2/22/2008

Para Penentang ruqyah "Setali Tiga Uang"

Assalamu'alaikum. Wr.Wb
Ada seseoraang bernama Akmal telah menulis sebuah artikel di webblognya yang pembaca sekalian bisa lihat di klik di sini yang menghembuskan subhat-syubhat negatif terhadap ruqyah Syar'iyyah.

Akmal ini adalah muridnya Dicky Zaenal Arifin yang juga membuat syubhat-syubhat terhadap da'wah tauhid yang dibawa aktifis Ruqyah Syar'iyyah yang bisa dilihat di klik di sini dan Kami sudah menganggapi tulisan beliau di klik di sini dan klik di sini Pertentangan Dicky dan Akmal dengan Sunnah Rasulullah yaitu Ruqyah Syar'iyyah sangat-sangat begitu besarnya, hingga jika diibaratkan "api permusuhan yang sudah menembus langit". Semoga Allah Ta'ala memberi hidayah kepada mereka semua. Amin......


Alhamdulillah dengan idzin Allah setalah Akmal "melemparkan bola panas" dengan membuat tulisan yang sangat-sangat memojokkan da'wah tauhid kami akan "menangkap bola tersebut" dan menanggapi artikel yang banyak berisi syubhat-syubhat dan juga talbis terhadap da'wah tauhid dan ruqyah syar'iyyah untuk membantah penyimpangan pemikiran Akmal ini. Sangat sesuai dengan Pribahasa "Siapa yang menanam akan menuai hasilnya" Akmal telah membuat tulisan yang memojokkan da'wah tauhid dalam Ruqyah Syar'iyyah maka Akmal akan mendapatkan hasilnya yaitu perlawanan dari para hizbullah melalui tulisan juga...

Si Akmal ini dengan opini yang sangat-sangat lemah dan tanpa dalil (sebab tidak terpenuhinya standar tulisan yang ilmiah) hendak mengkritisi Ruqyah Syar'iyyah yang 100% ada tuntunannya baik dari Al-Qur'an dan Hadits dan juga sudah dilakukan oleh Rasulullah, para ulama dari zaman tabi'in hingga sekarang ini.

Marilah kita terlebih dahulu membaca tulisannya :

Ruqyah?
assalaamu'alaikum wr. wb.
Mendefinisikan Ruqyah
Ruqyah adalah fenomena tersendiri. Hal pertama yang paling menyentak pikiran adalah nama "ruqyah" sendiri yang artinya secara harfiah adalah "mantera" atau "jampi-jampi". Masalahnya, sejak dulu saya tidak percaya pada mantera atau jampi-jampi, dan saya tidak pernah menganggapnya sebagai bagian dari Islam. Adapun doa, jelas berbeda dengan mantera.

Perbedaan mencolok dari makna "doa" dan "mantera" itu sendiri, menurut saya, terletak pada 'otoritas' yang menjamin keberhasilan doa dan mantera tersebut dan konsekuensi yang dihasilkannya. Jika kita menyebut kata "doa", maka jelas otoritas penentunya adalah Tuhan, dan konsekuensinya adalah kita tidak dapat memastikan hasil dari doa tersebut. Segala keputusan ada di tangan Allah SWT. Tidak ada yang bisa mengintervensi-Nya. Allah dapat menolak untuk mengabulkan doa manusia untuk berbagai alasan, dan tidak ada yang bisa mencegah-Nya. Inilah ajaran Islam. Adapun kata "mantera" memberi kesan bagaikan sebuah kata sandi, yang jika disebutkan maka pasti akan tercapai tujuannya. Justru kata mantera inilah yang lebih dekat kepada kesan sihir dan ilmu hitam.
Tentu saja kita tidak boleh terpaku pada makna harfiahnya saja. Jika kita hanya memperhatikan arti harfiah seperti ini, maka "shalat" hanyalah serangkaian doa tanpa aturan gerakan, sedangkan "shaum" hanyalah menahan tanpa penjelasan lebih lanjut, karena memang demikianlah artinya. Kita perlu meneliti maksud di balik istilah tersebut.
Yang jelas, mantera sudah ada sebelum Rasulullah saw. memulai dakwahnya. Barangkali inilah alasan penamaan "ruqyah", agar tidak terlalu asing di telinga masyarakat Arab pada masa itu, meskipun definisinya (barangkali) berbeda. Tapi tetap saja, sekali lagi, saya tidak percaya Islam mengajarkan mantera.
Ada banyak alasan mengapa saya tidak mempercayai mantera, antara lain :
1. Kalau memang ada mantera, maka Rasulullah saw. adalah orang pertama yang menguasainya. Jalan hidup Rasulullah saw. yang berliku-liku justru menunjukkan bahwa Islam tidak mengajarkan hal-hal instan semacam mantera. Kalau pun ada mukjizat yang terjadi secara instan, itu bukanlah hasil dari sebuah mantera, melainkan doa. Jadi urutannya adalah merendahkan diri di hadapan Allah, memohon kesediaan-Nya untuk melimpahkan mukjizat, dan jika Allah berkenan, maka dikabulkanlah permohonan itu. Harap dicatat, tidak semua doa manusia akan dijawab, apalagi secara instan.
2. Penggunaan sebagian ayat Al-Qur'an sebagai mantera sementara sisanya tidak sebagai mantera adalah suatu keanehan tersendiri. Apakah ayat-ayat itu berbeda nilainya? Sebagai seorang Muslim, saya tidak bisa menerima 'ketidakadilan' semacam ini. Setiap ayat Al-Qur'an memiliki hikmah yang mendalam dan semuanya pasti bermanfaat untuk dipikirkan.
3. Apakah Allah berkehendak memberikan solusi serba instan kepada manusia? Saya rasa tidak. Kita bisa lihat sendiri pada ajaran-ajaran Islam yang jelas menekankan pada proses, bukan hasil. Konsep mantera sebenarnya justru menunjukkan seolah-olah Islam berorientasi pada hasil. Jika demikian, maka pastilah Islam akan menunjukkan penghargaannya pada 'kesuksesan mencari nafkah', bukan pada 'kelelahan mencari nafkah'.
Jadi bagaimanakah definisi ruqyah sebenarnya?
Para aktifis ruqyah sering merujuk pada berbagai riwayat di mana Rasulullah saw. merestui beberapa sahabat membacakan beberapa ayat Al-Qur'an untuk melawan bisa hewan atau menangani kesurupan. Jika memang riwayat ini bisa dipertanggungjawabkan alias shahih, tentu kita tidak perlu mempertanyakan lagi kevalidannya. Tapi lagi-lagi perlu dipertanyakan definisi dari ruqyah itu sendiri.
Kenyataannya, banyak orang yang pernah memanfaatkan ruqyah atau bahkan aktifis ruqyah sendiri yang tidak paham definisi ruqyah itu sendiri. Jawaban tipikal yang pertama diberikan adalah "memperdengarkan beberapa ayat Al-Qur'an (sesuai yang diriwayatkan pada hadits) kepada pasien sehingga gangguan pada dirinya (baik dari bisa hewan atau dari jin) bisa lenyap". Jika demikian, maka pertanyaan kemudian berkembang lagi : "jadi yang menyebabkan gangguan-gangguan itu lenyap apa?".
Dari sini, ada dua jawaban tipikal. Yang satu menjawab "ayat-ayat itulah yang memiliki kekuatan sehingga gangguan-gangguan itu pergi", kemudian yang lain menjawab "Allah SWT-lah yang mengusir gangguan-gangguan itu". Jawaban yang pertama sudah jelas salah. Ayat-ayat Al-Qur'an tidak memiliki kekuatan apa pun selain kekuatan kebenaran. Anda bisa membacakan ayat-ayat Al-Qur'an sementara peluru musuh menerjang, tapi jangan salahkan takdir jika maut tetap datang. Jawaban ini tidak bisa diterima, karena begitu banyak contoh yang menunjukkan bahwa pembacaan ayat-ayat Al-Qur'an tidak bisa menolak musibah, meskipun ada juga sebagian kecil kasus yang menunjukkan bahwa terjadi sesuatu setelah ayat-ayat itu dibacakan.
Meski kedengarannya ideal, jawaban kedua pun bukannya tanpa masalah. Memang benar bahwa Allah SWT pastilah merupakan 'oknum' di belakang segala sesuatunya. Musibah adalah keputusan Allah, penyakit dan peperangan pun merupakan keputusan Allah, demikian juga kesembuhan dan perdamaian. Jawaban itu memang benar, tetapi rancu dengan perbuatannya sendiri. Kalau memang kita mengharapkan pertolongan Allah, maka mengapa ayat-ayat Al-Qur'an itu perlu dibacakan dengan cukup nyaring? Bukankah Allah Maha Mendengar? Semestinya, jika jawaban kedua ini yang dipergunakan, maka ruqyah tidak mesti diperdengarkan kepada 'pasien', tapi cukup dalam hati saja, asalkan khusyu'.
Masih ada masalah lain lagi. Kalau memang yang dimintai pertolongan adalah Allah SWT, maka mengapa harus ada ayat-ayat tertentu yang dibacakan? Bukankah doa (sekali lagi, bukan mantera) di luar ibadah-ibadah maudhu' tidak perlu menggunakan aturan-aturan yang kaku terhadap aspek-aspek redaksionalnya? Seharusnya, ruqyah tidak perlu dibatasi dengan bacaan-bacaan tertentu (meskipun dianjurkan mengikuti apa yang disunnahkan oleh Rasulullah saw.), karena Allah mengerti segala bahasa dan gerak-gerik dalam hati, bahkan ketika lidah belum selesai mengucap doa tersebut.
Pada titik ini, biasanya saya akan dicap ingkar sunnah dan berbagai tuduhan yang keji. Padahal saya tidak pernah bermaksud demikian. Jika saja mereka mau bertanya sebelum menuduh, saya akan memaparkan beberapa poin berikut :
1. Diamnya Rasulullah saw. belum tentu menunjukkan bahwa hal yang didiamkan itu benar-benar disukainya. Islam juga mengajarkan berbagai hal dalam masalah perbudakan, namun perbudakan itu sendiri tidak disukai oleh Islam. Yusuf al-Qaradhawi berfatwa bahwa Islam pada prinsipinya melarang perbudakan. Hanya saja, jika larangan ini disampaikan secara gamblang, maka para pemuka kaum di masa itu tidak akan rela masuk Islam karena harus memerdekakan budak-budaknya. Sebagai gantinya, maka banyak sekali aturan dalam Islam yang mengharuskan untuk memerdekakan budak, misalnya sebagai 'denda' akibat melakukan beberapa jenis pelanggaran dalam ibadah. Jadi, diamnya Rasulullah saw. ketika menyaksikan para sahabatnya melakukan ruqyah belum bisa disimpulkan sebagai justifikasi terhadap ruqyah itu sendiri. Bisa jadi ada penafsiran lain atas sikap Rasulullah saw. ini. Jika ruqyah dilakukan bukan dengan ayat-ayat Al-Qur'an, bisa dipastikan Rasulullah saw. akan segera menghentikannya. Namun karena yang digunakan adalah ayat-ayat Al-Qur'an dan para sahabat tersebut memang tidak bermaksud buruk dengan melakukannya (tidak untuk tujuan syirik), maka beliau pun mendiamkannya. Ini pun adalah sebuah penafsiran.
2. Yang saya tidak setujui adalah konsep mantera, bukan ruqyah itu sendiri. Kita perlu menelaah ruqyah yang dilakukan oleh para sahabat dahulu kala. Dalam hemat saya, para sahabat yang di-tarbiyah langsung oleh Rasulullah saw. tidak akan mungkin terjebak dalam perilaku syirik seperti mantera. Pastilah ada maksud lain dalam praktek ruqyah tersebut, dan jelas tidak sekedar cuap-cuap beberapa ayat lalu masalah pun beres.
3. Ketika saya mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut tidak mengandung kekuatan (kecuali kekuatan kebenaran), maka bukan berarti saya mengingkari sunnah. Hanya saja perlu pemikiran ulang mengenai ruqyah itu sendiri. Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa ayat-ayat Al-Qur'an memiliki kekuatan semacam itu. Jika benar demikian, maka tentu kaum orientalis yang juga banyak menghapal Al-Qur'an juga memiliki kekuatan untuk meruqyah. Menurut saya, ayat-ayat itu berfungsi untuk mengkondisikan diri manusia sehingga khusyu' kepada Allah SWT dan secara tidak langsung juga berfungsi sebagai doa, kemudian Allah pun berkenan mengabulkan doa tersebut. Kalau ayat-ayat itu mengandung kekuatan, maka orang-orang yang asal ucap pun bisa melakukan ruqyah. Padahal, kenyataannya tidak demikian, bukan?
Argumen ketiga adalah yang paling tidak terbantahkan (menurut saya). Ayat-ayat Al-Qur'an terbukti tidak membawa manfaat di tangan orang-orang fasik. Ayat-ayat itu tidak membuat kaum orientalis yang menghapalnya mendapatkan hidayah. Jadi jelaslah bahwa kekuatan bukanlah berasal dari ayat-ayat tersebut. Maka patahlah konsep mantera tadi.
Sayangnya, di lapangan, konsep mantera inilah yang banyak dipercaya oleh orang. Islam menjadi agama yang (seolah) serba instan. Padahal, segala sesuatu ada prosesnya. Saya jamin, mengucapkan ayat-ayat ruqyah seribu kali dengan hati yang dipenuhi kemusyrikan tidak akan membawa manfaat apa-apa. Sebaliknya, sebuah doa polos dengan bahasa hati yang tulus, kerendahan hati di hadapan Allah, dan meluncur dari kedalaman hati orang yang benar-benar bertakwa akan sampai juga kepada Allah, karena Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya. Inilah konsep yang benar.


