12/11/2007

PENOLAKAN ATAS MASUKNYA JIN DALAM TUBUH MANUSIA


A. PENOLAKAN DI INDONESIA

Ruqyah-online.blogspot.com-Ada sebuah tulisan dari saudara M. Ilyas dari Perum Balikpapan Baru Kalimantan Timur yang dimuat di majalah Alkisah No.25/5-18 Desember 2005 berjudul “Tidak Mungkin Orang Kesurupan Jin”. Dia dengan sangat yakin menyatakan tidak mungkin manusia kesurupan jin. Lalu saudara M. Ilyas mengemukakan alasannya yang hanya bersandarkan pada dalil aqli dan berdasarkan pendapat ilmu kedokteran tanpa satu pun ia mengutip rujukan dari Al-Qur’an dan Hadits.

Tidak lama kemudian pada majalah Alkisah edisi berikutnya (No.26/19 Desember 2005) ada bantahan dari saudara Adam Mustafa Bahri yang beralamat di Perum Bukit Kencana Jaya Semarang, Jawa Tengah. Ia membantah dengan mengemukakan dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah juga penjelasan para ulama mengenai kebenaran adanya jin yang dapat masuk pada diri manusia.

Berikut ini adalah pendapat dari saudara M.Ilyas dan bantahan dari saudara Adam Mustafa Bahri atas polemik dapatkah jin merasuki manusia:

1. Pendapat M. Ilyas

M. Ilyas mengatakan,”Saya membaca berita di koran Indopos, Minggu, 23 Oktober 2005, halaman 22, berjudul Puluhan Santri Kesurupan, heran dan sekaligus geleng-geleng kepala. Disitu diceritakan, sejumlah santri pondok Pesantren Syahibul Barokah Pandeglang, Banten, kesurupan jin. Apa pasal? Puluhan santri itu ternyata sedang mengikuti Pesantren Ramadhan dan Rukyat ( ditulis beliau “Rukyat” bukan “Ruqyah”, Red).”Dua orang tim rukyat ( ditulis beliau “Rukyat” bukan “Ruqyah”, Red) yang didatangkan khusus dari Yayasan Izzah, Serang, pun terlihat kerepotan menangani puluhan santri yang kesurupan. ’Mau dikeluarkan paksa atau sendiri?’ kata Ustadz Zulkifli menyuruh jin yang ada dalam tubuh peserta agar keluar.

‘Mau keluar sendiri,’ jawabnya melalui mulut seorang peserta yang kesurupan dengan wajah yang kecapaian.

‘Mana plastiknya?’ kata Ustadz Zulkifli kepada salah seorang panitia yang memegang tubuh sikorban. Salah seorang panitia pun segera mendekatkan plastik hitam pada mulut si korban. Tak lama kemudian si korban pun muntah, lalu terkulai lemas.”

Sampai disini saja ceritanya. Sebab anda sudah dapat melanjutkan sendiri. Kasus semacam ini banyak terjadi di masyarakat. Tetapi, menurut saya mereka salah persepsi tentang fenomena kesurupan, juga tidak tahu tentang hakikat jin.

Dari cerita diatas, ada yang menggelikan. Ketika ustadz tersebut menyuruh jin yang ada dalam tubuh si korban keluar, eh, ternyata yang keluar bukan jin, melainkan muntahan dari perut. Apakah jin sama dengan muntahan perut?

Menurut beberapa buku yang saya baca, apa yang disebut kesurupan itu sebetulnya sebuah gejala psikologi biasa saja. Dalam literatur psikiatri, ia disebut penyakit psikis yang disebabkan stres dan depresi yang mengakibatkan kerancuan berfikir. Dan penyakit syaraf yang disebabkan kekacauan signal-signal yang berada pada sistem input dan output otak.

Sebagian kalangan ahli jiwa mengklaim kesurupan jin sebagai skizophrenia. Sering kali orang yang terganggu jin, karena sihir, kesurupan atau pun kerasukan jin hanya akibat sakit jiwa. Skizophrenia sendiri merupakan penyakit gangguan jiwa yang bertaraf berat dan salah satu dari 70 macam gangguan jiwa yang ada di Indonesia. Di dunia medis terdapat lebih dari 300 gangguan jiwa.

Skizophrenia berasal dari kata shizo, berarti “jiwa” dan phren yang berarti “kacau”. Kalau digabung, skizophrenia berarti “jiwa yang terbelah” atau split of personality, karena penyakit ini memang menyebabkan penderita seolah-olah punya jiwa yang lain.

