12/18/2007

Hukum Mendatangi, Bertanya dan Mempercayai Para Dukun dan Sejenisnya



Segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah atas Nabi dan Rasul termulia, Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.

Telah tersiar di tengah-tengah banyak manusia bahwa di sana terdapat kalangan yang bergantung kepada para dukun, munajjimin (ahli nujum), penyihir, para peramal dan sejenisnya; untuk mengetahui masa depan, keberuntungan, mencari isteri, berhasil dalam ujian dan perkara-perkara lainnya yang hanya Allah Subhannahu wa Ta'ala -lah yang mengetahuinya, sebagaimana firmanNya,

"(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakang-nya." (Al-Jin: 26-27).

Dia berfirman, "Katakanlah, 'Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.'" (An-Naml: 65).

Para dukun, peramal, penyihir dan semisal mereka, Allah dan RasulNya telah menjelaskan kesesatan mereka dan klimaks mereka yang buruk di akhirat serta mereka tidak mengetahui perkara ghaib. Mereka hanyalah berdusta terhadap manusia dan mengatakan terhadap Allah suatu yang tidak benar padahal mereka mengetahui.
Dia berfirman, "Padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaiu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.' Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan ijin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (Al-Baqarah: 102).

"Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang." (Thaha: 69).

"Dan Kami wahyukan kepada Musa, 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan." (Al-A'raf: 117-118).

Ayat ini dan sejenisnya menjelaskan kerugian penyihir dan apa yang didapatkannya di dunia dan akhirat. Ia tidak membawa kebaikan dan apa yang dipelajarinya atau ajarkan kepada orang lain akan membahayakan pelakunya dan tidak bermanfaat baginya. Sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta'ala telah mengingatkan bahwa perbuatan mereka itu batil. Telah shahih dari Rasulullah Subhannahu wa Ta'ala bahwa beliau bersabda,

اِجْتَنِبُوْا السَّبْعَ اْلمُوْبِقَاتِ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَليِّ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ اْلمُحْصَنَاتِ اْلمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ
"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah itu?" Beliau menjawab, "Menyeku-tukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada saat perang berkecamuk, dan menuduh wanita yang memelihara diri, beriman lagi lalai (tidak pernah terlintas dihatinya untuk berzina)." (Disepakati keshahihannya).

Ini menunjukkan besarnya dosa sihir, karena Allah mengi-ringkannya dengan syirik. Dia mengabarkan bahwa sihir termasuk perkara yang membinasakan dan sihir adalah kekafiran. Karena seseorang tidak sampai kepadanya kecuali dengan jalan kekafiran, sebagaimana firmanNya, "Keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.'" (Al-Baqarah: 102).

Telah diriwayatkan dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bahwa beliau bersabda,
حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ

"Hukuman (had) bagi penyihir ialah ditebas dengan pedang."

Telah shahih dari Amirul Mu'minin Umar bin al-Khaththab Radhiallaahu anhu bahwa dia memerintahkan untuk membunuh penyihir, baik laki-laki maupun perempuan. Demikian pula telah shahih dari Jundab al-Kahir al-Azdi , seorang sahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bahwa ia membunuh seorang penyihir. Telah shahih dari Hafshah Radhiallaahu anha bahwa ia memerintahkan supaya membunuh sahayanya yang telah menyihirnya, lalu ia dibunuh. Dari Aisyah Radhiallaahu anha, ia mengatakan, "Orang-orang bertanya kepada Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tentang dukun, maka beliau bersabda, "Mereka itu tidak tidak bisa dijadikan pegangan." Mereka mengatakan, "Wahai Rasulullah, mereka menceritakan kepada kami, kadangkala menceritakan suatu yang benar." Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menjawab,

تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ اْلحَقِّ يَخْطَفُهَا اْلجِنِّيُّ فَيُقَرْقِرُهَا فيِ أُذُنِ وَلِيِّهِ فَيَخْلِطُوْنَ فِيْهِ أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ
"Itulah kata-kata kebenaran yang dicuri oleh jin lalu ia membisikkannya di telinga anteknya, lalu mereka mencampur di dalamnya lebih dari seratus kedustaan." (HR. Al-Bukhari).

Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas ,

مَنِ اقْتَبَسَ عِلْماً مِنَ النُّجُوْمِ اِقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ

"Barangsiapa mempelajari sebagian dari ilmu nujum, sesung-guhnya dia telah mempelajari sebagian ilmu sihir. Semakin bertambah (ilmu yang dia pelajari) semakin bertambah pula (dosanya)." (HR. Abu Daud dan sanadnya shahih).

An-Nasa'i juga meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bahwa beliau bersabda,

مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَثَ فِيْهَا فَقَدْ سَحَرَ وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئاً وُكِلَ إِلَيْهِ
"Barangsiapa membuat suatu buhul kemudian meniupkan padanya, maka ia telah melakukan sihir; dan barangsiapa yang melakukan sihir, maka ia telah musyrik. Barangsiapa menggantungkan sesu-atu, maka dipasrahkan kepadanya."