Tanggapan kami :

Secara garis besar, jika kita kaji tulisan akmal ini, sesungguhnya (maaf) sangat tidak layak untuk dijadikan rujukan sebab tidak termasuk kategori tulisan ilmiah. Apalagi jika hendak mengkaji atau mengkritisi Ruqyah Syar'iyyah dalam kerangka akidah syari'at Islam sebab semua perkataan atau tulisannya sangat tidak berdalil atau tidak ada satupun dalil secara syar'i apakah terdiri dari rujukan Al-Qur'an, sunnah Rasul ataupun pendapat para alim ulama yang dijadikan rujukan dalam tulisannya.

Jika hendak mengutip dari Al-Qur'an sebutkanlah surat apa dan ayat berapa, jika dari Al-Hadits sebutkan perawinya siapa dan sanadnya apakah shahih, hasan atau dhaif. jika mengutip rujukan fatwa ulama sebutkan siapa ulamanya, apa kitabnya, diakui tidak oleh ulama yang lain. Jika hal tersebut dilakukan maka tulisan Akmal tentu akan mempunyai "kekuatan" dari segi tulisan Ilmiah.

Sesungguhnya tulisan Akmal ini tidak perlu ditanggapi atau dibantah sebab tidak mempunyai nilai dimata orang yang berilmu atau ilmuan sebab ketidak ilmiahan tulisan yang dia buat. Namun dimata orang awam akan sangat berbahaya sebab bisa menjadi syubhat-syubhat atau talbis yang bisa menjauhkan seseorang untuk menghidupkan sunnah rasul dan malah akan membenci Sunnah Rasul. Maka dengan meminta pertolongan dan petunjuk dari Allah Ta'ala kami akan meluruskan syubhat yang sudah ditulis Akmal ini, agar masyarakat luas bisa menilai hak dan bathil.

Akmal :

Ruqyah adalah fenomena tersendiri. Hal pertama yang paling menyentak pikiran adalah nama "ruqyah" sendiri yang artinya secara harfiah adalah "mantera" atau "jampi-jampi". Masalahnya, sejak dulu saya tidak percaya pada mantera atau jampi-jampi, dan saya tidak pernah menganggapnya sebagai bagian dari Islam. Adapun doa, jelas berbeda dengan mantera.
Perbedaan mencolok dari makna "doa" dan "mantera" itu sendiri, menurut saya, terletak pada 'otoritas' yang menjamin keberhasilan doa dan mantera tersebut dan konsekuensi yang dihasilkannya. Jika kita menyebut kata "doa", maka jelas otoritas penentunya adalah Tuhan, dan konsekuensinya adalah kita tidak dapat memastikan hasil dari doa tersebut. Segala keputusan ada di tangan Allah SWT. Tidak ada yang bisa mengintervensi-Nya. Allah dapat menolak untuk mengabulkan doa manusia untuk berbagai alasan, dan tidak ada yang bisa mencegah-Nya. Inilah ajaran Islam. Adapun kata "mantera" memberi kesan bagaikan sebuah kata sandi, yang jika disebutkan maka pasti akan tercapai tujuannya. Justru kata mantera inilah yang lebih dekat kepada kesan sihir dan ilmu hitam.

Tanggapan Kami :

Wahai Akmal tidaklah anda bisa mengkaji penjelasan ulama besar ini? Pendapat anda yang mengatakan Ruqyah (yang secara bahasa berarti juga doa, jampi/mantra) bukan bagian dari Islam adalah salah! dan jika anda tidak percaya dengan mantra/jampi Islami berarti anda tidak percaya dengan doa-doa yang ada dalam AL-Qur'an dan hadits, sebab telah berkata Syekh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dengan mengutip perkataan Imam Qurthubi, “Termasuk mantra/jampi yang dibolehkan adalah terdiri dari kalam Allah (al-Qur’an) atau asma’-Nya, atau yang do’a yang telah diajarkan Rasulullah.” (Kitab Fathul Bari : 10/196).

Atau anda kekurangan dalil untuk lebih meyakinkan anda? Diriwayatkan Imam Malik dalam Al-Muwatha'. Diriwayatkan dari 'Umro bin Abdurrahman : Abu bakar As-Shiddiq masuk ke dalam kamar Aisyah dan mendapatinya sedang sakit. Kemudian ada seorang Yahudi yang memantrai/menjampi Aisyah. Kemudian Abu bakar mengatakan "Hendaklah engkau memantrainya/menjampinya dengan Kitabullah"

Atau anda ingin dalil Rasulullah memperbolehkan menjampi/bermantra? Dalilnya adalah :

1. kisah seorang laki-laki dari kaum Anshar ketika terkena penyakit cacar, maka dia pun ditunjukkan bahwa seseorang yang bernama Syifa binti 'Abdullah pernah menjampi karena penyakit tersebut. Lalu laki-kali itu mendatangi Syifa dan meminta untuk menjampi/memantrainya. Syifa menjawab "Demi Allah! Aku tidak pernah menjampi/bermantra sejak aku masuk Islam" maka orang Ansar tersebut mendatangi Rasulullah lalu bercerita tentang apa yang dikatakan Syifa'. Lalu rasulullah memanggil Syifa' lalu beliau bersabda kepadanya : "Tunjukkanlah jampainmu kepadaku". Maka Syifa' pun menunjukkannya kepada beliau kemudian rasulullah bersabda : "lakukan jampain kepadanya dan ajarilah hafshah tentang cara menjampi sebagaimana engkau mengajarinya Al-Qur'an"

2. Imam Muslim meriwayatkan dari Auf bin Malik, ia berkata:"Kami menggunakan jampi-jampi pada zaman jahiliah, lalukami tanyakan, Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmumengenai hal itu?' Beliau menjawab, 'Tunjukkanlah kepadaku jampi-jampimu itu. Tidak mengapa menggunakan jampi-jampi, asalkan tidak mengandung kesyirikan.'"

Ruqyah yang secara bahasa berarti jampi atau mantra adalah termasuk doa (yang definisi secara bahasa tidak dapat dipisahkan) pada Allah, sebab sudah dijelaskan oleh para alim ulama seperti :

1.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa 10/195 : “Ruqyah (jampi/mantra) artinya memohon perlindungan. Al Istirqa’ adalah memohon dirinya agar diruqyah. Ruqyah termasuk bagian dari doa.”

2. Sa’ad Muhammad Shadiq dalam Shira’Bainal Haq wal Bathil halaman 147 berkata : “Ruqyah (jampian/mantra) pada hakekatnya adalah berdoa dan tawassul untuk memohon kepada Allah kesembuhan bagi orang yang sakit dan hilangnya gangguan dari badannya.”

3. Didalam fatwa nomor 8016 tertanggal 22/1/1405 dari badan Riset ilmu, Fatwa, Da’wah dan bimbingan agama, kerajaan Saudi Arabiya, disebutkan, ”Boleh menjampi dengan membacakan Al-Qur’an, dzikir-dzikir, dan doa-doa yang datang dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melindungi diri dari kejahatan jin dan setan, atau untuk mengobati penyakit-penyakit yang disebabkan jin dan setan tersebut.”

Akmal mengatakan :

Adapun kata "mantera" memberi kesan bagaikan sebuah kata sandi, yang jika disebutkan maka pasti akan tercapai tujuannya. Justru kata mantera inilah yang lebih dekat kepada kesan sihir dan ilmu hitam.

Kami katakan :

Anda ini seperti oknum orang barat yang alergi dengan kata-kata "TERORIS" bahkan umat islam sendiri alergi dengan kata-kata TERORIS yang identik dengan Jihad mujahidin Palestina, Iraq dan Jihad mujahidin lainnya. Jika ada orang yang disebutkan kata teroris padanya nama yang terbayang pertama kali adalah Islam!

Sama seperti kata MANTRA/ JAMPI , maka yang terbayang dibenak anda (seperti juga guru anda) adalah dukun, paranormal, tukang sihir yang konotasinya buruk.

Brain anda sudah dirasuki oleh opini negatif yang dibuat publik. Seperti Teroris yang sudah di nisbatkan kepada Islam yang opini masyarakatnya nya sudah dibentuk oleh media pers barat.

Jika para mujahidin yang berjihad dikatakan teroris maka kamilah TERORIS itu sendiri (sebab kami adalah Mujahidin Lasykar Jihad) dan juga jika dikatakan oleh kalian (Guru dan Anggota HI) bahwa Ruqyah itu Mantra/jampi (yang konotasinya buruk dimata kalian) maka ya kami memang menggunakan JAMPI/MANTRA dari Al-Qur'an dan Sunnah sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah.

Jika dikatakan oleh Anda "mantra memberi kesan bagaikan sebuah kata sandi, yang jika disebutkan maka pasti akan tercapai tujuannya" maka kami katakan YA! Kami menggunakan mantra yang berarti doa berisi kata "sandi" untuk meminta pertolongan pada Allah sebab doa itu sendiri adalah berupa kata "permintaan, permohonan" pada Allah agar tercapai tujuan yang diinginkan......

Bermantra dengan ayat sudi AlQur'an maupun doa-dia dari Rasulullah jauh lebih baik dan tidak ada bandingannya dari pada kami menggunakan Ilmu Metafisik atau tenaga dalam yang jelas tidak ada tuntunannya dari Rasulullah dan penuh dengan kesyirikan! Lihat penjelasan klik di sini dan video streaming penjelasan para ulama klik di sini

Jika anda punya dalil untuk membantah rujukan kami yang sangat kuat ini, maka lakukanlah! Jika tidak bisa membantah dalil yang kami berikan maka bertaubatlah!

Kesimpulan :

1. Jampi atau Mantra sudah ada sebelum islam dan Rasulullah tetap membolehkan asal tidak syirik..
2. Jampi/mantra termasuk juga bagian dalam Syari'at Islam asal tidak ada kata-kata berbau kesyirikan.
3. Jampi dan Mantra Islami termasuk bagian dari Doa kita pada Allah.
4. Adapun jika kita tidak srek dengan kata-kata jampi atau mantra maka bisa diganti dengan Ruqyah (doa) yang secara bahasa artinya jampi atau mantra.