Hal semacam ini terjadi juga pada beberapa pelajar di Bandung beberapa waktu lalu. Ketika itu kejadiannya ditanggapi oleh Direktur Rumah Sakit Jiwa Bandung, dr. Dengara Pane. Seperti ditulis dalam harian umum Pikiran Rakyat, jum’at, 26/3/2005: Dia mengatakan, “Saya sangat membantah keras adanya hubungan antara kesurupan dengan dunia ghaib. Kesurupan itu diakibatkan oleh adanya gangguan emosional dalam diri para siswi tersebut. Tidak ada hubungannya dengan dunia ghaib. Kondisi gangguan emosional itulah yang menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian.”

Gangguan emosional itu muncul akibat adanya stressor (faktor penekan). “Stressor ini berasal dari lingkungan rumah, sekolah, atau pun teman,” paparnya. Jadi, dalam masalah kesurupan ini, kata Dengara, masyarakat seharusnya bersikap realistis dan tidak mengaitkan peristiwa kesurupan masal tersebut dengan sesuatu yang tidak logis.”masyarakat harus sadar terhadap kondisi kesehatan jiwanya”, katanya.........

Banyak studi antropologi kedokteran menyebutkan, kesurupan hanya gejala penyakit akibat kebudayaan setempat. Gejala kebudayaan ini lebih diperparah dengan keadaan sosial ekonomi korban. Seperti yang terjadi di kota Demak, Jawa Tengah, banyak wanita pedesaan terkena kesurupan “hantu cekik”. Mereka seperti tercekik lehernya, sehingga sulit bernapas. Setelah diselidiki, ternyata serangan “hantu cekik” ini terjadi ketika mereka menghadapi musim paceklik. Jadi obatnya yang utama ya kesejahteraan di bidang pertanian, disamping doa (ruqyah).

Dalam hal ruqyah, saya mengikuti fatwa yang dikeluarkan Persis (Persatuan Islam), yang baru saja bermuktamar beberapa bulan lalu di Jakarta. Salah satu keputusannya tentang rukyat (ditulis beliau “Rukyat” bukan “Ruqyah”, Red) dan penyembuhan kerasukan jin. Dewan Hisbah, di antaranya, memutuskan, rukyat dalam arti doa dan melindungi diri menggunakan kalimat yang manshush (diucapkan oleh Nabi Muhammad saw). Ruqyah dalam arti jimat dan jampi-jampi sekalipun menggunakan ayat Al-Qur’an adalah syirik (dosa besar). Kemudian, tidak ada kesurupan jin. Meyakini adanya kesurupan jin dan pengobatan selain yang disyari’atkan di atas adalah dusta dan syirik.

Saya mengharapkan, majalah Alkisah yang saya cintai tidak ikut-ikutan menampilkan berita yang tidak benar seperti diatas. Apalagi seperti di teve, Tim Pemburu Hantu yang para kiainya mengaku bisa menangkap hantu.

2. Sanggahan Adam Mustafa Bahri

Membaca ulasan M. Ilyas dalam Alkisah No.25 yang berjudul Tidak Mungkin Orang Kesurupan Jin, saya melihat, penulisnya sok ilmiah dan tidak memperhatikan dalil agama yang ada di dalam Al-Qur’an dan hadits. Sedang fenomena kesurupan itu ada di dalam Al-Qur’an dan hadits.

Coba simak Qur’an surah Al-Baqarah:275,”Orang-orang yang makan (mengambil )riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila.” Disamping itu dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, Rasulullah saw juga bersabda,”Sesungguhnya setan menjalar dalam tubuh bani Adam seperti menjalarnya darah dalam tubuhnya.”

Kesurupan itu sama dengan yang digambarkan oleh Al-Qur’an, yaitu orang yang “kemasukan setan”. Lebih tegas lagi setan, jin bisa masuk menjalar ketubuh manusia melalui saluran darahnya. Jadi bagaimana manusia bisa dikatakan tidak bisa kesurupan jin?

Kesurupan jin, yang dalam bahasa Arab disebut as sharu’, merupakan proses menyusupnya bangsa jin kedalam tubuh manusia yang , mengganggu mekanisme tubuh yang menimbulkan ketimpangan akal manusia, sehingga tidak dapat menyadari apa yang diucapkan dan dilakukannya. Orang yang kesurupan jin mengalami kehilangan ingatan sementara akibat ketimpangan syaraf otak. Ketimpangan syaraf otak akan diiringi dengan ketimpangan pada gerakan-gerakan orang yang kesurupan. Jadi, fenomena kesurupan jin adalah kekacauan dalam ucapan, perbuatan, dan pikiran yang disebabkan jin mengganggu mekanisme tubuh manusia dan sistem syaraf tubuh.

