12/04/2007

Ruqyah Syirkiyyah



Seiring dengan gencarnya berbagai pihak dalam mensosialisasikan ruqyah di tengah masyarakat dewasa ini, akhirnya ruqyah menjadi kalimat yang mulai membumi dan dikenal masyarakat luas. Saat mendengar dengung ruqyah, ada beberapa macama reaksi dan ekspresi masyarakat. Ada yang menolak, ada yang acuh tak acuh, ada yang malu-malu dan ada juga yang antusias dan meresponnya dengan penuh semangat. Dalam kajian ini kita akan membahas kelompok yang terakhir ini, yaitu mereka yang merespon dan menyambut gaung ruqyah. Karena terkadang kita jumpai mereka yang antusiasnya besar, tapi sedikit referensi dan kurangnya pengetahuan, akhirnya melahirkan pemahaman dan praktik yang menyimpang.


Diantara opini masyarakat yang harus diluruskan adalah pemahaman mereka tentang ruqyah. Banyak masyarakat Islam di negeri kita ini khususnya, ketika mendengar atau mengetahui bahwa ada praktik pengobatan dengan metode ruqyah, mereka langsung memahami bahwa praktik pengobatan tersebut syar’i atau Islami. Padahal tidak semua ruqyah itu Islami, begitu juga tidak semua praktik pengobatan yang Islamiyah. Karena ruqyah sendiri ada dua macam. Ada ruqyah syar’iyyah yaitu ruqyah yang sesuai dengan syari’at Islam dan ada juga ruqyah syirkiyyah yaitu ruqyah yang mengandung syirik dan diharamkan oleh Islam.

Karena opini dan pemahaman yang salah, akhirnya banyak orang Muslimin yang mengaku telah menjadi korban praktik pengobatan yang berlabel ruqyah. Ada yang dirugikan secara materi, ada yang dirugikan secara kehormatan, dan ada juga yang dirugikan dari segi ideology atau akidah. Ibu Min contohnya, ia mengaku telah habis jutaan rupiah karena diloroti oleh dukun yang berpakaian seorang habib dan mengaku sebagai peruqyah. Padahal sehabis diobati, ia selalu dibekali jimat untuk dipendam dalam kamar, dan ia telah berbuat syirik dengan melaksanakan apa yang diperintahkan. Sedangkan Mbak Dina mengaku bahwa ia pernah diruqyah oleh seseorang, tapi peruqyahnya meraba-raba tubuhnya dari balik bajunya. Ia merasa risih dan dilecehkan walaupun orang yang mengaku sebagai peruqyah tersebut memakai sarung tangan tipis yang acap kali dipakai seorang dokter. Makanya kita harus berhati-hati dan waspada terhadap praktik-praktik pengobatan yang menggunakan ruqyah sebagai topeng dan merek dagangnya.

Ada beberapa orang yang pernah datang langsung ke tempat ruqyah atau hanya komunikasi via telepon yang bercerita tentang “keganjilan” dari praktik ruqyah yang pernah mereka jumpai. Ada yang bertanya keheranan, ada yang minta fatwa tentang legalitas keabsahannya, dan ada juga yang menyatakan kekecewaannya. Karena ia semula mengira bahwa tempat praktik ruqyah yang akan didatanginya sesuai syari’at, tapi nyatanya banyak keganjilan yang dirasakan saat menjalani terapi.