AKMAL MENGATAKAN :

Yang jelas, mantera sudah ada sebelum Rasulullah saw. memulai dakwahnya. Barangkali inilah alasan penamaan "ruqyah", agar tidak terlalu asing di telinga masyarakat Arab pada masa itu, meskipun definisinya (barangkali) berbeda. Tapi tetap saja, sekali lagi, saya tidak percaya Islam mengajarkan mantera.

KAMI MENANGGAPI :

Anda tetap tidak percaya islam mengajarkan Ruqyah yang secara bahasa berarti mantera yang sudah dijelaskan keshahihannya oleh Rasulullah, para shahabat, para ulama. Maka berarti anda tidak percaya dengan sunnah Rasulullah, janganlah anda menjadi termasuk golongan ingkar sunnah..... Na'udzubillahi mindzalik.

Cukup penjelasan Yusuf al-Qaradhawi di klik di sini yang akan meluruskan penyimpangan pemikiran anda.

AKMAL MENGATAKAN:

Ada banyak alasan mengapa saya tidak mempercayai mantera, antara lain :
• Kalau memang ada mantera, maka Rasulullah saw. adalah orang pertama yang menguasainya. Jalan hidup Rasulullah saw. yang berliku-liku justru menunjukkan bahwa Islam tidak mengajarkan hal-hal instan semacam mantera. Kalau pun ada mukjizat yang terjadi secara instan, itu bukanlah hasil dari sebuah mantera, melainkan doa. Jadi urutannya adalah merendahkan diri di hadapan Allah, memohon kesediaan-Nya untuk melimpahkan mukjizat, dan jika Allah berkenan, maka dikabulkanlah permohonan itu. Harap dicatat, tidak semua doa manusia akan dijawab, apalagi secara instan.
• Penggunaan sebagian ayat Al-Qur'an sebagai mantera sementara sisanya tidak sebagai mantera adalah suatu keanehan tersendiri. Apakah ayat-ayat itu berbeda nilainya? Sebagai seorang Muslim, saya tidak bisa menerima 'ketidakadilan' semacam ini. Setiap ayat Al-Qur'an memiliki hikmah yang mendalam dan semuanya pasti bermanfaat untuk dipikirkan.
• Apakah Allah berkehendak memberikan solusi serba instan kepada manusia? Saya rasa tidak. Kita bisa lihat sendiri pada ajaran-ajaran Islam yang jelas menekankan pada proses, bukan hasil. Konsep mantera sebenarnya justru menunjukkan seolah-olah Islam berorientasi pada hasil. Jika demikian, maka pastilah Islam akan menunjukkan penghargaannya pada 'kesuksesan mencari nafkah', bukan pada 'kelelahan mencari nafkah'.

KAMI MENANGGAPI :

Perkataan Akmal yang mengatakan :"Kalau memang ada mantera, maka Rasulullah saw. adalah orang pertama yang menguasainya. Jalan hidup Rasulullah saw. yang berliku-liku justru menunjukkan bahwa Islam tidak mengajarkan hal-hal instan semacam mantera. " Kami khawatirkan telah menunjukkan Akmal ini jauh dari Al-Qur'an dan Al-Hadits.

Rasulullah adalah orang pertama yang menguasai mantra Islami ada buanyak sekali hadits mengenai bermantranya Rasulullah :

1. Dari Aisyah ra berkata : “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah peniup untuk dirinya dalam keadaan sakit menjelang wafatnya dengan bacaan Al Mu’awwidzat, surat Al Ikhlash dan Al Mu’awwidzatain. Maka ketika beliau kritis, akulah yang meniupkan bacaan itu dan aku usapkan kedua tangannya ke tubuhnya karena keberkahan tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim).

2. Dari ‘Asiyah ra berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sakit, jibril memantrainya : “Dengan nama Allah, dia membebaskanmu, dan dari setiap penyakit dia menyembuhkanmu, dan dari setiap orang yang dengki ketika dengki, dari setiap orang yang punya mata berbahaya.” (HR.Muslim, dalam Syarah An Nawawi 4/1718)

3. Dari ‘Aisyah ra berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan aku agar aku minta diruqyah dari ‘ ain (pandangan mata yang berbahaya).” (HR.Bukhari 7/23 dan Muslim dengan Syarah An Nawawi 4/184)

4. Dari ‘Aisyah ra berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila ada orang sakit diantara kami, beliau menyentuhnya dengan tangan kanannya, kemudian beliau berkata : Hilangkanlah sakit, wahai Tuhan manusia, dan sembuhkanlah, Engkaulah Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan tanpa meninggalkan rasa sakit.” (HR.Bukhari dan Muslim)

5. Dari ‘Aisyah ra berkata : “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjampi bagi orang yang sakit : “Dengan nama Allah, inilah tanah bumi kami, dengan ludah sebagian kami, orang sakit kami disembuhkan, dengan izin Tuhan kami.” (HR. Bukhari, Fathul Bari 10/208)

6. Dari Mathar bin Abdur Rahman, ia berkata: “Telah diceritakan kepadaku ummu Abbad dari bapaknya bahwa kakeknya Az-Zari pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa anaknya yang gila, diceritakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul punggung anak itu seraya berkata ”Keluarlah hai musuh Allah” Kemudian anak itu menatap dengan pandangan yg sehat tidak seperti sebelumnya.

7. Dari jabir bin Abdullah, ia berkata: “Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Dzatur Riqa’. Ada wanita membawa anaknya yang dikuasai syaithan, maka Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ”Dekatkanlah anak itu padaku”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka mulutnya dan meludah kedalam mulut anak itu seraya berkata [i]”pergilah musuh Allah”.

8. Diriwayatkan dari ‘Utsman ibn Abi al-‘Ash ats-Tsaqafi mengenai terapy ruqyah untuk mengobati penyakit fisik bahwa ia berkata,”Aku telah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan sebuah penyakit yang hampir saja membinasakanku. Maka beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ”letakkanlah tanganmu di atas bagian tubuhmu yang sakit, lalu bacakanlah:“Dengan nama Allah (7kali) aku berlindung kepada Allah dan kodrat-Nya dari kejahatan berbagai penyakit, baik penyakit yang sedang menimpaku maupun yang akan datang.”‘Utsman ibn Abi al-Ash melanjutkan,”Maka aku amalkan petunjuk Rasulullah tersebut sehingga Allah SWT menghilangkan penyakit itu dariku. “

9. Diriwayatkan dari Fudhalah ibn ‘Ubaid al-Anshari bahwa ia berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan sebuah ruqyah kepadaku dan menyuruhku untuk mempraktekkan ruqyah tersebut untuk mengobati orang lain. Ruqyah tersebut berbunyi:”Ya Tuhan kami,Tuhan yang nama-Mu suci di langit.Urusan-Mu terdapat di langit dan di bumi.ya Allah,sebagaimana urusam-Mu terdapat dilangit,maka turunkanlah rahmat-Mu kepada kami.Ya Allah,Tuhannya orang-orang yang baik!Ampunilah dosa-dosa kami,hilangkanlah penyakit yang menimpa kami,dan turunkanlah rahmat serta obat dari-Mu untuk menyembuhkan penyakit yang diderita si fulan ini agar ia sembuh dari penyakitnya.”Fudhalah ibn ‘Ubaid meneruskan, “Baliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk membacakan doa tersebut sebanyak tiga kali, kemudian dilanjutkan dengan membaca mu’awwidzatain (surah al-Falaq dan an-Nas) sebanyak tiga kali juga.”

10. Diriwayatkan mengenai terapy ruqyah untuk mengobati gangguan kejiwaan bahwa Ubay ibn Ka’ab berkata: Ketika aku berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datanglah seorang Arab Badui menemui beliau seraya berkata: “Wahai nabi Allah! Sesungguhnya saudaraku sedang sakit. ”Apa sakitnya” balas Beliau. Ia menjawab, ”Ia kerasukan Jin, wahai nabi Allah.” Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi, ”Bawa saudaramu itu kesini!”Maka orang itu pun membawakan saudaranya itu kehadapan baliau. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah untuk diri saudaranya itu dengan membacakan surah Al-Fatihah, empat ayat pertama dari surah Al-Baqarah, dua ayat pertengahan darinya, yaitu ayat yang ke-163 dan ke-164, ayat Kursi, dan tiga ayat yang terakhir dari surat Al-Baqarah tersebut. Kemudian ayat yang ke-18 dari surah Ali ‘Imram, ayat yang ke-54 dari surah al-A’araf, ayat yang ke-116 dari surah al-Mu’minun, ayat yang ketiga dari surah al-Jin, sepuluh ayat pertama dari surah ash-Shaffat, ayat yang ke-18 dari surah Ali ‘Imran, tiga ayat terakhir dari surah al-Hasyr, surah al-Ikhlas, dan mu’awwidzatain (surah Al-Aalaq dan An-Nas). ”Ubay ibn ka’ab menambahkan, ”Andaikata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan hal itu kepada kita, niscaya binasalah kita. Maka, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi sekalian alam.

Wahai Akmal, apakah anda masih tidak percaya bahwa Rasulullah telah bermantra? Dalil dari mana yang anda katakan bahwa Rasulullah tidak bermantra??Ataukah anda hendak mengingkari Hadits-hadits diatas yang kami khawatirkan anda menjadi golongan Ingkar Sunnah?

Akmal berkata : "Jalan hidup Rasulullah saw. yang berliku-liku justru menunjukkan bahwa Islam tidak mengajarkan hal-hal instan semacam mantera. Kalau pun ada mukjizat yang terjadi secara instan, itu bukanlah hasil dari sebuah mantera, melainkan doa. Jadi urutannya adalah merendahkan diri di hadapan Allah, memohon kesediaan-Nya untuk melimpahkan mukjizat, dan jika Allah berkenan, maka dikabulkanlah permohonan itu. Harap dicatat, tidak semua doa manusia akan dijawab, apalagi secara instan."

Kami menjawab:

Akmal berkata : Jalan hidup Rasulullah saw. yang berliku-liku justru menunjukkan bahwa Islam tidak mengajarkan hal-hal instan semacam mantera " hai Akmal, Apakah ada yang salah jika Rasulullah mengajarkan mantra secara instan, cukup mengucapkan doa yang bisa dari Al-Qur'an dan Al-hadits tidak ada prosesi puasa sekian hari dengan membaca amalan tertentu yang memberatkan? Sangat simpel dan instan jika kita meruqyah, tidak perlu memotong kambing, selamatan, puasa mutih, pati geni dll. Tidak perlu membaca amalan ribuan kali. SANGAT MUDAH, INSTAN YANG DIAJARKAN RASULULLAH yang bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja dan jelas tuntunan dan keshahihannya.

Adapun jika tukang sihir atau dukun bermantra tidaklah secara instan!!!! Mereka harus melalui ritual yang sangat berat seperti puasa berbulan-bulan, bertapa, membaca amalan yang beribukali jumlahnya, tidak tidur atau mandi, baru mereka bisa mendapatkan kemampuan mantra aji kesaktiannya

Akmal berkata : " Kalau pun ada mukjizat yang terjadi secara instan, itu bukanlah hasil dari sebuah mantera, melainkan doa. Jadi urutannya adalah merendahkan diri di hadapan Allah, memohon kesediaan-Nya untuk melimpahkan mukjizat, dan jika Allah berkenan, maka dikabulkanlah permohonan itu. Harap dicatat, tidak semua doa manusia akan dijawab, apalagi secara instan."

Kami menjawab : Penjelasan mengenai hakikat mantra dan doa sudah kami jelaskan diatas jadi tidak perlu dibahas lagi juga penjelasan tentang mu'jizat kamipun setuju. Adapun kata-kata ". Harap dicatat, tidak semua doa manusia akan dijawab, apalagi secara instan" yang bisa kami analisis kata "tidak semua" berarti ada sedikit orang yang secara Instan doanya dijawab Allah, lalu mengapa anda seperti mengingkari/meremehkan mantra (doa) dari ayat suci Al-Qur'an dan doa-doa Rasulullah yang terkadang mendapatkan hasil secara Instan (mendapatkan reaksi kesembuhan seketika)???

