan ruh, para dan ilmuman mengakui keberadaannya dan tidak mampu menolaknya. Mereka juga mengakui bahwa penyembuhannya adalah menghadapkan ruh mulia terhadap ruh jahat. Dengan begitu maka sirnalah efeknya melawan aksinya dan menghilangkanya.”

Abqarath menyebutkan hal itu dalam beberapa bukunya mengenai pengobatan kesurupan. Ia berkata bahwa hal ini bisa dijadikan penyembuhan pada orang yang kesurupan karena ahlath dengan material (semburan).

Saya mengatakan bahwa demikian pula, dokter jiwa tidak dapat mengobatinya dalam kondisi kesurupan seperti ini. Sebagian para dokter jiwa mengakui keterbatasan keilmuannya dalam masalah obat dan penyakit. Keterbatasan ini tidak dimungkiri bagian kesehatan penyakit jiwa dan dokternya yang berkerja dalam bidang ini, bahwasannya ia merupakan material yang tidak berubah, maka beda antara ia dengan pelakunya. Mereka berpendapat bahwa ada obat kedokteran yang menyebabkan orang sakit menjadi bahagia dan senang. Akan tetapi, jika efek obat itu hilang, maka pengaruh negatif akan muncul. Mereka menduga bahwa hal itu setara dengan perilaku dalam jiwa, yang tidak berbeda dengan standar suatu alat yang dipakai. Mereka lupa akan iman kepada Allah Ta’ala dalam mengoreksi kondisi jiwa, membaikkannya dan meluruskannya. Karena itulah menyebabkan parahnya si sakit terhadap kondisi penyembuhan semacam itu. Dengan begitu, maka diagnosis dan obat yang diberikan tidak berfaedah

No comments:

Post a Comment

Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...