Ibnu Anis (nama samaran) seorang guru yang tinggal di Jakarta, pada suatu siang datang ke tempat ruqyah untuk berkonsultasi. Karena anaknya yang berusia 2 tahun bertingkah aneh dan sering menangis ketakutan. Tangisan histeris itu sering dialami anaknya saat menjelang Maghrib tiba. Akhirnya ada temanya yang menyarankan agar anaknya diterapi ruqyah. Dia mencatat alamat praktik ruqyah tersebut lalu bergegas mendatanginya. Sesampai di tempat tersebut, ia dipersilahkan masuk oleh petugas ke ruangan praktik. Sang penerapi ruqyah telah menunggu di ruangan tersebut. Ustadz penerapi bertanya kepadanya terlebih dahulu perihal kondisi dan jenis gangguan yang dialami anaknya. Lalu si ustadz menghampirinya dan memencet pangkal jari jempolnya seraya menatap mata anaknya. Sejenak kemudian si ustadz melepaskan tangan anaknya. “Insya Allah anak ibu sudah tidak apa-apa”, ujar si ustadz menyakinkannya. Yang jadi pertanyaannya, “Kenapa ruqyah yang dilakukan di Majalah ghoib ini bersuara ? Sedangkan praktik ruqyah yang pernah didatanginya itu ustadznya tidak bersuara saat melakukan terapi”, begitulah Tanya Ibu Anis.
Bapak Sani (bukan nama sebenarnya), di suatu sore menghubungi kami via telepon dari rumahnya di Jawa Tengah. Ia bertanya tentang praktik pengobatan yang mengatas namakan ruqyah. Tapi pengobatan tersebut dipadu dengan tenaga dalam dan senam pernapasan hingga terlihat tangannya bergetar-getar seolah-olah mengeluarkan suatu kekuatan. Dalam melakukan terapi juga dilengkapi dengan bacaan do’a-do’a, walaupun dia tidak paham benar do’a apa saja yang dibaca, karena si penerapi tidak melafazhkan bacaannya dengan jelas, sebagian terdengar lirih dan sebagian lainnya nyaris tidak terdengar sama sekali. Bahkan Kiai, Habib, Ustadz yang meruqyah itu dengan enaknya menyentuh secara langsung wanita yang bukan muhrimnya hingga bersentuhan kulit. “Apakah praktik semacam itu bisa disebut dengan ruqyah syar’iyyah atau termasuk ruqyah ‘gadungan’ alias menyimpang dari syari’at ?” Begitulah pertanyaan yang dilontarkan Bapak Sani.

Mas Andre (nama panggilannya), peserta kajian Islam dengan tema “Karakter Dukun dan Bahayanya dalam Syari’at Islam”, yang diadakan oleh jama’ah Masjid di tempat tinggalnya di Bekasi. Mereka mengundang penceramah dari tim ruqyah. Pertanyaan yang masih mengelayut di benak Andre adalah, “Apakah pengobatan yang diawali dengan dzikir berjamaah, atau mengkhatamkan al-Qur’an bersama-sama, lalu dilanjutkan dengan ritual pemindahan penyakit pasien ke seekor kambing termasuk bagian dari pengobatan ruqyah yang dibenarkan syari’at Islam ? Dan bagaimana hukumnya seorang muslim yang mencari kesembuhan ke tempat pengobatan seprti itu atau yang sejenisnya ?” Itulah pertanyaan yang jawabannya membutuhkan dalil yang kuat agar umat tidak terkelabuhi lagi.
Om Sandi (begitulah teman-teman memanggilnya), ia pernah bercerita bahwa ia pernah kecewa terhadap praktik ruqyah. Suatu saat tetangganya kesurupan. Lalu ada temannya yang memberitahukan kepadanya nomor telepon seorang peruqyah. Tema itu menyakinkanya bahwa praktik ruqyah yang dilakukan termasuk yang syar’i. Ketika peruqyah tersebut ditelepon, ternyata ia bersedia dating ke rumah pasien. Dan beberapa jam kemudian ia pun datang bersama istrinya. Memang awal mulanya Om Sandi mendengar ia membaca ayat-ayat al-Qur’an. Tapi setelah itu ia menjadikan istrinya sebagai mediator. Saat istrinya kesurupan, jin yang dalam tubuh istrinya memberitahukan keberadaan jin yang ada dalam tubuh pasien. Karena timbul keraguan akhirnya Om Sandi menghentikan proses pengobatan tersebut. Pertanyaannya adalah, “Apakah praktik ruqyah semacam itu termasuk yang syar’iyyah atau menyimpang ? ” Tanya Om Sandi kebingungan. Dan masih banyak pertanyaan sejenis dari kaum muslimin yang telah dari kaum muslimin yang telah sampai ke telinga tim ruqyah kami. Materi pertanyaannya seputar pengobatan yang mengatas namakan dirinya sebagai pengobatan ruqyah.