Akmal berkata : "Penggunaan sebagian ayat Al-Qur'an sebagai mantera sementara sisanya tidak sebagai mantera adalah suatu keanehan tersendiri. Apakah ayat-ayat itu berbeda nilainya? Sebagai seorang Muslim, saya tidak bisa menerima 'ketidakadilan' semacam ini. Setiap ayat Al-Qur'an memiliki hikmah yang mendalam dan semuanya pasti bermanfaat untuk dipikirkan."

Inilah yang dikatakan anda tidak mengkaji penjelasan para ulama, kata-kata anda yang mengatakan " Penggunaan sebagian ayat Al-Qur'an sebagai mantera sementara sisanya tidak sebagai mantera adalah suatu keanehan tersendiri"??? Perkataan ini adalah bentuk suatu (maaf) "kebodohan" terhadap agama sendiri.....

Al-Qur'an itu adalah obat dan juga petunjuk bagi orang yang beriman. Dan Allah berfirman dalam surat Fushshilat ayat 44 :“Katakanlah : Dia (Al Qur’an) bagi orang-orang yang beriman sebagai petunjuk dan obat.” Dari Ayat Al-Qur'an di atas menunjukkan Al-Qur'an sebagai petunjuk dan juga obat. ALLAH TA'ALA SENDIRI YANG MEMBAGI MU'JIZAT AL-QUR'AN MENJADI DUA, yaitu sebagai petunjuk dan obat! Jika anda mengatakan pembagian ini aneh maka perkataan anda ini kami khawatirkan telah merendahkan Mu'jizat AlQur'an itu sendiri dan kami khawatirkan anda telah berbuat dosa besar pada Allah Ta'ala.

Al-Qur'an Sebagai petunjuk yaitu memiliki hikmah yang mendalam dan sebagai obat jika di ruqyahkan/dimantrakan kepada seseorang. Sebagaimana Syekh Asy Syinqithi rahimahullah berkata : “obat yang mencakup penyakit-penyakit hati seperti ragu-ragu, kemunafikan, dan yang lainnya, juga obat yang mencakup penyakit-penyakit fisik apabila diruqyahkan kepadanya, sebagaimana kisah seorang yang terserang binatang berbisa kemudian diruqyah dengan Al Fatihah.” (Lihat Adhwaul Bayan 3/624).

Akmal bertaubatlah! sebab Al-Qur'an jika dibaca sebagai mantra (ruqyah) berfungsi sebagai obat dan jika dikaji menjadi petunjuk/hikmah bagi orang-orang yang beriman dan ini bukanlah suatu keanehan dan ketidakadilan.

Akmal mengatakan : Apakah Allah berkehendak memberikan solusi serba instan kepada manusia? Saya rasa tidak.

Kami Katakan :

KAMI YAKIN "YA", ALLAH BERKEHENDAK MEMBERIKAN SOLUSI SERBA INSTAN KEPADA MANUSIA!
Pendapat anda ini sangat keliru mengatakan Allah tidak memberikan solusi serba instan pada manusia, sebab justru Islam adalah agama yang memberikan solusi serba instant kepada manusia dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama mudah yang tidak sulit. Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan kepada umat manusia dan tidak menghendaki kesusahan kepada mereka. Allah Ta'ala berfirman."...Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ..." [Al-Baqarah : 185]

Allah Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai rahmat."Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa’: 107]

Allah menurunkan Al-Qur'an untuk membimbing manusia kepada kemudahan berupa solusi yang serba instan, jalan keselamatan, kebahagiaan yang mudah dan tidak membuat manusia celaka, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.
“Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” [Thaahaa: 2-4]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat orang lari” (HR. Al-Bukhari (no. 69, 6125), Muslim (no. 1734) dan Ahmad (III/131) dari Shahabat Anas Radhiyallahu anhu. Lafazh ini milik al-Bukhari)

Akmal mengatakan : " Kita bisa lihat sendiri pada ajaran-ajaran Islam yang jelas menekankan pada proses, bukan hasil. Konsep mantera sebenarnya justru menunjukkan seolah-olah Islam berorientasi pada hasil. Jika demikian, maka pastilah Islam akan menunjukkan penghargaannya pada 'kesuksesan mencari nafkah', bukan pada 'kelelahan mencari nafkah'."

Kami tanggapi : Wahai Akmal Justru ajaran Islam menekankan pada proses dan juga hasil, yang antara proses dan hasilnya akan selalu seimbang!. Mengapa kami katakan begitu, bisa kami contohkan, dalam shalat tentu sebelumnya proses rukun dan tata shalat harus benar dahulu, dengan ikhtiar tsb maka tentu saja akan mendapatkan hasil ibadah shalat yang baik.

Akmal mengatakan : " Konsep mantera sebenarnya justru menunjukkan seolah-olah Islam berorientasi pada hasil"

Tanggapan Kami : Wahai Akmal dalam bermantera dengan Al-Qur'an dan Sunnah justru menekankan pada prosesnya dan juga hasilnya. Jika seseorang dalam prosesi bermantra tersebut prosesannya tidak sesuai dengan tuntunan islam atau menggunakan mantra yang syirik atau bid'ah/ dalam prosesinya mencampurkan hak dan bathil maka akan mendapatkan hasil yang buruk yaitu kita akan berdosa pada Allah sebab telah berbuat syirik dan bid'ah. Wahai Akmal jika kita hendak mengkritisi sesuatu pelajari dulu ilmunya dan haruslah berdalil dengan dalil syar'i bukan dengan "anggapan-anggapan" menurut pemikiran hasil dari syahawasangka buruk!

Akmal mengatakan : " Jika demikian, maka pastilah Islam akan menunjukkan penghargaannya pada 'kesuksesan mencari nafkah', bukan pada 'kelelahan mencari nafkah'."

Tanggapan kami : Pernyataan anda ini keliru 100%! Justru Islam menunjukkan penghargaannya pada "kesuksesan mencari nafkah" dan juga "kelelahan mencari nafkah"! Penghargaan Islam pada "kesuksesan mencari nafkah" berarti ikhtiarnya selama ini dikabulkan oleh Allah Ta'ala juga mendapatkan kepercayaan untuk membantu fakir miskin, dan penghargaan Islam pada "Kelelahan mencari nafkah" amal ibadahnya tercatat sebagai pahala sebab dia telah berikhtiar hingga lelah mencari harta yang halal! Allah maha adil bukan, sangat tidak adil jika islam hanya memberi penghargaan pada "kesuksesan mencari nafkah" sementara "kelelahan mencari nafkah" tidak dihargai begitu juga kebalikannya.

KESALAHAN AKMAL MEMAHAMI RUQYAH DAN FITNAH TERHADAP PARA AKTIFIS RUQYAH SYAR'IYYAH

Akmal mengatakan :

Para aktifis ruqyah sering merujuk pada berbagai riwayat di mana Rasulullah saw. merestui beberapa sahabat membacakan beberapa ayat Al-Qur'an untuk melawan bisa hewan atau menangani kesurupan. Jika memang riwayat ini bisa dipertanggungjawabkan alias shahih, tentu kita tidak perlu mempertanyakan lagi kevalidannya. Tapi lagi-lagi perlu dipertanyakan definisi dari ruqyah itu sendiri.Kenyataannya, banyak orang yang pernah memanfaatkan ruqyah atau bahkan aktifis ruqyah sendiri yang tidak paham definisi ruqyah itu sendiri.

Tanggapan Kami : Wahai Akmal, apa dalilnya anda mengatakan banyak orang yang pernah memanfaatkan ruqyah bahkan aktifis ruqyah itu sendiri tidak paham definis ruqyah itu sendiri? Lalu bagaimana menurut anda definisi ruqyah menurut anda sendiri??? Sedangkan para aktifis ruqyah syar'iyyah selalu merujuk pada penjelasan para Ulama yang diakui keilmuannya dibandingkan anda yang sama sekali tidak merujuk pada penjelasan para ulama lalu berbicara seolah-olah anda ini seorang yang lebih paham dibandingkan para ulama.

Jika definisi Ruqyah yang akan kami jelaskan dibawah ini dengan merujuk pada penjelasan para ulama masih anda bantah, maka seseungguhnya anda ini kami khawatirkan termasuk orang-orang yang jahil terhadap agama sendiri sebab tidak mau merujuk pada penjelasan para ulama (perwaris nabi) yang muhaddis.

Definisi Ruqyah :
• Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa 10/195 : “Ruqyah artinya memohon perlindungan. Al Istirqa’ adalah memohon dirinya agar diruqyah. Ruqyah termasuk bagian dari doa.”
• Sa’ad Muhammad Shadiq dalam Shira’Bainal Haq wal Bathil halaman 147 berkata : “Ruqyah pada hakekatnya adalah berdoa dan tawassul untuk memohon kepada Allah kesembuhan bagi orang yang sakit dan hilangnya gangguan dari badannya.”
• Syekh Nashiruddin al-Albani berkata, “Ruqyah adalah do’a yang dibaca untuk mencari kesembuhan yang terdiri dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Sedangkan apa yang bisa dibaca oleh seseorang yang terdiri dari kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat yang tidak jadi ada unsur kekufuran dan kesyirikannya, maka hal itu termasuk ruqyah yang dilarang.” (Kitab Dhaif Sunan Tirmidzi : 231).
• Imam Nawawi juga telah berkata, “Ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur’an dan dengan do’a-do’a yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu hal yang tidak terlarang. Bahkan itu adalah perbuatan yang disunnahkan. Telah dikabarkan para ulama’ bahwa mereka telah bersepakat (ijma’) bahwa ruqyah dibolehkan apabila bacaannya terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an atau do’a-do’a yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi : 14/341).
• Hal senada juga dinyatakan oleh Syekh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dengan mengutip perkataan Imam Qurthubi, “Termasuk ruqyah yang dibolehkan adalah terdiri dari kalam Allah (al-Qur’an) atau asma’-Nya, atau yang do’a yang telah diajarkan Rasulullah.” (Kitab Fathul Bari : 10/196).

Akmal mengatakan :
Jawaban tipikal yang pertama diberikan adalah "memperdengarkan beberapa ayat Al-Qur'an (sesuai yang diriwayatkan pada hadits) kepada pasien sehingga gangguan pada dirinya (baik dari bisa hewan atau dari jin) bisa lenyap". Jika demikian, maka pertanyaan kemudian berkembang lagi : "jadi yang menyebabkan gangguan-gangguan itu lenyap apa?".
Dari sini, ada dua jawaban tipikal. Yang satu menjawab "ayat-ayat itulah yang memiliki kekuatan sehingga gangguan-gangguan itu pergi", kemudian yang lain menjawab "Allah SWT-lah yang mengusir gangguan-gangguan itu". Jawaban yang pertama sudah jelas salah. Ayat-ayat Al-Qur'an tidak memiliki kekuatan apa pun selain kekuatan kebenaran. Anda bisa membacakan ayat-ayat Al-Qur'an sementara peluru musuh menerjang, tapi jangan salahkan takdir jika maut tetap datang. Jawaban ini tidak bisa diterima, karena begitu banyak contoh yang menunjukkan bahwa pembacaan ayat-ayat Al-Qur'an tidak bisa menolak musibah, meskipun ada juga sebagian kecil kasus yang menunjukkan bahwa terjadi sesuatu setelah ayat-ayat itu dibacakan.
Meski kedengarannya ideal, jawaban kedua pun bukannya tanpa masalah. Memang benar bahwa Allah SWT pastilah merupakan 'oknum' di belakang segala sesuatunya. Musibah adalah keputusan Allah, penyakit dan peperangan pun merupakan keputusan Allah, demikian juga kesembuhan dan perdamaian. Jawaban itu memang benar, tetapi rancu dengan perbuatannya sendiri.

