Pertanyaan:
Ustadz, apa hukumnya ruqyah massal ? Apakah Rasulullah pernah melakukan ruqyah massal ? Apakah ada dalil yang membolehkannya ?
Hamba Allah, Tanah Abang Jak-Pus
Jawaban :
Bismillah wal Hamdulillah, redaksi menerima banyak pertanyaan sejeni dan serupa. Semoga jawaban dari pertanyaan ini bisa mewakili pertanyaan lainnya yang tidak disebutkan teksnya. Dan semoga jawaban ini bisa mengobati rasa ingin tahu kita semua tentang hukum ruqyah massal yang akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh saudara-saudara kita di belahan bumi nusantara ini.
Pada dasarnya ruqyah adalah termasuk ajaran yang telah diajarkan oleh Rasululla saw, hadits shahih yang menjelaskan hal itu sangat banyak jumlahnya. Dan kebanyakan dalam pelaksanaan ruqyah, Rasulullah saw melaksanakannya secara individual. Kalau ada keluarganya, shahabatnya atau anak shahabatnya yang sakit, Rasulullah saw meruqyahnya atau memerintahkannya untuk ruqyah secara mandiri. Bahkan Rasulullah saw sendiri pernah diruqyah oleh Malaikat Jibril.
Namun zaman sekarang, jumlah umat Islam semakin banyak, zaman semakin berkembang, permasalahan yang ada juga makin beragam. Sehingga kita mendapati hal baru yang belum pernah terjadi di zaman Rasulullah saw. Ada khitan massal, ada nikah massal dan sekarang kita jumpai ada ruqyah massal. Khitan, nikah, ruqyah adalah bagian dari sunnah. Dan pelaksanaannya secara massal kita jumpai atau kita dengar pada akhir-akhir ini saja. Lalu bagaimana hukumnya ruqyah massal itu sendiri ?
Pertanyaan serupa pernah ditanyakan kepada Lembaga Fatwa dan Riset Arab Saudi. Dan Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrain-hafizha-hullah-selaku anggota Lembaga tersebut telah menjawabnya dengan tuntas dan jelas.
Beliau menjawab, “Sebagian peruqyah telah menyatakan bahwa ruqyah dengan cara seperti itu (massal) telah terbukti keberhasilannya dan bermanfaat. Banyak orang yang jiwanya terganggung oleh jin akhirnya sembuh. Hal itu terjadi karena orang yang terganggu (kesurupan) saat orang meninggalkan orang jasad tersebut. Atau karena memang al-Qur’an itu sendiri adalah kesembuhan seperti yang telah diberitahukan oleh Allah. (QS.al-Isra : 82). Sehingga ia bisa berpengaruh pada orang yang mendengarkannya walaupun si peruqyah tidak meniup orang yang terganggu secara langsung.
Meskipun begitru, ruqyah sya’iyyah idealnya dilakukan dengan mendekati orang yang terganggu (kesurupan), lalu memperdengarkan kepadanya ayat-ayat kemudian ditiupkan kepadanya. Atau ditiupkan ke telapak tangan (peruqyah) lalu diusapkan ke tubuh orang tersebut. Atau bisa juga dengan memperdengarkan ayat dan do’a terus menerus sampai ia bereaksi dan terpengaruh dengan bacaan tersebut.
Dengan demikian, bila memungkinkan untuk dilakukan ruqyah satu-persatu (individual), maka itulah yang utama (afdhal). Tapi kalau tidak memungkinkan, maka bisa dilakukan ruqyah secara massal dengan menggunakan microphone, walaupun mungkin hasilnya tidak semaksimal bila dibandingkan dengan ruqyah perindividu. Wallahu A’lam. (Kitab al-Fatawa adz-Dzahabiyyah : 22).
Ruqyah syar’iyyah dengan cara memperdengarkan bacaan ruqyah ke obyek yang diruqyah pernah juga dilakukan oleh seorang shahabat Rasulullah saw yang bernama Abdullah bin Mas’ud. Ia pernah membaca ruqyah di telinga orang yang kesurupan, lalu orang itu sembuh dengan izin Allah swt.
Ketika kejadian itu diketahui Rasulullah saw, lalu Abdullah bin Mas’ud ditanya, “Apa yang kamu baca di telinganya?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Aku membaca ayat-ayat terakhir dari surat al-Mukminun. Lalu Nabi bersabda, “Sekiranya ada orang yang mendapatkan restu (taufiq) saat membacanya pada gunung, niscaya gunung tersebut akan pecah atau luluh lantak.” (HR. Abu Ya’la dan Hakim, sanadnya ada yang lemah, tapi haditsnya hasan, dan perawi lainnya shahih.
No comments:
Post a Comment
Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...