Saya (penulis) telah melihat adanya yayasan-yayasan supranatural, padepokan-padepokan, tarekat-tarekat yang semula menjual ilmu-ilmu sihir (reiki, bioenergi, tenaga dalam, aji kesaktian, ilmu-ilmu hikmah, ilmu-ilmu ghoib) juga menjual jimat, susuk, benda-benda keramat (sekarang ada jimat berbentuk ATM yang fungsi syiriknya diilmiahkan) ikut-ikutan menamakan terapi syiriknya dengan nama ruqyah juga. Selain ikut-ikutan tren terapi ruqyah yang semakin terkenal mereka juga mulai menyamarkan dirinya seolah-olah produk kesyirikan yang mereka jual disamakan dengan nama ruqyah syar’iyyah juga, sebab mereka sudah mulai risih dan gerah karena terapi ruqyah syar’iyyah dengan tegas dan keras mengatakan prosesi ilmu-ilmu sihir dan penjualan benda-benda keramat yang dilakukan mereka adalah suatu bentuk kesesatan dan kesyirikan. Maka sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui mana sebenarnya ruqyah yang syar’iyyah dan mana yang sebenarnya ruqyah syirkiyyah.

Ruqyah terus menggelinding ke tengah masyarakat bagaikan bola salju yang makin lama makin membesar. Ada yang menyambutnya dengan rasa penuh ingin tahu, lalu mencoba untuk mempelajarinya sedikit demi sedikit. Namun saat mereka bersemangat untuk belajar dan mengkaji kembali tentang ruqyah dari sumbernya, masyarakat sekitarnya telah menuntutnya untuk menerapkan apa yang sedang dipelajarinya. Sehingga mereka terlalu dini untuk mempraktikkannya, akhirnya dalam praktik ruqyahnya terkadang ditemukan penyimpangan. Karena kurangnya pengetahuan atau referensi. Sebetulnya penyimpangan seperti itu bisa diluruskan dengan mengkaji sumber yang benar.
Dan ada juga yang menyambut ruqyah sebagai pakaian untuk menutupi dan membungkus praktik klenik dan perdukunan. Ruqyah berfungsi sebagai bungkus dan kemasan, yang diharapkan bisa memberi rasa aman kepada para konsumen muslim yang ingin memakai jasa pengobatannya. Padahal substansi dan isi pengobatannya tetap klenik dan perdukunan. Mereka hanya mengadopsi nama ruqyah saja. Tentu saja Islam tidak mentolerir cara praktik semacam itu. Karena itu merupakan perkawinan antara yang hak dan batil. Mereka membaca mantra dan jampi-jampi yang menyimpang, lalu dipadu dengan ayat dan do’a yang diyakini sebagai ruqyah. Ruqyah hanya dijadikan sebagai topeng untuk menutupi kedok perdukunan. Karena trend yang lagi “In” sekarang adalah ruqyah, mereka memaksakan diri untuk tampil dengan baju ruqyah.
Sungguh merupakan suatu fenomena yang patut diwaspadai agar umat tidak tertipu lagi.

Allah SWT berpesan kepada kita,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya (kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS.al-Baqarah : 208).

Kalau kita menjadikan ruqyah sebagai pilihan hidup dan sebagai solusi atas permasalahan yang ada, maka kita harus komitmen dan tidak setengah-setengah. Pihak penerapi memahami hakikat dari ruqyah syar’iyyah yang benar sebagaimana yang dicontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga praktik yang dilakukan tidak tercampuri dengan kesyirikan. Dan pihak yang diterapi juga harus diberi pengetahuan tentang pilihannya pada ruqyah dan konsekuensinya. Sehingga tidak akan terjadi dualisme dalam hidupnya, ia menjalani terapi, tapi masih menyimpan jimat-jimat keramat. Ia minta diterapi oleh peruqyah, tapi masih suka memanfaatkan jasa perdukunan dalam kehidupannya. Mari kita jauhi ajakan dan tipu daya syetan.

A. PENGERTIAN RUQYAH SYIRKIYYAH

Ruqyah Syirkiyyah ialah bacaan mantra-mantra, pengagungan dan penyebutan setan, orang-orang shalih, penghormatan pada bintang-bintang, malaikat atau pun prilaku-prilaku pada saat ruqyah yang mengandung dosa syirik, bid’ah, atau khurafat. Ruqyah semacam ini dilarang dalam syari’ah. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya mantra-mantra, jimat, dan guna-guna adalah syirik.” (HR.Abu Dawud dan Ahmad).