Tanggapan Kami : Wahai Akmal pemikiran anda ini sama sekali tidak merujuk pada penjelasan para ulama. Anda terjebak oleh kebingungan sendiri terhadap ruqyah jadinya omongan anda (maaf) ngelantur bagaikan orang mabuk. Pertama kali yang anda harus pahami adalah, anda harus bisa membedakan antara ruqyah syar'iyyah dan ruqyah syirkiyyah. Yang kedua anda harus belajar dahulu syarat-syarat untuk meruqyah syar'iyyah. Jangan kita berbicara kosong tanpa anda sendiri tahu ilmunya. Penjelasan lengkap tentang Ruqyah syar'iyyah bisa dilihat di klik di sini dan penjelasan lengkap mengenai ruqyah syirkiyyah bias dilihat di klik di sini

Wahai Akmal jika anda masih bingung lalu "bergumam" dengan mengatakan ada dua jawaban tipikal mengenai ruqyah dan masih bingung juga dengan jawaban anda sendiri (anda ini benar-benar aneh), maka dengan kerendahan hati marilah kita merujuk pada penjelasan para ulama, hilangkan dahulu ego kita yang merasa benar sendiri hingga akibatnya kita bingung sendiri.

Penjelasannya adalah :

Syekh Ibnu hajar al-‘Asqalani berkata, “Para ulama’ telah sepakat (ijima’) bahwa ruqyah dibolehkan apabila memenuhi tiga kriteria”. (Fathul Bari : 10/206). Kesepakatan (consensus) tersebut disampaikan oleh beberapa ulama’ besar dan terkenal. Di antara mereka adalah Imam as-Suyuthi (Penulis kitab Tafsir ad-Durrul Mantsur), Imam Nawawi (Pensyarah Kitab Shahih Muslim), Imam as-Syaukani (Penulis Kitab Akidah Taisirul ‘Azizil Hamid), Syekh Ibnu Taimiyyah (Pemilik Kitab Majmu’ul Fatawa), dan begitu juga Syekh Nashiruddin al-Albani (Pakar Hadits), serta masih banyak sederetan ulama’ terkenal lainnya.

Yang dimaksud dengan tiga syarat dan telah menjadi consensus para ulama’ tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bacaanya Terdiri Kalam Allah (al-Qur’an) atau Kengan Asma’ dan Sifat-Nya atau Hadits Rasul

Bacaan yang dibaca oleh seorang peruqyah dengan ruqyah syar’iyyah adalah ayat-ayat Allah yang dibaca sesuai dengan kaidah bacanya, atau ilmu tajwid. Karena kita tidak boleh membaca ayat-ayat al-Qur’an kecuali sesuai dengan kaidah tajwidnya. Apabila ada seorang peruqyah membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan cepat seperti seorang dukun membaca mantra, maka rusaklah makna dari ayat tersebut dan ia tidak akan dapat pahala, justru ia berdosa. Dan Islam juga melarang seorang peruqyah untuk membaca al-Qur’an dengan memenggal-menggal ayat yang bisa merubah maksud dan makna ayat tersebut.

Maka dari itu terkadang, kita jumpai seorang dukun juga membaca ayat al-Qur’an, tapi ia potong-potong ayat itu seenaknya. Atau mencampurnya dengan mantra yang ia baca atau rajah yang ia tulis. Ini termasuk pelecahan ayat suci yang sangat disukai oleh syetan. Apalagi bila ayat itu susunanya dibolak-balik, sebagaimana yang dikenal dengan istilah “Qulhu Sungsang”, yaitu surat al-Ikhlas yang dibolak-balik susunannya. Bacaan seperti itu, maka yang dipraktikkannya termasuk ruqyah syirkiyyah yang harus dijauhi, karena Islam telah mengharamkannya.
Di samping ayat al-Qur’an, seorang peruqyah juga bisa menjadikan do’a-do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai materi bacaannya. Karena hal itu telah dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga dipraktikkan oleh shahabat-shahabat serta para ulama’ pewaris ilmu mereka. Para ulama’ hadits telah membukukan do’a-do’a tersebut dalam kitab-kitab hadits yang mereka susun. Dan para ulama’ lain juga telah memasukkannya sebagai bacaan ruqyah dalam kitab-kitab mereka saat mengupas tentang materi ruqyah syar’iyyah.

Syekh Nashiruddin al-Albani berkata, “Ruqyah adalah do’a yang dibaca untuk mencari kesembuhan yang terdiri dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Sedangkan apa yang bisa dibaca oleh seseorang yang terdiri dari kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat yang tidak jadi ada unsur kekufuran dan kesyirikannya, maka hal itu termasuk ruqyah yang dilarang.” (Kitab Dhaif Sunan Tirmidzi : 231).
Imam Nawawi juga telah berkata, “Ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur’an dan dengan do’a-do’a yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu hal yang tidak terlarang. Bahkan itu adalah perbuatan yang disunnahkan. Telah dikabarkan para ulama’ bahwa mereka telah bersepakat (ijma’) bahwa ruqyah dibolehkan apabila bacaannya terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an atau do’a-do’a yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi : 14/341).
Hal senada juga dinyatakan oleh Syekh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dengan mengutip perkataan Imam Qurthubi, “Termasuk ruqyah yang dibolehkan adalah terdiri dari kalam Allah (al-Qur’an) atau asma’-Nya, atau yang do’a yang telah diajarkan Rasulullah.” (Kitab Fathul Bari : 10/196).

2. Bacaannya Terdiri Dari Bahasa Arab

Para ulama’ sepakat bahwa bacaan ruqyah harus terdiri dari bahasa Arab, sebagai bahasa al-Qur’an dan as-Sunnah. Dan mereka berbeda pendapat jika bacaan ruqyah itu bukan bahasa Arab. Tapi yang perlu dicatat dan digaris bawahi adalah, tidak setiap bacaan yang berbahasa Arab itu benar maknanya atau tidak mengandung kesyirikan. Karena banyak masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam yang mempunyai persepsi bahwa yang berbahasa Arab iti pasti benar dan dilegalkan oleh Islam. Persepsi seperti itu tidak benar adanya, karena banyak juga mantra-mantra kesyirikan yang berbahasa Arab, karena pemilik atau pembuatnya orang Arab atau bisa berbahasa Arab.

Seorang ahli Hadits yang bernama Syekh Hafizh bin Ahmad Hakami berkata, “Ruqyah yang terlarang adalah ruqyah yang tidak terdiri dari al-Qur’an atau as-Sunnah dan tidak berbahasa Arab. Ruqyah seperti itu termasuk bacaan untuk mendekatkan diri kepada syetan. Sebagaimana yang dilakukan oleh pata dukun dan tukang sihir. Bacaan seperti itu juga banyak dijumpai dalam kitab-kitab mantra dan rajah seperti Kitab Syamsul Ma’arif dan Syumusul Anwar dan lainnya. Hal itu merupakan upaya musuh Islam untuk merusak Islam, padahal sesungguhnya Islam bersih dari hal semacam itu.” (Kitab A’lamus Sunnah al-Mansyurah : 155).

Seorang ahli Fiqh dan Ushul Fiqh yang bernama Imam al-Qarafi berkata, “Ruqyah adalah kalimat-kalimat khusus yang dengannya akan diperoleh kesembuhan dari penyakit dan terhindar hal-hal yang merusak dengan izin Allah. Tidak bisa dikategorikan sebagai ruqyah bila menimbulkan bahaya, tapi justru itulah yang disebut dengan sihir. Dan kalimat-kalimat (bacaan ruqyah) ada yang dianjurkan, seperti surat al-Fatihah dan al-Mu’awwidzatain. Dan ada juga yang dilarang, seperti ruqyah orang-orang jahiliyyah, atau orang-orang India dan lainnya. Karena dikhawatirkan mengandung kekufuran. Maka dari itu Imam Malik dan yang lainnya melarang ruqyah yang berbahasa selain Arab, karena dikhawatirkan di dalamnya mengandung suatu yang haram.” (Kitab al-Furuq : 4/147).

Tapi bila bacaannya tidak terdiri dari Bahasa Arab atau ‘Ajamiyyah, maka sebagian ulama’ ada yang membolehkannya dan sebagian lain melarangnya. Ulama’ yang membolehkan ruqyah dengan bahasa selain Arab memberikan persyaratan yang ketat. Termasuk syaratnya adalah, bisa dipahami maknanya, tidak mengandung unsur kesyirikan dan kekufuran seperti di dalamnya mencatut nama jin, malaikat, nabi, atau orang shahih dan tokoh yang dikagumi sebagai sosok yang diyakini bisa memberi pertolongan. DR.Abdullah bin Ahmad at-Thayyar berkata, “Ruqyah syirkiyyah (yang mengandung syirik) adalah bacaan yang di dalamnya memohon pertolongan kepada selain Allah SWT. Dan termasuk memohon pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah, seperti meruqyah dengan nama-nama jin, malaikat, nabi dan orang-orang shahih.” (Kitab Fathul Haqqil Mubin : 106).

Ibnu Taimiyyah berkata, “Adapun pengobatan orang yang kesurupan dengan ruqyah, maka bacaan yang dibaca itu ada dua macam. Apabila bacaan ruqyah tersebut terdiri dari kalimat yang bisa dipahami maknanya dan dibolehkan oleh agama Islam, maka bacaan seperti itu dibolehkan. Karena telah ditegaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan penggunaan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan. (Lihat HR.Muslim No.2200, red). Tapi bila di dalamnya mengandung kalimat yang diharamkan, seperti ada kesyirikan atau maknanya tidak bisa dipahami atau mengandung kekufuran, maka tidak seorang pun diperkenankan untuk memakainya. Walaupun terkadang dengan kalimat tersebut jin mau keluar dari tubuh orang yang kesurupan. Karena bahaya kekufuran lebih besar adanya daripada manfaat kesembuhan yang diperoleh.” (Majmu’ul Fatawa : 23/277).

Imam Nawawi menukil perkataan Syekh al-Maziri, “Semua ruqyah itu boleh apabila bacaannya terdiri dari kalam Allah atau Sunnah Rasul. Dan ruqyah itu terlarang apabila terdiri dari bahasa non Arab atau dengan bahasa yang tidak dipahami maknanya, karena dikhawatirkan ada kekufuran di dalamnya.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi : 13/341).

3. Hendaklah Diyakini Bahwa Bacaan Ruqyah Tidak Berpengaruh Dengan Sendirinya, Tapi Berpengaruh Karena Kuasa dan Izin Allah

Karena hakikatnya yang bisa menyembuhkan penyakit, yang kuasa untuk menolak bahaya atau bencana, atau yang mampu untuk melindungi diri dari gangguan syetan hanyalah Allah SWT. Allah SWT mengabadikan keyakinan Nabi Ibrahim dalam al-Qur’an, “Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuh-kanku.” (QS. Asy-Sy’ara’ : 80). Di ayat lain, Allah berfirman, “Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri ….” (QS.al-An’am : 17). Hanya saja dalam usaha mencari kesembuhan, kita diwajibkan untuk mematuhi rambu-rambu syariat, jangan menghalalkan segala cara. Termasuk saat memilih praktik ruqyah yang menyimpang atau gadungan makin marak dan berkembang.

Kita harus memperhatikan criteria yang telah disepakati oleh para ulama’. Sebagaimana yang dipesankan oleh DR.Fahd bin Dhuwaiyyan (seorang ustadz akidah di Jami’ah Islamiyyah, Madinah al-Munawwarah). Ia menanggapi tiga syarat ruqyah di atas dengan mengatakan, “Sudah jelas, bahwa suatu hal yang sangat penting sekali untuk memahami tiga syarat yang benar. Apabila salah satu dari tiga syarat tersebut di atas tidak ada, maka kita harus berhati-hati dan waspada. Karena banyak tempat praktik ruqyah yang didatangi oleh banyak orang di berbagai belahan dunia, tapi tiga kriteria di atas tidak terpenuhi dalam praktik mereka. Padahal praktik seperti itu harus dijauhi oleh seorang muslim. Yakinlah terhadap firman Allah SWT, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS.at-Thalaq : 2).