Kitabullah dan sunah Rasulullah saw serta ijmak para ulama telah menunjukkan kemungkinan jin masuk ke dalam tubuh manusia dan membuatnya gila, kesurupan. Ibnu Taimiyah menyatakan,”Tidak ada imam kaum muslimin yang meningkari masuknya jin dalam tubuh orang kesurupan. Barangsiapa mengingkari hal itu dan mengaku bahwa syara’ mendustai kejadian tersebut, ia telah berdusta terhadap syara’, tidak ada dalil syar’i yang menafikan hal itu.”

Orang yang percaya bahwa tidak ada orang kesurupan jin sebagaimana pendapat M. Ilyas, bukanlah barang baru. Model orang seperti itu (Mu’tazilah, red) sudah ada sejak lama ada. Abdullah ibn Ahmad ibn Hambal RA berkata,”Saya berkata kepada ayahku (Imam Ahmad bin Hambal), ‘Ayah, suatu kaum berpendapat, jin itu tidak dapat masuk ke dalam diri manusia.’ Jawab ayahku,’Hai anakku, mereka telah berdusta. Adanya jin telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, sunnah Rasulullah, dan kesepakatan ulama salaf. Begitu pula masuknya jin ke dalam tubuh manusia telah tetap, berdasarkan kesepakatan para imam Ahlussunah Waljama’ah, dan tidak seorang pun tokoh muslim yang mengingkari masuknya jin pada tubuh orang yang sedang terkena penyakit gila (kesurupan). Barang siapa yang mengingkari hal itu dan mengaku bahwa syari’at mendustakannya, ia telah mendustakan syari’at tersebut, dan dalam dalil-dalil syari’at tidak ada yang menafikan hal itu’.”

Ibnu Qayyim juga berkata,”Gila (penyakit kesurupan) itu ada dua macam. Pertama, gila karena pengaruh roh jahat dimuka bumi (jin). Kedua, gila akibat percampuran (masuknya benda-benda yang tidak steril atau kotor ke dalam tubuh manusia). Macam kedua inilah yang dibicarakan para dokter, baik dalam sebab maupun pengobatannya. Adapun gila (penyakit kesurupan) lantaran pengaruh roh jahat, para tokoh (ulama) mengakui dan tidak menolaknya serta mengakui bahwa pengobatannya adalah dengan roh yang mulia, baik, dan tinggi (kekuatannya) dari roh yang jahat dan buruk itu.

Caranya, roh baik itu menahan pengaruh (roh jahat tersebut), menghalangi dan membatalkan pengaruhnya. Hal itu telah ditulis oleh Abqarath (ahli kedokteran pada masanya) pada sebagian bukunya, dia menyebutkan beberapa cara mengobati gila kesurupan. Dia berkata,’Pengobatan medis hanyalah bermanfaat bagi penyakit gila (kesurupan) yang disebabkan oleh percampuran materi kotor (tidak steril) dalam tubuh. Sedangkan gila kesurupan yang terjadi lantaran pengaruh roh jahat, pengobatan seperti ini tidak bermanfaat.....’”

Sedang tentang ruqyah secara umum, baik bacaan maupun teknisnya diambil dari Rasulullah saw dan para ulama terdahulu. Memukul bagian yang bereaksi, sebagaimana dilakukan Ustadz Zulkifli dalam berita di koran itu, pernah dilakukan Nabi Muhammad dan para ulama terdahulu.
Rasulullah pernah me-ruqyah, Usman bin Habil, sahabat yang mengeluhkan bahwa salatnya terganggu, dan sering sekali ia lupa waktu salat. Kemudian Rasulullah memukul bagian punggung dan dadanya sambil mengatakan,”Keluar, wahai musuh Allah.” Ini artinya, memukul dalam kajian syari’at Islam diperbolehkan untuk masalah ruqyah. Ini bisa dilakukan ketika orang mulai terlihat bereaksi.

Bahkan ada yang lebih dahsyat lagi, seperti yang dilakukan oleh Imam Ibnu Taimiyah sebagaimana yang diceritakan Ibnu Qayyim. Jika beliau me-ruqyah orang dihadapan murid-muridnya, orang tersebut dipukuli dengan kayu rotan sampai Ibnu Qayyim mengatakan,”Kami kira orang itu sudah mati, karena dipukuli sedemikian kerasnya. Namun ketika bangun, ternyata orang itu tidak merasakan apa-apa.”