Ibu at-Tiin berkata,”Itulah ruqyah yang dilarang yang dipergunakan ma’zim dan lainnya, yaitu orang yang mengakui adanya penundukan jin untuknya. Selain itu ia juga mampu mendatangkan hal-hal yang syubhat yang merupakan kombinasi hak dan bathil, kemudian digabungkan dengan dzikir pada Allah dengan sesuatu yang meragukan (berupa latihan tenaga dalam atau bertapa diiringi dzikir pada Allah, puasa dan wirid ribuan kali untuk mendapatkan kemampuan ghoib dan lain sebagainya).”

B. PENYIMPANGAN DALAM PRAKTEK RUQYAH DEWASA INI

Adapun bentuk-bentuk penyimpangan dalam praktek ruqyah dewasa ini yang harus kita waspadai agar tidak tertipu dan malah ikut-ikutan tersesat adalah sebagai berikut:

1. Peruqyah memegang tubuh seorang yang bukan muhrimnya secara langsung hingga saling bersentuhan kulit tanpa ada perantara sedikitpun (tanpa memakai media kayu, atau sarung tangan yang tebal pada saat darurat yang menyebabkan peruqyah terpaksa menyentuh atau tersentuh tubuh pasien yang bukan muhrimnya secara langsung)
2. Peruqyah hanya mata pasien, tanpa membaca bacaan ruqyah.
3. Peruqyah hanya memijit-mijit badan pasien tanpa mengucapkan bacaan ruqyah.
4. Peruqyah hanya mencaci jin, dan enggan untuk membaca do’a- do’a Isti’adzah.
5. Peruqyah membaca bacaan ruqyah, tapi dicampur dengan bacaan yang tidak jelas maknanya.
6. Peruqyah melafazhkan bacaan ruqyah tapi dicampur dengan mantra syirik.
7. Peruqyah membaca bacaan ruqyah, tapi juga menggunakan jimat sebagai alat pengobatan.
8. Peruqyah membaca bacaan ruqyah tapi dibolak-balik kalimatnya atau hanya komat-kamit.
9. Peruqyah membaca bacaan ruqyah tapi juga menggunakan media lain untuk memindahkan penyakit atau meminta syarat tertentu yang tidak sesuai syari’at.
10. Peruqyah membaca bacaan ruqyah, tapi juga melakukan penerawangan dan menebak-nebak perkara yang sifatnya ghaib atau langsung memvonis ada atau tidak adanya jin pada pasien.
11. Peruqyah membaca ruqyah tapi mengaku bisa mengobati pasien dari jarak jauh.
12. Peruqyah membaca bacaan ruqyah tapi mengaku bisa melihat jin dan menangkapnya.
13. Peruqyah membaca bacaan ruqyah seraya melakukan jurus-jurus pernapasan tenaga dalam tertentu.
14. Peruqyah membaca bacaan ruqyah tapi menggunakan mediator orang lain agar kesurupan kemudian melakukan proses pengobatan.

C. CIRI-CIRI PERDUKUNAN

Perdukunan telah merasuk dalam masyarakat Islam, sehingga batas antara kebenaran dan kebathilan menjadi samar. Karena banyak ilmu-ilmu perdukunan (kahanah) dikemas dengan kemasan agamis dan modernis, sehingga masyarakat Islam banyak yang tertipu oleh para dukun dan paranormal.

Sebagai contoh, banyak pasien yang menyampaikan keluhan-keluhan mereka pada tim ruqyah, setelah sekian lama menderita sakit terkena sihir dan telah berobat ke banyak orang, ada yang disebut sebagai orang pintar, paranormal, orang tua, kyai, grand master energi, ahli spiritualis. Baik yang menggunakan cara tradisonal seperti bunga kembang setaman, menyan, atau pun yang menggunakan sarana modern seperti transfer energi, kartu yang diisi energi ghoib, bahkan cara-cara yang terkesan agamis seperti membaca lafaz-lafaz berbahasa arab sesungguhnya bukanlah ikhtiyar yang dianjurkan syari’at. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun, kemudian menayakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari.”