Dari kriteria diatas maka jika ada orang yang menamakan metode pengobatannya dengan nama terapi ruqyah walaupun menggunakan bacaan Al-Qur’an dan doa-doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun menambahi metodenya dengan cara-cara yang bid’ah dan penuh kesyirikan seperti menggunakan jurus-jurus pernapasan tenaga dalam, menggetar-getarkan tangannya seolah-olah mengalirkan sesuatu kekuatan, memakai ilmu-ilmu metafisik, atau pun selain menggunakan bacaan Al-Qur’an dan doa-doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia juga menggunakan mantra-mantra aji kesaktian (Aji Kulhu Geni, Aji Kulhu Sungsang, dst) tetaplah dinamakan ruqyah syirkiyyah sebab sudah sangat melanceng dari apa-apa yang telah dituntunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bagaimana Akmal semoga anda tidak bingung lagi, Dan semoga Allah memberikan hidayah pada kita semua.

Akmal mengatakan : "Kalau memang kita mengharapkan pertolongan Allah, maka mengapa ayat-ayat Al-Qur'an itu perlu dibacakan dengan cukup nyaring? Bukankah Allah Maha Mendengar? Semestinya, jika jawaban kedua ini yang dipergunakan, maka ruqyah tidak mesti diperdengarkan kepada 'pasien', tapi cukup dalam hati saja, asalkan khusyu'."

Tanggapan kami : Inilah juga salah satu bukti kekuarang pahaman Akmal tentang ruqyah syar'iyyah. Jika kita meruqyah orang lain haruslah jelas bacaannya dan cukup jelas terdengar agar orang lain dapat ikut mendengarkan, menghayati bacaan tersebut juga dapat mengetahui bacaan ruqyah tersebut benar-benar dari Al-Qur'an dan sunnah nabi. Amat berbeda dengan cara dukun atau paranormal yang menjampi seseorang dengan cara komat-kamit dan tidak jelas bacaannya, atau bacaan tersebut dicampur aduk dengan bacaan yang mengandung kesyirikan, maka seorang peruqyah yang meruqyah syar'iyyah harus menyelisihi tata cara dukun dalam menjampi seseorang. Adapun jika seseorang itu meruqyah syar'iyyah dengan ruqyah mandiri maka bisa didalam hati saja.

Wahai Akmal kata-kata yang anda keluarkan harus mempunyai dalil yang kuat jangan asal bicara tanpa ada ilmunya. Kami akan mengetengahkan dalil jika meruqyah orang lain harus dibacakan dengan cukup nyaring. Agar anda mengerti syukur-syukur bertaubat...

1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memberikan pelayanan ruqyah bagi para shahabatnya, ketika ada yang sakit. Dari ‘Aisyah ra berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila ada orang sakit diantara kami, beliau menyentuhnya dengan tangan kanannya, kemudian beliau berkata : Hilangkanlah sakit, wahai Tuhan manusia, dan sembuhkanlah, Engkaulah Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan tanpa meninggalkan rasa sakit.” (HR.Bukhari dan Muslim). DARI HADITS INI MENUNJUKKAN RASULULLAH MEMBECA DENGAN CUKUP NYARING HINGGA AISYAH DAN PARA SHAHABAT DAPAT MENDENGARKAN DAN MENIRUNYA.

2. Dari ‘Aisyah ra berkata : “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membacakan bagi orang yang sakit : “Dengan nama Allah, inilah tanah bumi kami, dengan ludah sebagian kami, orang sakit kami disembuhkan, dengan izin Tuhan kami.” (HR. Bukhari, Fathul Bari 10/208) DARI HADITS INI MENUNJUKKAN RASULULLAH MEMBECA DENGAN CUKUP NYARING HINGGA AISYAH DAN PARA SHAHABAT DAPAT MENDENGARKAN DAN MENIRUNYA.

3. Dari Mathar bin Abdur Rahman, ia berkata: “Telah diceritakan kepadaku ummu Abbad dari bapaknya bahwa kakeknya Az-Zari pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa anaknya yang gila, diceritakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul punggung anak itu seraya berkata ”Keluarlah hai musuh Allah” Kemudian anak itu menatap dengan pandangan yg sehat tidak seperti sebelumnya.” DARI HADITS INI MENUNJUKKAN RASULULLAH MENGHARDIK JIN TERSEBUT DENGAN CUKUP NYARING HINGGA PARA SHAHABAT DAPAT MENDENGARKAN DAN MENIRUNYA. Tidak dapat dibayangkan sewaktu Rasul meruqyah anak tersebut, lalu menghardik setan dengan berucap dalam hati atau berucap dengan suara lirih atau lembut??

4. Diriwayatkan mengenai terapy ruqyah untuk mengobati gangguan kejiwaan bahwa Ubay ibn Ka’ab berkata: Ketika aku berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datanglah seorang Arab Badui menemui beliau seraya berkata: “Wahai nabi Allah! Sesungguhnya saudaraku sedang sakit. ”Apa sakitnya” balas Beliau. Ia menjawab, ”Ia kerasukan Jin, wahai nabi Allah.” Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi, ”Bawa saudaramu itu kesini!”Maka orang itu pun membawakan saudaranya itu kehadapan baliau. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah untuk diri saudaranya itu dengan membacakan surah Al-Fatihah, empat ayat pertama dari surah Al-Baqarah, dua ayat pertengahan darinya, yaitu ayat yang ke-163 dan ke-164, ayat Kursi, dan tiga ayat yang terakhir dari surat Al-Baqarah tersebut. Kemudian ayat yang ke-18 dari surah Ali ‘Imram, ayat yang ke-54 dari surah al-A’araf, ayat yang ke-116 dari surah al-Mu’minun, ayat yang ketiga dari surah al-Jin, sepuluh ayat pertama dari surah ash-Shaffat, ayat yang ke-18 dari surah Ali ‘Imran, tiga ayat terakhir dari surah al-Hasyr, surah al-Ikhlas, dan mu’awwidzatain (surah Al-Aalaq dan An-Nas). ”Ubay ibn ka’ab menambahkan, ”Andaikata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan hal itu kepada kita, niscaya binasalah kita. Maka, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi sekalian alam.

DARI HADITS INI MENUNJUKKAN RASULULLAH MERUQYAH DENGAN SUARA YANG CUKUP NYARING HINGGA PARA SHAHABAT DAPAT MENDENGARKAN DAN MENIRUNYA.

Kami sangat mengharapkan anda memakai dalil dan rujukan jika ingin mengkritisi sesuatu agar tidak mudah dipatahkan!

Akmal mengatakan : Masih ada masalah lain lagi. Kalau memang yang dimintai pertolongan adalah Allah SWT, maka mengapa harus ada ayat-ayat tertentu yang dibacakan? Bukankah doa (sekali lagi, bukan mantera) di luar ibadah-ibadah maudhu' tidak perlu menggunakan aturan-aturan yang kaku terhadap aspek-aspek redaksionalnya? Seharusnya, ruqyah tidak perlu dibatasi dengan bacaan-bacaan tertentu (meskipun dianjurkan mengikuti apa yang disunnahkan oleh Rasulullah saw.), karena Allah mengerti segala bahasa dan gerak-gerik dalam hati, bahkan ketika lidah belum selesai mengucap doa tersebut.

Tanggapan Kami : Inilah lagi bentuk kealpaan Akmal yang kami khawatirkan berbicara tanpa dasar ilmu syar'i dan hanya mengandalkan praduga negatif saja. Pertanyaan anda yang mengatakan : "Kalau memang yang dimintai pertolongan adalah Allah SWT, maka mengapa harus ada ayat-ayat tertentu yang dibacakan? Bukankah doa (sekali lagi, bukan mantera) di luar ibadah-ibadah maudhu' tidak perlu menggunakan aturan-aturan yang kaku terhadap aspek-aspek redaksionalnya? Seharusnya, ruqyah tidak perlu dibatasi dengan bacaan-bacaan tertentu" Seolah-olah hendak membantah Rasulullah. Mengapa bisa kami katakan begitu, sebab Rasulullah telah memberikan penjelasan tentang keutamaan ayat tertentu untuk maksud tertentu juga.

Contohnya Rasulullah telah menggunakan bacaan Al-Mu'awwidzat sewaktu beliau sakit Dari Aisyah ra berkata : “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah peniup untuk dirinya dalam keadaan sakit menjelang wafatnya dengan bacaan Al Mu’awwidzat, surat Al Ikhlash dan Al Mu’awwidzatain. Maka ketika beliau kritis, akulah yang meniupkan bacaan itu dan aku usapkan kedua tangannya ke tubuhnya karena keberkahan tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim).

Rasulullah telah memilah ayat tertentu seperti surah Al-Faihah untuk mengobati orang sakit. Secara jelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :Fatihatul kitab obat untuk segala penyakit.” (HR.Ad Darimy) dan ada banyak lagi Rasul memilah ayat tertentu untuk keperluan tertentu.

Pertanyaan Akmal ini jelas keragu-raguan tentang kutamaan ayat tertentu yang dipertanyakannya kepada Rasulullah. Inilah sebenarnya maksud pertanyaan Akmal : " Kalau memang yang dimintai pertolongan adalah Allah SWT, maka mengapa Rasulullah telah memberikan tuntunan harus ada ayat-ayat tertentu yang dibacakan? Bukankah doa (sekali lagi, bukan mantera) di luar ibadah-ibadah maudhu' tidak perlu menggunakan aturan-aturan yang kaku terhadap aspek-aspek redaksionalnya? Seharusnya, rasulullah dalam me-ruqyah tidak perlu dibatasi dengan bacaan-bacaan tertentu"
NA'UDZUBILLAHI MINDZALIK!!!!!!

Akmal mengatakan : Seharusnya, ruqyah tidak perlu dibatasi dengan bacaan-bacaan tertentu (meskipun dianjurkan mengikuti apa yang disunnahkan oleh Rasulullah saw.), karena Allah mengerti segala bahasa dan gerak-gerik dalam hati, bahkan ketika lidah belum selesai mengucap doa tersebut. Pada titik ini, biasanya saya akan dicap ingkar sunnah dan berbagai tuduhan yang keji. Padahal saya tidak pernah bermaksud demikian.

Tanggapan Kami : 100% jelaslah sudah bahwa Akmal ini kami khawatirkan mengingkari sunnah rasul dan termasuk golongan ingkar sunnah, Akmal telah mengingkari tuntunan Rasul yang memberikan tuntunan bahwa Rasul memilah ayat-ayat tertentu untuk keperluan tertentu meskipun dianjurkan nabi. Akmal kami khawatirkan agaknya lebih menyukai "aliran kepercayaan" yang cukup "eling" ingat saja pada Tuhan toh Allah mengerti segala bahasa dan gerak-gerik dalam hati, bahkan ketika lidah belum selesai mengucap doa tersebut.

Sangat tidak masuk akal jika diandaikan ketika Akmal meruqyah (namun sayang dia tidak suka ruqyah syar'iyyah) Akmal cuma diam aja, niat saja, toh Allah mengerti segala bahasa dan gerak-gerik dalam hati bahkan ketika belum selesai mengucap doa tersebut? Benar-benar aneh pendapat dan pemikiran nyelenehnya ?kayak gusdur aja?

Wahai Akmal jika Rasulullah telah memberikan petunjuknya maka laksanakan sunnah tersebut! Jangan banyak membantah! Ini jika anda memang umatnya Rasulullah!