Yang dimaksud bagian tubuh yang bereaksi adalah, terkadang reaksi jin itu terlihat pada sebagian atau beberapa tempat anggota tubuh yang bergerak-gerak. Atau perasaan sakit tertentu yang dirasakan pasien, misalnya kesemutan atau panas di bagian dada, pusing atau dingin, dan terasa sangat mual. Karena peruqyah tidak dapat melihat keberadaan jin pada tubuh pasien, informasi rasa sakit dari pasien dapat membantu peruqyah melakukan pijatan dan pukulan yang tidak mencelakakan, sambil membacakan ayat Al-Qur’an.

Demikian, semoga M. Ilyas mafhum bahwa pendapatnya tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits.

B. PENOLAKAN SEBAGIAN DUNIA KEDOKTERAN

Ada sebagian dokter menolak adanya keyakinan masuknya jin dalam tubuh manusia, mereka berpendapat orang-orang yang dikira kemasukan jin sesungguhnya sedang terkena epilepsi. Sebab penyakit ini banyak macamnya. Salah satu gejala epilepsi adalah berbuat dan berkata yang aneh seolah-olah seperti kesurupan. Sumarno Markan dalam bukunya Penurunan Neurologi halaman 115 menerangkan beberapa jenis gejala epilepsi:

1. Sawan Lena (khas)

Cirinya:
a. Penurunan kesadaran saja.
b. Disertai gerakan klonis ringan biasanya kelopak mata atas, sudut mulut atau otot-otot lainnya.
c. Dengan komponen atonik, otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai, tak jarang penderita jatuh karena serangan ini.
d. Disertai komponen tonik, otot-otot ekstemitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan manjadi melengkung kebelakang, lengan dapat mengeras atau menegang.
e. Disertai automatisme, gerakan-geralan atau perilaku yang terjadi dengan sendirinya.

2. Sawan Lena (tak Khas)

a. Perubahan dalam tonus otot lebih jelas.
b. Permulaan dan berakhirnya kebangkitan mendadak.
3. Sawan Miloklonik

Pada sawan miloklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat dan lemah. Sebagian dan semua otot, sekali atau berulang-ulang. Sering terjadi waktu akan tidur atau waktu bangun tidur, atau waktu akan melakukan suatu gerakan. Bangkitan ini dapat terjadi pada semua umur.
Memperhatikan tanda-tanda penderita diatas sangat mungkin bahwa orang yang diduga kesurupan atau kemasukan jin itu adalah orang yang menderita penyakit sawan. Namun ketika masyarakat memandangnya sebagai orang yang kemasukan setan.

Selain dari penyakit ayan, sebagian kalangan ahli jiwa mengklaim kesurupan jin sebagai skizophrenia. Sering kali orang yang terganggu jin, karena sihir, kesurupan atau pun kerasukan jin hanya akibat sakit jiwa. Skizophrenia sendiri merupakan penyakit gangguan jiwa yang bertaraf berat dan salah satu dari 70 macam gangguan jiwa yang ada di Indonesia. Di dunia medis terdapat lebih dari 300 gangguan jiwa.

Skizophrenia berasal dari kata shizo, berarti “jiwa” dan phren yang berarti “kacau”. Kalau digabung, skizophrenia berarti “jiwa yang terbelah” atau split of personality, karena penyakit ini memang menyebabkan penderita seolah-olah punya jiwa yang lain.

Direktur Rumah Sakit Jiwa Bandung, dr. Dengara Pane. Seperti ditulis dalam harian umum Pikiran Rakyat, jum’at, 26/3/2005: Dia mengatakan, “Saya sangat membantah keras adanya hubungan antara kesurupan dengan dunia ghaib. Kesurupan itu diakibatkan oleh adanya gangguan emosional dalam diri seseorang. Tidak ada hubungannya dengan dunia ghaib. Kondisi gangguan emosiaonal itulah yang menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian.”

Gangguan emosional itu muncul akibat adanya stressor (faktor penekan). “Stressor ini berasal dari lingkungan rumah, kerja, atau pun teman,” paparnya. Jadi, dalam masalah kesurupan ini, kata Dengara, masyarakat seharusnya bersikap realistis dan tidak mengaitkan peristiwa kesurupan massal tersebut dengan sesuatu yang tidak logis.”masyarakat harus sadar terhadap kondisi kesehatan jiwanya”, katanya.........


No comments:

Post a Comment

Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...