Tulisan ini saya dapatkan secara tidak sengaja ketika googling, saya menilai tulisan seorang murid Hikmatul Iman ini cukup obyektif (dengan segala kekurangan beliau yang masih mempercayai tenaga dalam dan ilmu metafisik yang jelas menyimpang dari sisi syari'at) dan tidak memihak dalam memandang permasalahan penolakan Guru Hikmatul Iman dan sebagian besar murid-muridnya terhadap sunnah Rasulullah yaitu Ruqyah Asy-Syar'iyyah yang sudah kami beri tanggapan atas semua sanggahan Guru dan Murid Hikmatul Iman tersebut.
Beliau juga banyak mengkritik sebagian besar para oknum murid Hikmatul Iman yang ternyata menurut penuturan beliau sendiri (orang dalam HI) banyak omong, tidak bijak, suka "mengecilkan" orang lain dan ada banyak lagi ungkapan beliau yang mengkritisi prilaku / akhlak buruk oknum-oknum anggota Hikmatul Iman ini.
Namun ada satu catatan kecil kesalahan beliau memandang bahwa ruqyah bukan untuk mengobati semua penyakit. Yaitu ungkapan beliau "Kasus ruqyah dapat dijadikan contoh suatu hal yg mesti dipublikasikan. Mengobati orang tidaklah salah dan sama sekali tidak dilarang. Tapi pemahaman masyarakat yg berujung kepada segala penyakit mesti disembuhkan dgn ruqyah adalah salah besar"
Kata-kata yang saya beri huruf merah harus dikritisi, sebab sesungguhnya Ruqyah itu sendiri adalah doa kita pada Allah dan sesungguhnya jika seseorang sakit dan berucap "ya Allah sembuhkanlah aku" itu sudah merupakan ruqyah. Jadi segala macam penyakit dalam ikhtiarnya harus disertai dengan ruqyah, baik ruqyah yang dalam bentuk paling sederhana (doa yang kita buat sendiri) dan yang sudah jelas dituntunkan Rasul ( membaca Al-Fatihah untuk mengobati segala macam penyakit dan doa-doa lain yang disyari'ahkan)
BERIKUT INI PANDANGAN BELIAU :
Sungguh kaget ketika googling nama Kang Dicky (guru besar Hikmatul Iman) mata tertuju pada artikel sanggahan oleh seorang praktisi ruqyah. Orang pandai bertemu orang pandai lewat tulisan. Dan dengan tulisan seseorang bisa merubah wawasan dan cara pandang orang lain.
Pada awal kisah, kala itu banyak kegiatan ruqyah yg ditayangkan di televisi dan mengundang kegelian didiri saya sendiri. Bahkan ada juga tayangan yang bukan ruqyah tapi mengusir jin dgn cara berlompatan dan salto serta gerakan-gerakan silat. Semua itu juga merubah cara pandang orang lain terhadap kegiatan itu. Tentu saja ada 2. Baik dan buruk. Semua tergantung dari latar belakang pendidikan, wawasan dan pengalaman si orang yg terkena dampak informasi tsb.(red. yang beliau lihat adalah prosesi ruqyah syirkiyyah/syirik)
Kemudian, di lingkungan dalam Hikmatul Iman ramai dibicarakan tentang ruqyah ini. Dan selanjutnya, ada anggota yg meliput dan merekam proses ruqyah ini dan memberikannya kepada Kang Dicky. Lantas muncullah tulisan Kang Dicky tentang praktek ruqyah.
Tulisan tersebut sudah pasti tajam dan mengundang orang untuk bereaksi. Terutama dari praktisi ruqyah itu sendiri. Tulisan dihadapkan dgn tulisan. Publik akan terbagi tiga, satu pro Kang Dicky, satu pro ruqyah dan satu lagi tidak pro ke kubu manapun. Hanya pengamat.