Wahai akmal anda keliru jika mengatakan ruqyah itu terbatas dengan bacaan tertentu saja sebab kita dapat saja sesungguhnya menggunakan bahasa lain selain bacaan rasulullah dalam meruqyah seperti yang telah dijelaskan Ibnu Taimiyyah dengan syarat-syarat sebagai berikut :“Adapun pengobatan orang yang kesurupan dengan ruqyah, maka bacaan yang dibaca itu ada dua macam. Apabila bacaan ruqyah tersebut terdiri dari kalimat yang bisa dipahami maknanya dan dibolehkan oleh agama Islam, maka bacaan seperti itu dibolehkan. Karena telah ditegaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan penggunaan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan. (Lihat HR.Muslim No.2200, red). Tapi bila di dalamnya mengandung kalimat yang diharamkan, seperti ada kesyirikan atau maknanya tidak bisa dipahami atau mengandung kekufuran, maka tidak seorang pun diperkenankan untuk memakainya. Walaupun terkadang dengan kalimat tersebut jin mau keluar dari tubuh orang yang kesurupan. Karena bahaya kekufuran lebih besar adanya daripada manfaat kesembuhan yang diperoleh.” (Majmu’ul Fatawa : 23/277).

Sesungguhnya inilah sesungguhnya ketidak tahuan anda tentang ruqyah, yang mengangggap ruqyah itu dibatasi oleh bacaan tertentu saja, namun sayang seribu kali sayang ternyata ruqyah juga diperbolehkan dengan bacaan lain yang tidak mengandung kesyirikan yang sudah dijelaskan para ulama.... Penjelasan Ibnu Taimiyyah telah "menghanguskan" opini anda yang berbicara tanpa dalil bahwa ruqyah itu dibatasi bacaan tertentu saja.

AKMAL BERKATA :

Jika saja mereka mau bertanya sebelum menuduh, saya akan memaparkan beberapa poin berikut : Diamnya Rasulullah saw. belum tentu menunjukkan bahwa hal yang didiamkan itu benar-benar disukainya. Islam juga mengajarkan berbagai hal dalam masalah perbudakan, namun perbudakan itu sendiri tidak disukai oleh Islam. Yusuf al-Qaradhawi berfatwa bahwa Islam pada prinsipinya melarang perbudakan. Hanya saja, jika larangan ini disampaikan secara gamblang, maka para pemuka kaum di masa itu tidak akan rela masuk Islam karena harus memerdekakan budak-budaknya. Sebagai gantinya, maka banyak sekali aturan dalam Islam yang mengharuskan untuk memerdekakan budak, misalnya sebagai 'denda' akibat melakukan beberapa jenis pelanggaran dalam ibadah.

TANGGAPAN KAMI :

Em........ Anda mengutip penjelasan Yusuf al-Qaradhawi, tolong dijelaskan juga ulama tersebut berbicara dimana, adalah referansi penguat bahwa itu benar-benar perkataan Yusuf al-Qaradhawi. Perlu anda ketahui Yusuf al-Qaradhawi telah menyatakan bahwa ruqyah itu secara bahasa adalah mantra atau jampi-jampi dan banyak penjelasan tentang ruqyah lainnya yang jelas akan "memalukan" bagi anda yang kami khawatirkan telah berdalil tanpa ilmu. Silahkan buka klik di sini

Akmal berkata :

Jadi, diamnya Rasulullah saw. ketika menyaksikan para sahabatnya melakukan ruqyah belum bisa disimpulkan sebagai justifikasi terhadap ruqyah itu sendiri. Bisa jadi ada penafsiran lain atas sikap Rasulullah saw. ini. Jika ruqyah dilakukan bukan dengan ayat-ayat Al-Qur'an, bisa dipastikan Rasulullah saw. akan segera menghentikannya. Namun karena yang digunakan adalah ayat-ayat Al-Qur'an dan para sahabat tersebut memang tidak bermaksud buruk dengan melakukannya (tidak untuk tujuan syirik), maka beliau pun mendiamkannya. Ini pun adalah sebuah penafsiran. Yang saya tidak setujui adalah konsep mantera, bukan ruqyah itu sendiri. Kita perlu menelaah ruqyah yang dilakukan oleh para sahabat dahulu kala. Dalam hemat saya, para sahabat yang di-tarbiyah langsung oleh Rasulullah saw. tidak akan mungkin terjebak dalam perilaku syirik seperti mantera. Pastilah ada maksud lain dalam praktek ruqyah tersebut, dan jelas tidak sekedar cuap-cuap beberapa ayat lalu masalah pun beres.

Tanggapan Kami : Cukup penjelasan Yusuf al-Qaradhawi di klik di sini yang Akmal tidak menyetujui konsep mantra dalam ruqyah........ Jika Yusuf al-Qaradhawi yang anda jadikan rujukan (namun tidak lengkap dari mana dia dapat perkataan Yusuf al-Qaradhawi) tentu anda akan taubat dan rujuk setelah melihat penjelasaan Yusuf al-Qaradhawi tentang pemaknaan ruqyah adalah jampi atau mantra..........Memang benar Sesungguhnya perbudakan tidak dilarang secara gamblang dan jika mereka memerdekakan budak akan mendapatkan pahala.
Namun soal ruqyah berbeda bung, ruqyah itu doa kita pada Allah, Anda membaca Bismillah sebelum makan itu ruqyah, anda membaca ayat Kursi sebelum tidur itu ruqyah, tidak ada hadits satupun Rasulullah mengatakan, "jika kalian meninggalkan membaca Ayat Kursi, Al-Falaq, An-nass untuk melindungi dari godaan syaritan maka kalian akan mendapatkan pahala."

Akmal berkata : "Pastilah ada maksud lain dalam praktek ruqyah tersebut, dan jelas tidak sekedar cuap-cuap beberapa ayat lalu masalah pun beres."

Tanggapan kami : Janganlah anda menempatkan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi begitu rendahnya hingga anda berani mengatakan ".... tidak sekedar cuap-cuap beberapa ayat lalu masalah pun beres."

Secara langsung atau tidak langsung anda kami kahwatirkan akan sangat merendahkan syari'at Islam! Rasulullah meruqyah seseorang, lalu dengan (maaf) beraninya anda katakan "tidak sekedar cuap-cuap beberapa ayat lalu masalah pun beres???? Para shahabat meruqyah juga anda dengan entengnya mengatakan " tidak sekedar sekedar cuap-cuap beberapa ayat lalu masalah pun beres", Para Aktifis Ruqyah Syar'iyyah yang meruqyah anda katakan " jelas tidak sekedar cuap-cuap beberapa ayat lalu masalah pun beres"

Meruqyah bukannya sekedar cuap-cuap beberap ayat ya Akmal!Sebab ruqyah adalah bagian dari doa sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa 10/195 : “Ruqyah artinya memohon perlindungan. Al Istirqa’ adalah memohon dirinya agar diruqyah. Ruqyah termasuk bagian dari doa.” Jadi jangan anda anggap enteng ketika seseorang berdoa pada Allah lalu anda hinakan dengan sekedar cuap-cuap!

Akmal mengatakan :

Ketika saya mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut tidak mengandung kekuatan (kecuali kekuatan kebenaran), maka bukan berarti saya mengingkari sunnah. Hanya saja perlu pemikiran ulang mengenai ruqyah itu sendiri. Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa ayat-ayat Al-Qur'an memiliki kekuatan semacam itu.

Tanggapan kami : Ucapan Akmal ini sama saja dengan ucapan gurunya bahwa ruqyah tidak punya kekuatan untuk mengusir jin, melindungi diri dari kejahatan jin atau dari suatu mara bahaya. Perkataan Akmal ini sudah kami bantah di klik disini dimana ucapan Akmal ini "setali tiga uang" dengan gurunya.

Akmal mengatakan :
Jika benar demikian, maka tentu kaum orientalis yang juga banyak menghapal Al-Qur'an juga memiliki kekuatan untuk meruqyah. Menurut saya, ayat-ayat itu berfungsi untuk mengkondisikan diri manusia sehingga khusyu' kepada Allah SWT dan secara tidak langsung juga berfungsi sebagai doa, kemudian Allah pun berkenan mengabulkan doa tersebut. Kalau ayat-ayat itu mengandung kekuatan, maka orang-orang yang asal ucap pun bisa melakukan ruqyah. Padahal, kenyataannya tidak demikian, bukan?

Tanggapan kami :

Allah berfirman dalam Surat Al Isra’ ayat 82 : “Dan kami turunkan Al Qur’an yang dia itu sebagai obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” Kajian dari Firman Allah ini menunjukkan bahwa jika orang tersebut (seperti kaum orientalis) tidak beriman dengan apa-apa yang telah wahyukan Allah Ta'ala, walau dia hafal Al-Qur'an maka tidak akan mendapatkan al-Qur'an itu sebagai obat ataupun rahmat bagi dirinya.

Akmal mengatakan : " Kalau ayat-ayat itu mengandung kekuatan, maka orang-orang yang asal ucap pun bisa melakukan ruqyah. Padahal, kenyataannya tidak demikian, bukan? Argumen ketiga adalah yang paling tidak terbantahkan (menurut saya). Ayat-ayat Al-Qur'an terbukti tidak membawa manfaat di tangan orang-orang fasik. Ayat-ayat itu tidak membuat kaum orientalis yang menghapalnya mendapatkan hidayah. Jadi jelaslah bahwa kekuatan bukanlah berasal dari ayat-ayat tersebut. Maka patahlah konsep mantera tadi.

Tanggaan kami : Wahai Akmal, dalam pengetahuan para aktifis Ruqyah Syar'iyyah termasuk Syirik jika menganggap ayat-ayat ruqyah mengandung kekuatan, seperti yang telah dijelaskan para ulama bahwa kriteria ruqyah salah satunya adalah : Hendaklah Diyakini Bahwa Bacaan Ruqyah Tidak Berpengaruh Dengan Sendirinya, Tapi Berpengaruh Karena Kuasa dan Izin Allah. Karena hakikatnya yang bisa menyembuhkan penyakit, yang kuasa untuk menolak bahaya atau bencana, atau yang mampu untuk melindungi diri dari gangguan syetan hanyalah Allah SWT. Allah SWT mengabadikan keyakinan Nabi Ibrahim dalam al-Qur’an, “Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuh-kanku.” (QS. Asy-Sy’ara’ : 80). Di ayat lain, Allah berfirman, “Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri ….” (QS.al-An’am : 17). Hanya saja dalam usaha mencari kesembuhan, kita diwajibkan untuk mematuhi rambu-rambu syariat, jangan menghalalkan segala cara.

Akmal mengatakan :

Sayangnya, di lapangan, konsep mantera inilah yang banyak dipercaya oleh orang. Islam menjadi agama yang (seolah) serba instan. Padahal, segala sesuatu ada prosesnya.

Tanggapan Kami :

Perkataan akmal ini sudah kami bantah pada penjelasan diatas. Juga pengingkarannya mengenai konsep mantra telah dibantah dengan penjelasan Yusuf al_Qaradhawi di http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Kontemporer/Sakit12.html

Akmal mengatakan :

Saya jamin, mengucapkan ayat-ayat ruqyah seribu kali dengan hati yang dipenuhi kemusyrikan tidak akan membawa manfaat apa-apa. Sebaliknya, sebuah doa polos dengan bahasa hati yang tulus, kerendahan hati di hadapan Allah, dan meluncur dari kedalaman hati orang yang benar-benar bertakwa akan sampai juga kepada Allah, karena Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya. Inilah konsep yang benar.

Tanggapan Kami :

Yang dikatakan Akmal, "sebuah doa yang polos dengan bahasa hati yang tulus, kerendahan hati dihadapan Allah dan meluncur dan meluncur dari kedalaman hati orang yang benar-benar bertakwa akan sampai juga kepada Allah" belumlah cukup sebagai syarat diterimanya doa. Dia harus merasa cukup dengan petunjuk dari Allah, tidak berbuat bid'ah (menambah-nambahi suatu amalan yang tidak ada tuntunannya) sebab barangsiapa yang tidak merasa cukup dengan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga menyelisihinya, pasti dia akan rugi dan celaka. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengancam bagi orang-orang yang menyelisihi petunjuk-Nya di dalam firman-Nya:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 124)

Oleh karena itu, seorang muslim akan mengikuti jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akan meninggalkan seluruh ajaran yang menyimpang dari ajarannya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada syariatnya dari kami maka amalan tersebut ditolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Maka dari kita harus meninggalkan segala prilaku bid'ah seperti dengan mempelajari tenaga dalam atau ilmu metafisika yang penuh kesyirikan itu, kita lebih menyukai menggunakan tenaga dalam dan ilmu metafisika untuk mengobati orang lain, untuk penjagaan dan perlindungan diri dibandingkan dengan cara-cara yang sudah dituntunkan rasulullah yaitu dengan ruqyah Syar'iyyah. Meninggalkan prilaku syirik dan bid'ah adalah salah satu cara agar doa kita dikabulkan Allah.