Ada sebuah fenomena dimana pada era kemajuan tekhnologi saat ini para dukun merubah jubah tradisionalnya menjadi jubah modern. Mereka kini menggunakan istilah-istilah modern dalam prilaku sesatnya. Seperti pada saat mereka meramalkan sesuatu yang akan terjadi pada masa lalu atau masa depan dengan mengistilahkannya sebagai ilmu clairvoyance. Padahal sesungguhnya tetaplah ia masuk dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tukang ramal atau dukun walau ia menggunakan istilah-istilah modern sekali pun. Dan orang yang percaya apa yang dikatakan dukun “modern”ini (walau ia mengatakan dari hasil meditasi pembukaan chakra ajna, dari ilmu metafisik dan cara-cara bid’ah lainnya) tetaplah ia ingkar terhadap apa yang diturankan kepada Rasulullah, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun, kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, maka sungguh telah ingkar terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”. Dan jika mereka dengan angkuhnya mengatakan kami bisa mengatahu hal-hal yang ghoib karena dari hasil latihan tenaga dalam atau berlatih ilmu metafisik, tetaplah mereka tertipu oleh syaithan dan seolah-olah mereka lebih baik dari Rasulullah. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak tahu hal-hal yang ghoib melainkan apa yang telah diwahyukan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman tentang hal ini di dalam surat Al-A’raf ayat 188:
“Katakanlah:’Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui hal-hal yang ghoib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.’”

Harus kita ketahui bersama bahwa hakikat keghoiban hanya milik Allah semata dan hanya diberitakan sesuatau yang ghoib itu kepada Rasul yang diridoi-Nya.

Di dalam surat Allah menyatakan dalam firmannya:


”(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghoib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghoib itu itu kecuali kepada Rasul yang diridoi-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjagaan (malaikat) di hadapan dan dibelakangnya.”(Al-jin ayat 26-27)

Fatwa MUI pun telah menyatakan bahwa perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘iraafah) adalah sesat apapun bentuk dan metodenya dari perdukunan dan peramalan yang tradisional (bakar menyan, mandi kembang tujuh rupa, puasa mutih empat puluh hari, merapal aji kesaktian dan lain sebagainya) sampai yang modern yang sudah coba-coba diilmiahkan (latihan tenaga dalam, meditasi pada chakra ajna, meditasi mengalirkan energi tertentu, melatih radar kepekaan tangan untuk peramalan, melakukan attunement pada kelenjar pituari dan lain sebagainya) .

Adapun ciri-ciri perdukunan (Kahanah) dan peramalan (‘Iraafah) yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku punya ilmu ghoib atau ilmu metafisika adalah sebagai berikut:

1. Mensakralkan mantra-mantra selain kalimat-kalimat Allah dengan bahasa Arab atau yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu sebagai taqarrub kepada thaghut yang disembah dan dimintai pertolongan. Misalnya : sesaji, penyembelihan binatang, puasa mutih, puasa ngebleng, puasa pati geni dan sebagainya.
2. Menghinakan Al Qur’an atau kalimah thayyibah dengan membacanya dari belakang, menguranginya, menambahnya, mengubahnya atau membacanya di tempat najis dengan telanjang.
3. Ada lafal-lafal yang tidak jelas maknanya, atau tidak hubungannya satu sama lainnya.
4. Ada nama-nama thaghut yang diagungkan, atau nama-nama syaithan yang dijadikan wasilah kepada Allah.
5. Dengan membayangkan simbol-simbol tertentu atau dibarengi dengan gerakan tertentu.
6. Dengan membayangkan seolah-olah melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Misalnya : membaca satu ayat dari surat Yusuf dengan hitungan tertentu untuk melakukan sihir mahabbah kepada seorang gadis cantik, agar bisa jadi pacarnya. Maka ia saat membaca Lii saajidiin, ia membayangkan gadis itu tunduk kepadanya.
7. Ada permohonan kepada selain Allah untuk menyelesaikan hajatnya, atau untuk membentengi dirinya, atau untuk menolak serangan sihir.
8.Mengirimkan Al Fatihah kepada orang mati dengan keyakinan arwahnya akan datang kepadanya, kemudian arwah itu dimintai tolong untuk membantu urusannya.
9. Ada juga dengan cara menulis mantra-mantra di kertas kemudian itu dibakar, abunya dimasukkan ke dalam segelas air untuk diminum.
10. Ada juga dengan menulis mantra-mantra syirik kemudian dijadikan azimat yang diyakini untuk penangkal bala’ atau untuk mendatangkan manfaat.
11. Bertanya namanya, nama ayahnya dan nama ibunya untuk dimanterai.
12. Meminta salah satu benda penderita (foto, kain, saputangan, peci, baju, dan sebagainya) sebagai syarat ritual atau deteksi.
13. Terkadang minta binatang dengan sifat tertentu (ayam cemani, burung pelatuk bawang dan lain sebagainya), atau media lain seperti bunga kantil, minyak ponibalsawa atau zakfaron, daun sirih ketemu ruas, buah apel jin, tanah dari rumah penderita, tanah kuburan, air sumur kramat, slametan dan sebagainya.
14. Menulis jimat-jimat tertentu (rajah), menggambar segi empat yang didalamnya ditulisi huruf dan angka, dan sebagainya.
15. Membaca mantera-mantera yang tidak difahami, potongan ayat Al-Qur'an yang dipisah-pisah dan sebagainya.
16. Kadang-kadang menyuruh penderita menyepi tidak terkena sinar matahari.
17. Kadang-kadang tidak boleh menyentuh air pada masa-masa tertentu, atau mandi tengah malam.
18. Memberi benda-benda yang harus ditanam di tanah, ditempel di atas pintu, sikep, susuk, keris, akik, cincin besi,'air sakti', telur, 'sabuk perlindungan', benang untuk ditalikan di tubuh dan sebagainya atau memberikan batu kristal yang dikatakan sebagai media penarikan dan penyaluran energi.
19. Menyuruh penderita beribadah dan berwirid bid'ah (contoh: puasa mutih, bertapa atau meditasi, konsentrasi pada foto seseorang, istighosah , tahlilan, wirid sampai ribuan kali, ziarah kubur wali dengan meminta syafaat didalamnya dan lain sebagainya).
20. Terkadang sudah tahu duluan masalahnya, nama dan tempat asalnya. Dia juga bisa melihat ada jin di dalam diri seseorang.
21. Terkadang punya kamar khusus di rumahnya yang tidak boleh dimasuki orang lain.
22. Ada pantangan terhadap dirinya dan penderita terhadap hari atau tanggal tertentu (tahayyur).
23. Menulis ayat Al-Qur'an dengan sungsang, dari kiri atau dengan darah (haid) atau sesuatu yang najis.
24. Kebanyakan suram wajahnya, kebanyakan merokok, membakar kemenyan, sulit untuk tawadhu.
25. Suka mendeteksi penyakit dengan mengistilahkan dengan kepekaan tangan, memakai pendulum, transfer energi dan lain sebagainya.
26. Menggunakan ritual sihirnya dengan istilah “pembukaan”, shaktivat, inisiasi, attunement, pengisian, pembersihan dan pembukaan aura, pembuangan energi negatif, pembersihan karma negatif dan lain sebagainya.
27. Melakukan ritual atau prilaku aneh dalam pelaksanaan hajadnya seperti menggerakkan tangan seolah-olah menulis, menangkap atau menolak sesuatu, menyedot atau mengeluarkan napas dengan keras dengan mengejangkan salah satu anggota tubuhnya (biasa dilakukan oleh mereka yang belajar senam pernapasan tenaga dalam).
28. Memegang bagian-bagian tubuh pasien yang bukan muhrimnya secara langsung (bersentuhan kulit) dalam prosesi pengobatan.
29. Memberikan wejangan-wejangan yang bertentangan dengan ajaran Islam (seperti yang pernah saya temui ada Yayasan Supranatural H.M. di Desa Pakem Sleman Yogyakarta yang mengiklankan pengobatannya dengan terapi Ruqyah tetapi setelah saya lihat ternyata salah satu kyainya seorang perokok berat memberikan wejangan kejawen yang sesat mengenai sedulur papat lima pancer atau saudara kembar yang katanya bisa dipanggil untuk dimintai pertolongan).


No comments:

Post a Comment

Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...