Perlu ditekankan disini, bahwa murid-murid Hikmatul Iman seharusnya bijak terhadap dirinya sendiri. Apa-apa yg disampaikan Kang Dicky tidak semestinya dipublikasikan langsung ke luar (publisitas). Karena pada dasarnya, apa yg disampaikan oleh guru tentu saja untuk konsumsi internal HI itu sendiri. Dan bila itu perlu dipublikasi demi kepentingan masyarakat dan pelurusan masalah, tentu ini sudah menjadi kewajiban bagi murid HI untuk mengembannya.
Kasus ruqyah dapat dijadikan contoh suatu hal yg mesti dipublikasikan. Mengobati orang tidaklah salah dan sama sekali tidak dilarang. Tapi pemahaman masyarakat yg berujung kepada segala penyakit mesti disembuhkan dgn ruqyah adalah salah besar.
Sebagai murid Hikmatul Iman, sudah wajib kita laksanakan menjaga harga diri kita sendiri, perguruan dan guru besar. Bila guru besar dapat menjaga dirinya, maka perguruan lah yang butuh upaya kita bersama untuk menjaganya. Dari awal guru kita sudah tidak suka bila muridnya sudah mengkultuskan beliau. Tapi pada prakteknya, hampir semua murid melanggar larangan itu.
Kalau di search di internet, banyak tulisan-tulisan yang tanpa basa-basi meng-copy-paste-kan apa ygn ditulis Kang Dicky tanpa menyaringnya terlebih dahulu apakah itu untuk konsumsi internal atau publik. Mereka benar-benar mengkultuskan Kang Dicky dengan ‘menjual’ nama akang ke dunia maya. Mereka ‘menjual’ informasi apa saja untuk membuktikan bahwa Hikmatul Iman paling hebat atau Kang Dicky lah yang paling perkasa. Sungguh membuat saya pribadi menjadi malu. Proklamasi seperti ini sungguh konyol dan kekanak-kanakkan.
Belakangan ini ramai dibicarakan tentang Dynamo Jack, seorang Indonesia yang tinggi tenaga dalamnya, dan bisa di googling dgn hasil yg puas untuk dibaca atau di tonton. Lihatlah tokoh ini, menyesal setelah publikasi akan kehebatannya dipertontonkan. Sekarang kabar beritanya sudah tak ada lagi, seolah raib ditelan bumi.
Berbeda dengan Kang Dicky, beliau tidak pernah mempertontonkan kebolehannya kepada murid-muridnya apalagi ke publik. Beliau lebih suka mengobati orang dan memberikan hasil. Beliau sampai sekarang masih tetap melatih demi kemajuan murid-muridnya yang entah kapan bisa membuat nama Hikmatul Iman ini terdengar tanpa publikasi yg konyol seperti yg saya tulis diatas.
Murid-murid HI mestinya malu karena banyak murid perguruan lain lebih berkualitas disisi tenaga dalam (atau metafisik) karena mereka tidak banyak omong dan hanya berlatih untuk mencapainya. Bisa dihitung seberapa banyak murid HI yang berhasil dalam kurikulum ajaran HI dan selebihnya adalah justru murid yang biasa-biasa saja. Kelompok terakhirlah persentase terbesar di HI. Dan pahitnya, kategori/persentase inilah yang dengan tidak bijaksana mengecilkan orang lain.
Seperti melempar bola ke dinding, sekeras apa yg kita lempar, sekeras itu pulalah balikan bolanya. Setajam apa tulisan yang dipublikasikan, terbukalah untuk menerima balasan yg serupa.
Orang yang ‘berisi’ kebanyakan secara tak sadar menerapkan ilmu padi, semakin merunduk. Semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang, sudah pasti pandangan lebih lebar daripada orang biasa. Ibarat dia duduk didahan yang lebih tinggi tentu dia dapat melihat lebih luas lagi daripada orang yang duduk dibawahnya. Tapi pada kenyataannya, banyak orang yang duduk dibawah selalu merasa punya pandangan yang lebih luas dan punya pengetahuan yang lebih dari cukup. Sehingga mana yang benar dan mana yang salah kadang menjadi bertukar-tukar.
Bisa kunjungiklik disini untuk melihat tulisan aslinya.
No comments:
Post a Comment
Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...