AKMAL MENGATAKAN :

Aksi Segelintir Oknum
Seorang aktifis ruqyah yang bernama Perdana Ahmad (24) dijatuhi hukuman penjara selama dua bulan dengan masa percobaan lima bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta yang diketuai oleh Zubaidah S.H. Hukuman ini diberikan kepadanya lantaran terdakwa terbukti secara meyakinkan melanggar Pasal 310 KUHP jo Pasal 335 KUHP dengan tulisannya dalam buku yang berjudul "Membongkar Kesesatan Praktik Sihir pada Reiki, Tenaga Dalam dan Ilmu Kesesatan".
Dalam bukunya itu, Perdana Ahmad menyebut praktik pengobatan bio energi yang dilakukan pelapor, Syaiful M. Maghsri, dianggap menggunakan ilmu sihir jin dan setan. Padahal, menurut pelapor, dirinya dalam praktik pengobatan tersebut tidak pernah melakukan seperti apa yang dituduhkan Perdana Ahmad. Dalam sidang terpisah, Syaiful M. Maghsri juga dinyatakan sebagai terdakwa karena telah melakukan penganiayaan terhadap Perdana Ahmad.

TANGGAPAN KAMI :

Fitnahan Akmal bahwa Perdana Akhmad dijatuhi hukuman penjara selama dua bulan adalah sebuah kebohongan. Sesungguhnya Demi Allah SWT Perdana Akhmad S.Psi tidak dipenjara melainkan hukuman percobaan 5 bulan dan jika berbuat kriminal selama 5 bulan maka Perdana akan dipenjara 2 bulan. Adapun penyebabnya adalah pada buku "membongkar kesesatan pada Reiki, Tenaga Dalam dan Ilmu Kesesatan" halaman 56 telah ditulis "sungguh demi Allah tanggal 21 mei 2004 ada seorang Grand Master bioenergi yang membuka pusat penyembuhan bioenergi di Yogyakarta mendatangi tempat terapi ruqyah dengan membawa ibu dan istrinya, dia mengatakan ibunya sering pingsan dan ketika pingsan mata ibunya membelalak dan istrinya sering merasa ketakutan 9kami tim ruqyah di Yogyakarta menjadi saksi atas kedatangan Syaiful M. Magsri). Saya bertanya dimana kehebatan bioenergi bahkan orang terdekatnya tidak mampu dia obati, padahal dia mengklaim bisa mengobati berbagai macam penyakit baik fisik maupun psikis"

Kata kata kebenaran inilah yang tidak disukai Syaiful M. Magsri hingga dia dengan pengawalnya sempat mendorong Perdana Akhmad ke dinding hingga Perdana Akhmad melaporkan tindak penganiayaan ini kepolisi dan syaifurl melaporkan "perbuatan tidak menyenangkan" ke polisi juga.

Sesungguhnya kata-kata Akmal yang mengatakan Perdana Akhmad di penjara adalah suatu bentuk "fitnah dan perbuatan tidak menyenangkan" juga. Maka Perdana Akhmad akan meminta keadilan dihadapan Allah kelak"

Akmal berkata :

Apa yang terjadi kemudian?
Kantor pengobatan alternatif bio energi di Yogyakarta pada hari Kamis (09/03) didatangi oleh sekitar 200 orang massa bersenjata tajam, bersorban dan bercadar, serta mengatasnamakan dirinya sebagai Laskar Jihad dan berbagai ormas lainnya. Massa langsung masuk dan mencari Syaiful M. Maghsri, bahkan sempat meneror karyawannya. Berbagai properti di tempat tersebut juga sempat dirusak. Aksi baru berhenti setelah kedatangan satu peleton Poltabes Yogyakarta.
Di Bantul, rumah Syaiful M. Maghsri pun tidak luput dari serangan. Rumahnya dilempari oleh bom molotov oleh orang-orang tak dikenal yang mengendarai sepeda motor dan mobil. Akibatnya, mobil sedan Syaiful rusak, kaca-kaca jendela pecah, dan atapnya terbakar. Seseorang yang menyebut dirinya sebagai 'simpatisan Perdana Ahmad' menyatakan dirinya bangga telah terlibat dalam aksi demikian. Pengakuan itu disampaikannya pada milis terapi ruqyah yang memang Perdana Ahmad aktif di dalamnya.
Demikianlah aksi sebagian orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai pembela ruqyah. Saya tidak hendak memojokkan para aktifis ruqyah karena kejadian ini, karena saya sendiri kenal beberapa orang aktifis ruqyah yang memiliki pemahaman yang lurus, tidak emosional, mampu mendefinisikan pemahamannya dengan baik, dan tidak kebablasan dalam bertindak atau berfatwa. Saya juga tidak hendak ikut campur dalam masalah antara Perdana Ahmad dengan Syaiful M. Mughsri. Silakan Anda menilai sendiri dari kejadian ini.
Yang jelas, meskipun orang-orang telah memberi gelar keulamaan, dan meskipun sudah banyak ayat Al-Qur'an dan Al-Hadits yang telah kita hapalkan, namun kebijaksanaan dan kedewasaan itu mutlak diperlukan. Sesungguhnya Rasulullah saw. tidak diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlaq.

Tanggapan kami :

Mengenai akses setelah putusan sidang dimana 200 orang lebih umat Islam (terdiri dari Gerakan pemuda ka'bah, Front pembela islam, Mujahidin Lasykar JIhad dan ormas islam lainnya) yang menghancurkan tempat-tempat maksiyat dan syirik, itu disebabkan sangat resahnya umat Islam atas kesyirikan yang merajalela yang di sebarkan Syaiful. Sudah banyak laporan dari masyarakat yang menyatakan ketidak setujuannya atas segala aktifitas maksiyat dan syirik Perguruan Bioenergi tersebut. Maka setelah tahu Perdana Akhmad terkait kasus dengan Bioenergi maka mereka (pada ormas Islam) tidak tinggal diam dan memberikan support dan dukungannya hingga sidang berakhir)

Dampak positifnya setelah penutupan paksa Kantor Bioenergi, usaha syirik Syaiful sepi (saya dengar khobar sekarang usahanya berubah jadi yayasan pendidikan umum, alhamdulillah semoga Allah memberikan hidayah pada Syaiful), sebab masyarakat tidak percaya lagi dengan gembar-gembor kehebatan ilmu tenaga dalamnya, ilmu metafisiknya, ilmu bioenergi. sebab tidak ada bukti klaim pagaran tenaga dalam yang bisa melindungi fasilitas syiriknya. Tidak ada bukti kekuatan energi tenaga dalam yang bisa memantalkan ikhwan2 yang bertakbir. Tidak ada kekebalan/kesaktian atau ilmu silat yang ditunjukkan pengawal dan murid2 sang maha guru sebab mereka lari tunggang langgang atau babak belur. Tidak ada ilmu "melihat masa depan" yang bisa memprediksi kejadian tersebut. tidak ada ilmu "penggempur sukma" yang bisa mempengaruhi jiwa gabungan ormas islam tersebut untuk takut membela Tauhid. Aparat keamanan pun tidak memperpanjang kasus tersebut karena segan dengan kuatnya Persatuan Umat Islam.

Jika ada orang yang mencela perbuatan umat islam tersebut maka hisabnya ada ditangan Allah, Allah-lah yang akan menimbang amal perbuatan mereka. Kami hanyalah hamba-hamba-Nya yang maha lemah yang tidak luput dari salah dan dosa.

Alhamdulillah hingga saat ini ormas2 Islam selalu mendukung para praktisi ruqyah untuk berda'wah tauhid dan akan membantu jika ada oknum2 yang secara frontal dan brutal hendak menghentikan da'wah tauhid yang kami bawa.
Kami mohon maaf jika ada kata yang salah, Segala kekurangan hanya milik kami dan Kesempurnaan hanya milik Allah Ta'ala

Wassalamu'alaikum.

Team Ihya As-Sunnah


2 comments:

  1. Wah, bisa-bisanya nih Mas Akmal menyinggung masalah instan-instanan padahal perguruan kesayangannya itu hobinya "download" istilah keren dari "ngisi" beda istilah doang, substansi tetep sama. Ada ground force istilah kerennya, substansinya sama: "Jimat"

    ReplyDelete
  2. Akmal berkata : "Jalan hidup Rasulullah saw. yang berliku-liku justru menunjukkan bahwa Islam tidak mengajarkan hal-hal instan semacam mantera. Kalau pun ada mukjizat yang terjadi secara instan, itu bukanlah hasil dari sebuah mantera, melainkan doa. Jadi urutannya adalah merendahkan diri di hadapan Allah, memohon kesediaan-Nya untuk melimpahkan mukjizat, dan jika Allah berkenan, maka dikabulkanlah permohonan itu. Harap dicatat, tidak semua doa manusia akan dijawab, apalagi secara instan." "Kalau pun ada mukjizat yang terjadi secara instan, itu bukanlah hasil dari sebuah mantera, melainkan doa. Jadi urutannya adalah merendahkan diri di hadapan Allah, memohon kesediaan-Nya untuk melimpahkan mukjizat, dan jika Allah berkenan, maka dikabulkanlah permohonan itu. Harap dicatat, tidak semua doa manusia akan dijawab, apalagi secara instan.""

    Akmal bicara Instan-instanan padahal Guru Besarnya sendiri mengiklankan dirinya mampu melatih seseorang secara Instan untuk bisa "ngimpleng" yaitu semacam kemampuan untuk melihat jin, melihat masa lalu dan masa depan, melihat alam ghoib, melihat jauh tana batas dengan hanya 2 jam pelatihan pengolahan napas (JIKA DIKAJI KERANGKA SYARI'AT SUDAH MASUK KETEGORI KAHIN/PERDUKUNAN/PARANORMAL YANG SANGAT DIBENCI ISLAM).
    Bisa dilihat di http://prima-energy.hikmatul-iman.com/instant.php

    MAKA AKAN KITA KEMBALIKAN UCAPAN AKMAL INI UNTUK MENGKRITIK GURUNYA SENDIRI, YAITU : ""Jalan hidup Rasulullah saw. yang berliku-liku justru menunjukkan bahwa Islam tidak mengajarkan hal-hal instan semacam NGIMPLENG YANG HANYA 2 JAM PELATIHAN. Kalau pun ada mukjizat yang terjadi secara instan, itu bukanlah hasil dari sebuah PELATIHAN SELAMA 2 JAM, melainkan doa. Jadi urutannya adalah merendahkan diri di hadapan Allah, memohon kesediaan-Nya untuk melimpahkan mukjizat, dan jika Allah berkenan, maka dikabulkanlah permohonan itu. Harap dicatat, tidak semua doa manusia akan dijawab, apalagi secara instan." "Kalau pun ada mukjizat yang terjadi secara instan, itu bukanlah hasil dari sebuah PELATIHAN 2 JAM, melainkan doa. Jadi urutannya adalah merendahkan diri di hadapan Allah, memohon kesediaan-Nya untuk melimpahkan mukjizat, dan jika Allah berkenan, maka dikabulkanlah permohonan itu. Harap dicatat, tidak semua doa manusia akan dijawab, apalagi secara instan."

    ReplyDelete

Setelah membaca artikel, diharapkan kepada para pembaca untuk menuliskan kesan/komentarnya. Terimakasih...