Ini menunjukkan bahwa sihir itu perbuatan syirik, sebagaimana telah dijelaskan. Hal itu karena seseorang tidak akan sampai kepadanya kecuali dengan mengabdi dan mendekatkan diri kepada para jin, dengan apa yang mereka minta berupa penyem-belihan dan bermacam-macam pengabdian lainnya. Sedangkan mengabdi kepada mereka adalah menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Dukun adalah orang yang menyangka bahwa ia mengetahui sebagian perkara ghaib, dan yang terbanyak ialah dari kalangan yang melihat bintang-bintang untuk mengetahui berbagai keja-dian atau meminta bantuan kepada para setan yang mencuri pembicaraan (dari langit), sebagaimana yang disinyalir dalam hadits yang telah disebutkan. Semisal dengan mereka ialah orang yang membuat garis di pasir atau melihat dalam bejana, pada telapak tangan, atau sejenisnya. Demikian pula orang yang membuka kitab, dengan menyangka bahwa dengan itu mereka mengetahui perkara ghaib. Mereka adalah adalah kafir dengan keyakinan ini. Karena, dengan dugaan ini, mereka mengklaim "bersekutu" dengan Allah dalam suatu sifat dari sifat-sifat yang menjadi kekhususannya, yaitu mengetahui perkara ghaib, dan karena mereka mendustakan firmanNya,

"Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah." (An-Naml: 65).

"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri." (Al-An'am: 59).

Dan firman Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada NabiNya Shalallaahu alaihi wasalam ,

"Katakanlah, 'Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbenda-haraan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku.'" (Al-An`am: 50).

Siapa yang mendatangi mereka dan mempercayai apa yang mereka katakan dari ilmu ghaib, maka ia kafir, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ahlus Sunan dari hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,

"Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir kepada apa yang ditu-runkan kepada Muhammad."

Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari sebagian istri Nabi Shalallaahu alaihi wasalam beliau bersabda,

"Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 malam."

Dari Imran bin Hashin Radhiallaahu anhu dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bahwa beliau bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطِيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ وَمَنْ أَتَى كَاهِناً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلىَ مُحَمَّدٍ
"Bukan termasuk golongan kami siapa yang meramal atau diramal, melakukan perdukunan atau minta didukuni, menyihir atau minta disihirkan. Barangsiapa datang kepada seorang dukun lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan atas Muhammad." (HR. Al-Bazzar, dengan sanad yang baik).

Berdasarkan hadits-hadits yang telah kami jelaskan maka menjadi jelas bagi pencari kebenaran, bahwa ilmu perbintangan dan apa yang disebut dengan melihat dan membaca telapak tangan, membaca bejana, melihat garis, dan sejenisnya yang diklaim para dukun, peramal dan penyihir, semuanya termasuk ilmu-ilmu jahiliyah yang diharamkan Allah dan RasulNya dan termasuk amalan-amalan mereka yang dibatalkan oleh Islam, dilarang mengerjakannya, mendatangi siapa yang melakukannya dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu darinya, atau mempercayai apa yang disampaikannya dari hal itu. Karena itu merupakan ilmu ghaib yang hanya diketahui oleh Allah.

Nasihatku kepada semua orang yang berhubungan dengan perkara-perkara tersebut supaya bertaubat kepada Allah, bersandar kepada Allah semata, dan bertawakal kepadaNya dalam segala urusan. Tentu saja, disertai dengan upaya-upaya syar'i dan hissi yang diperbolehkan dan meninggalkan perkara-perkara jahiliyah ini, menjauhinya, dan berhati-hati untuk tidak bertanya kepada para pelakunya atau mempercayainya, demi mentaati Allah dan Rasul-Nya, memelihara agama dan akidahnya, takut terhadap murka Allah, serta menjauhi sebab-sebab kesyirikan dan kekafiran yang barangsiapa mati di atas perkara tersebut maka ia merugi di dunia dan akhirat.

Kami memohon kepada Allah keselamatan dari hal itu dan kita berlindung kepadaNya dari segala yang menyelisihi syariat-Nya atau menjerumuskan ke dalam murkaNya. Demikian pula kami memohon kepadaNya agar memberi taufik kepada kita dan semua umat Islam untuk memahami agamaNya dan teguh di atasnya, serta melindungi kita semua dari fitnah-fitnah yang menyesatkan, dari keburukan diri kami dan keburukan amal usaha kami. Sesungguhnya Dia Maha Menolong hal itu dan Mahakuasa. Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpah-kan atas Nabi kita, Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya. (Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh Ibn Baz, jilid 2, hal. 118-122 )

No comments:

Post a Comment

Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...